"Istri kamu cantik ya, Bim," bisik wanita paruh baya yang tak lain adalah sang perancang busana saat kaki Bima baru saja masuk ruangannya, setelah negosiasi sengit dengan Sukma. Pria yang tengah menatap istrinya yang sedang menunduk malu, mengangguk mengiyakan pada pernyataan sepupu dari ayahnya itu. "Tante harap, kalian selalu berbahagia."
Bima mengangguk lagi, kali ini untuk menggganti kata aaminn yang hanya bersuara dalam hatinya yang kini tengah berdesir dengan alunan asing yang akhir-akhir ini menjalin keakraban dengannya. Matanya terpesona pada keindahan makhluk yang tengah memakai gaun indah berwarna putih di dekat kaca sana.
"Sana puji istrimu." Wanita itu menepuk bahu Bima agar melangkah maju.
Baru maju beberapa langkah, ada suara wanita lain yang membuat langkahnya berhenti.
"Sudah ada istri, sekarang lupa sama kakaknya."
Bima menoleh, ternyata Mayang juga tengah menatapnya sejak tadi. Tak jadi melangkah pada Kinan, kakinya berbelok pada wanita cantik yang beberapa bulan lalu sering mengomelinya karena tak kunjung menikah.
Pria itu tersenyum, lalu memeluk kakaknya begitu saja. "Terima kasih, Mbak."
Mayang meneteskan air mata haru. "Makasih buat apa? Harusnya mbak yang bilang itu ke kamu. Akhirnya kamu mau menikah. Tapi, nggak terpaksa, 'kan? Kamu nikahin Kinan bukan main-main, 'kan?"
"Mbak ngomong apa sih? Mana ada menikah main-mainan."
"Jadi, nggak terpaksa?"
"Nggak."
"Kamu cinta sama Kinan?"
Mayang lawan bicaranya. Mayang juga yang sedang dia peluk, tapi mata Bima hanya terarah pada istrinya yang kini berdiri resah sambil menautkan jemarinya sebagai teman rasa gugup. Bima tahu betul Kinan sedari tadi mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.
"Aku rasa begitu. Gugup saat melihatnya sedang tersenyum. Baru beberapa saat nggak lihat wajah ngeselinnya, rasanya mau balik ke rumah lagi buat lihat dia sedang apa. Dia masih sama jahil kayak dulu, Mbak. Tapi sekarang hati aku yang sedang dia jahili. Mbak memilih wanita yang tepat buat nemenin hari-hariku yang beberapa waktu lalu mulai membosankan setelah yang lain menikah. Itulah kenapa Bima mengucapkan terima kasih sama kakak tapi rasa ibu bagiku ini."
Mayang melepas pelukannya, menyeka air matanya, tapi mulutnya tersenyum lebar. "Barusan, mbak serasa lagi dengar Ayah lagi ngegombalin Ibu."
Bima tersenyum. Sekelebat bayangan sang ayah melintasi pikirannya. "Aku memang belajar dari dia."
Mayang tergelak. "Dasar penggemar beratnya Ayah! Udah sana ke istrimu. Kami mau keluar."
Mayang melambai Kenanga dan Ara yang sejak tadi melihat interaksi keduanya dalam keharuan. Keduanya segera berdiri lalu masing-masing mengambil alih lengan Mayang untuk dipeluk dan menyusul pemilik butik keluar ruangan.
Tersisa Bima dan Kinan yang kini tengah berhadapan. Beberapa detik hanya ada karangan kata di kepala masing-masing, belum ada yang berniat mengeluarkannya berupa suara.
Hingga Bima tiba-tiba maju dan memeluk istrinya yang berjengit seketika. "Semua sudah aku katakan tadi. Kamu sudah dengar 'kan?" tanya Bima pada Kinan.
"Bisa diulangi, biar kalo baper nggak cuma setengah." Kinan meminta.
"Nggak ada siaran ulang. Lagian siapa yang suruh kamu baper."
Kinan membalas pelukan suaminya. "Gini nih kalo nikah sama rival. Ngomongnya kebanyakan sandi atau memang tinggi gengsi. Untung aku sabar. Lagian kata cinta nggak masalah jika nggak diutarakan, yang penting rasa cintanya nyampe ke alamat yang benar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...