Duduk di balik meja, menekuri kertas dan memeriksa email telah menggantikan apa yang Bima nikmati beberapa hari ini di kampung halaman ibunya. Baru kali ini dia merasa bosan pada pekerjaan yang telah dia tekuni beberapa tahun ini. Padahal belum sehari dia kembali ke habitat tempat tinggal asalnya, setelah beberapa hari menjelma menjadi pria kampung namun terhormat.
"Bos, tumben nggak keliling?" Arman__sang asistan bertanya tentang hal yang mengganggunya. Pasalnya Bima paling suka patroli mengelilingi gedung mewah itu dan membuat ratusan karyawannya bekerja dengan baik lantaran takut ketahuan bersantai apalagi mengobrol.
Memastikan segala fasilitas tamu-tamunya adalah yang terbaik hingga tak ada keluhan yang muncul dari mereka.
Bima menyerahkan map yang baru saja ditandatanganinya pada Arman. "Jika pun aku berkeliling, apa harus lapor padamu?"
Arman terkekeh. "Aku makin yakin sekarang. Bos lagi galau, ya?" Rupanya gelagat sang atasan sudah mengganggunya sejak pria itu datang ke kantor sore ini.
"Galau yang seperti apa yang kamu maksud?"
"Galau yang seperti orang-orang biasa rasakan. Sesuatu sedang mengganggu pikiran, dan hati merasa tak tenang. Bos lagi nggak dikejar hutang pinjaman online, 'kan?"
Arman hanya berniat bercanda pada pimpinannya itu. Wajah kusut Bima siapa tahu akan sedikit terurai dan akan sedikit ada senyuman di sana. Jika ada Hasna, sekretaris Bima, maka pria itu akan membahas dengannya. Perihal tingkah yang tak biasa dari atasannya itu.
"Atau liburannya kurang?" tambah Arman.
"Aku juga nggak tahu, Man. Aku sudah bosan kerja barangkali."
"Maksud Bos, apa? Bosan kerja? Lalu kerajaan hotel ini siapa yang pegang? Anak Bos Albert ini bisa ya, bilang bosan semudah itu."
Bima bersandar pada kursi kerjanya lalu memutarnya, melihat pemandangan di kaca besar yang menampilkan luasnya kota Jakarta dan hiruk pikuknya. Mendadak dia merasa sepi dan sendirian. Hal itu biasanya hanya dia rasakan ketika di rumah saja, tak pernah di tempat kerjanya. Apalagi di ruangan yang penuh aroma Albert, sang ayah.
"Barangkali aku sedang rindu seseorang." Bima berkata datar dengan lambungan tinggi pikirannya.
"Bos punya pacar?" Arman nampak terkejut. Dan kali ini dia harus tahu siapa wanita itu, andai benar Bima memiliki seseorang yang sedang dirindukan. Pasalnya, bertahun-tahun brkerja di sana, Arman tak pernah mendapati Bima dekat dengan wanita. Kalo dikejar-kejar wanita sih, sering.
"Nggak punya. Tapi, istri."
"Istri?" Arman tertawa. "Istri siapa?"
"Istriku, Arman. Sudah sana kerja! Coba cek di resto, menu apa saja yang dihidangkan untuk makan malam."
Bima tak bercanda, Arman tahu itu. Tiba-tiba saja asisten itu berubah serius. "Jangan-jangan, Bos pulang kampung kemarin itu adalah buat nikah?!"
"Berhenti bertanya."
"Tapi pengen tahu, Bos. Penasaran aku."
"Lain kali aku kenalkan. Udah sana pergi!"
Alih-alih menuruti titah Bima, Arman masih saja ingin bertanya. "Bos, mau pulang?"
"Belum. Nanti adik-adikku ke sini buat makan malam. Makanya sana, cek menunya! Oh ya, nanti kamu juga ikut makan malam juga."
Arman menggaruk pelipisnya. "Istri masak, di rumah. Mungkin--" Alasan Amar tiba-tiba dihentikan oleh kata hatinya. Tanya saja adik-adik Bos! Kepo 'kan, lo? "Baik, Bos. Aku ikut makan malam."
Bima mengangguk. "Sudah sana!"
"Siap, Bos!"
Asisten rasa teman yang Bima miliki, sudah keluar dari ruangan itu. Dan Bima makin merasa sepi. Sudah bertahun-tahun semenjak orang tuanya meninggal, dan satu persatu adiknya menikah, hal ini sudah biasa dia alami. Sepi adalah temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...