Wajah Perpisahan

2.4K 344 25
                                    

Bima meraba dadanya yang sudah terbalut jas mahal yang dibawakan Mayang dari Jakarta. Kakak perempuannya itu saking bahagianya saat dia tahu bahwa adiknya akan melamar seorang wanita hari ini, segala sesuatu terkait lamaran langsung dia siapkan. Termasuk hadiah yang akan dibawa ke rumah calon adik iparnya.

"Dadanya kenapa, Kak Bim? Apakah ada letupan-letupan senapan di sana?"  Al yang sedang sibuk dengan kancing kemeja batiknya, tak kuasa menahan tanya pada pria yang berdiri di depan kaca besar di kamar mereka. Keduanya memang berbagi kamar karena hanya mereka yang belum memiliki pasangan.

"Letupan apa sih, Al?"

"Semacam debaran jantung yang nggak wajar gitu?"

"Emang kamu udah pernah ngerasain hal semacam itu? Letupan dan debaran?"

"Cuma nebak!"

"Ah, Kak Bim tahu. Apa kamu merasakan itu jika lagi berantem sama Cicak?"

Al mulai menyisir rambut cepaknya dengan sedikit jambul di atas dahinya. "Cicak lagi? Kalian kenapa suka sekali ngebahas Cicak Di Dinding itu, sih?"

"Biar kamu sewot!" Bima terkekeh lalu memakai arlojinya.

"Ntar Al balas, ya. Awas aja nanti kalo udah di rumah Mbak Kin."

"Namanya Kinan, Al."

"Suka-suka, Al. Ayo keluar! Pasti kita udah ditungguin yang lainnya. Duh ... Kak Bim, Anda terlalu tampan untuk sekedar lamaran. Gimana kalo langsung nikah saja!"

"Ngawur kamu!"

Al mendekat lalu melingkarkan tangannya pada salah satu lengan Bima. "Kuat jalan, nggak? Al gandeng, hayuk!"

Bima menuruti keponakan yang jahilnya sama persis dengan papanya itu meski dengan gerutuan. "Lama-lama kamu mirip Sukma juga, Al! Berisik!"

"Emang terinspirasi dari Kak Sukma. Dia itu berisik, tapi sejak kecil jika nggak lihat dia sehari saja kayak ada yang kurang. Benar 'kan, Kak?"

Bima pun mengangguk membenarkan. Kini keduanya sedang berjalan menelusuri koridor rumah klasik bak rumah raja jaman dulu itu. Keluarga mereka memang orang terpandang di sana dan hampir semua bidang ekonomi yang bergerak di daerah itu berada di bawah kepemilikan keluarga itu.

"Kak Sean dan Sia kenapa tidak ikut?" tanya Bima.

"Jadwal Kak Sia ke rumah sakit. Kalo sudah selesai, mereka akan segera ke sini. Eh, kita yang terakhir ternyata?" Pertanyaan Al kala melihat semua anggota keluarganya tengah berkumpul di ruang keluarga dengan formasi lengkap dan sudah rapi.

"Kalian laki-laki tapi lama banget dandannya?" Celetuk Sukma yang nampak serasi dengan baju pasangan dengan pria di sampingnya.

"Kak Bim tadi yang lama!" Al berkilah dan berbuah tatapan tajam dari Bima. Tapi Al seolah tak takut, pemuda itu malah tertawa terbahak. Dialah yang membuat Bima terlambat bersiap karena memakai kamar mandi terlalu lama. Bahkan tinggal memakai kemeja batiknya saja dia selingi dengan memainkan game online favoritnya terlebih dahulu.

"Sudah, ayo berangkat! Nanti keduluan hujan." Atma mengingatkan tentang cuaca di luar yang nampak berawan gelap. "Di sini kalo sore memang sering hujan."

"Untung Arsa udah sewa tenda buat rumah Mbak Kinan." Sukma menggandeng suaminya itu dengan rasa bangga. Sedangkan Bima hanya mengernyit saat mendengarnya.

Tak habis pikir dengan calon istrinya, tawarannya ditolak tapi bagaimana ceritanya Arsa bisa menyewa tenda untuknya?

Anggota keluarga yang berjumlah banyak itu pun berjalan keluar dan sudah ada dua bus travel yang menanti mereka.

Hubungan Bodoh ✔ LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang