Kertas Dan Pena

2.2K 352 74
                                    

Maaf sebelumnya, di part ini banyak mengandung kata-kata kasar😁

"Sukma ikut, Sa!"

Arsa membimbing istrinya yang merengek itu ke sofa yang ada di lobi agar berjajar dengan Ara dan Raina. "Jangan!" kata lembut tapi syarat perintah. "Nurut Arsa. Oke?" Saudaranya yang lain gampang saja pamit ke istri mereka tapi kenapa dia susah sekali?

"Dulu gue juga ikut, Sa. Kenapa sekarang tidak boleh?" Mata Sukma berair lagi, dan menetes lagi. Pipi kusam dan mata sudah memerah. Riasan cantik oleh MUA serasa sudah tak terlihat bekasnya di wajah Sukma.

Arsa sudah bermenit-menit membujuk Sukma, tapi kesepakatan belum didapat. Bahkan kaki Rangga sudah berdiri resah, pasalnya yang lainnya sudah berangkat dari tadi. Kiranya kapan dua sejoli menggelar drama perpisahan?

Menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Biasanya Arsa tak akan tega jika Sukma sudah merengek dengan air mata seperti sekarang. Tapi apa boleh buat, kali ini dia tak akan membawanya.

Arsa peluk istrinya itu lalu mengecup puncak kepalanya berkali-kali. "Sukma, coba bayangin kejadian waktu kita kecil dulu di tempat itu. Nggak ada bagusnya, 'kan? Tunggu kami di sini, sama Raina dan yang lainnya. Mama juga akan khawatir kalo kamu ikut. Jika kamu ikut, Raina dan yang lainnya juga pasti merengek ingin ikut. Kami ini sedang tak akan pergi piknik. Mau 'kan, Mbak Kinan cepat pulang?"

Sukma mengangguk. "Tapi kamu jangan kenapa-napa, ya?"

Arsa terkekeh. "Insyaa Allah. Doain dong, biar kami semua nggak kenapa-napa."

"Buruan sih, Sa! Kita udah ketinggalan jauh ini. Mana Kak Bima pake heli lagi. Makin nggak terkejar." Rangga mulai meresahkan. Hingga akhirnya berbuah cubitan di pinggangnya.

"Semangat bener yang mau berantem. Awas kalo nggak balik!" Ara mengancam Rangga yang tengah mengaduh kesakitan, karena tangannya masih mencubit pinggang suaminya itu.

"Gue harus balik! Biar kamu nggak balikan sama mantan kamu yang sok ngartis itu!" Rangga meringis lucu. "Harusnya ciuman mesra yang kamu kasih ke aku, Ra. Ini malah cubitan yang pedasnya minta ampun."

"Biar pedasnya terus kerasa dan bikin kamu ingat sama aku."

"Yuk, Sa! Cabutlah. Bisa nggak jadi pergi gue nanti kalo kelamaan di sini." Rangga mendekat pada Ara lalu mencuri cium dari pipi istrinya. Setelah itu melangkah pasti menuju mobil yang sudah terparkir di depan lobi dan tak mengindahkan gerutuan Ara.

"Aku pergi, ya?" Arsa menyusul Rangga setelah Sukma memberinya izin dengan anggukan kepala. Meski mulut wanita itu mencebik dan siap menangis lagi, tapi Arsa sudah kuatkan tekad agar tak goyah perkara wajah memelas istrinya kini.

"Kita telat, Sa!" Rangga duduk di belakang kemudi.

"Tenang aja sih! Pahlawan 'kan emang dateng paling akhir." Jawab Arsa enteng setelah duduk di kursi penumpang.

"Kencangkan sabuk pengamanmu, Bung!"

"I'm ready, Captain!"

***
Sebuah helikopter mendarat di antara container besar yang berjajar. Angin yang diakibatkan putaran kuat baling-baling dari burung raksasa itu telah menerbangkan debu sekitar yang menghalangi pandangan seorang pria yang memaksa Kinan turun dari kendaraan itu.

Kinan menolak menurut, tapi bisa apa dia karena tangan terikat di belakang tubuhnya dan mulutnya diikat kain dengan kencang. Berjalan berat makin menjauh dari helikopter dan mengikuti kemana pria asing itu akan membawanya.

Sebuah gudang di buka dan tampak gelap. Hanya sedikit sinar mentari yang menyusup masuk dari celah-celah ventilasi berdebu.

Si pria asing nampak bingung dan merasakan adanya keanehan. Tempat itu sepi, meski menyeru nama seseorang berkali-kali tak didapatinya siapapun berada di sana.

Hubungan Bodoh ✔ LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang