"Itu sandal milik Mbak Kinan. Gue yakin seratus persen!" Arsa menebak dengan menggebu-gebu di belakang Bima yang berjalan bersama kedua pakdenya meninggalkan masjid. Masih dengan alas kaki yang menyilaukan mata adik-adiknya, itulah kenapa mereka berbisik di belakangnya sambil menahan tawa.
"Kalo dilihat sifat dan kepribadian kakak kita itu, dia tak akan mau memakai barang milik orang lain secara sembarangan. Jadi, apa sandal yang meski berwarna pink dan kekecilan itu tapi tetap dia pake itu adalah milik istrinya?" Jordy mulai ikut berspekulasi.
"Gue rasa, iya." Raga pun ikut menebak.
"Hohoho ... Dosen Kulkas aja ikutan nebak loh!" Rangga meranggul bahu Raga yang wajahnya minim ekspresi meski lagi-lagi julukan itu disematkan padanya.
"Kalo menurut para Nyonya, bagaimana?" Arsa berbalik badan lalu berjalan mundur sambil bertanya pada para wanita yang masih menggunakan mukena.
"Ini masih soal sandal itu?" tanya Ara.
"Jangan lagi. Sukma nggak mau tertawa lagi, rasanya sampai mau pipis. Gue nggak ikutan." Sukma menggeleng. "Kak Bim sungguh lucu dengan sandal itu. Gue akan tertawa lagi kalo membahas itu."
"Kita pura-pura nggak lihat saja. Kak Bim pasti punya alasan melakukan itu." Raina ikut bicara.
"Raina benar. Jadi stop bahas ini!" Kenanga memberi ide. "Lagi pula, kalo kita terusan bahas, kita bisa telat tahlilan ke rumah Mbak Kinan. Ayo! Jangan sampai kita telat, karena camilan buat dibawa ke sana udah disiapin sama Bunda Mayang."
Andara dan Andrea mendahului mereka. Lalu salah satu dari wanita dewasa itu menyuruh anak-anaknya itu bergegas dengan alasan, jika mereka sudah membahas sesuatu akan memakan banyak waktu bahkan kongres PBB pun kalah dengan diskusi mereka.
"Kayak kita dulu ya, Ra? Apalagi kalo Gadis ikutan diskusi. Makin lama!" Andrea mengenang masa lalunya dengan para sahabatnya dulu. Tak jauh beda dengan persahabatan yang dimiliki anak-anak mereka sekarang.
"Yang masih ngobrol aja, kami tinggalin!" ancam Andara yang sudah berada jauh di depan Sukma dan geng-nya.
Hingga para wanita muda bermukena itu berlarian mengejar dua wanita dewasa yang baru saja mengeluarkan ancaman itu.
***
Rumah sederhana itu sudah dipenuhi oleh beberapa warga yang akan ikut tahlilan dan kirim doa, ketika keluarga Bima datang dan mengucap salam. Mereka disambut oleh Akbar__ suami Nia, lalu mempersilahkan keluarga besar itu duduk di kursi yang tertata rapi di bawah tenda.Bima mengedar pandang, mencari keberadaan Kinan yang tak nampak di mana pun. Apa dia harus mencarinya masuk?
Ah, tak sempat. Acaranya sudah dimulai sekarang. Jadi pria itu memilih duduk tenang di antara para adiknya yang mulai membaca Alfatihah.
Malam ini begitu dingin, karena sisa aroma hujan yang membuat udara lembab atau mungkin juga karena ada seseorang yang baru saja berpulang, yang kata orang, malam akan terasa dingin dan panjang.
Namun ternyata, sosok yang tadi tengah dicari dengan perantara mata, ternyata sedang mengamati apa yang tengah terjadi di luar rumahnya. Kinan mengamati satu persatu anggota keluarga barunya, dengan rasa haru yang menyelimuti kalbunya. Hari ini dia ditinggal oleh seseorang yang sangat berharga baginya. Tapi Allah memberi gantinya pada hari yang sama pula, dengan jumlah yang lebih banyak dan Kinan tahu, hidupnya tak akan pucat tanpa warna meski ayahnya berpulang.
Sosok pria jangkung yang mengenakan koko putih dan sarung hitam dengan motif sederhana dengan sandal jepit warna pink miliknya, dia pandangi lebih intens dan lama. Meski mulutnya mengikuti lantunan doa, tak membuat matanya kesulitan untuk tetap memandangi pria yang telah halal untuknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...