Things We Know

40 4 0
                                    

Things We Know

Gadis malang yang bermimpi akan masa depan rupanya terbaring menyedihkan dengan darah kental yang menggenangi kakinya. Siapa sangka ambisi buta membawanya pada kematian tidak terduga. Alasan karena dunia ini rusak juga mungkin ambisi gila manusia. Mereka begitu serakah menginginkan semuanya. 

Jika saja mereka lebih bijak. Jika saja mereka mengindahkan peringatan semesta akan hal-hal yang salah, pasti semuanya sedang terbaring di atas ranjang hangat mereka sambil meringkuk nyaman. Mereka pasti berpikir bahwa semua hal buruk yang terjadi selama puluhan tahun  ini hanyalah mimpi buruk yang segera menghilang sesaat setelah mereka terbangun dari tidurnya.

Tetapi, fakta bahwa segala kengerian ini adalah kenyatan membuatnya menjadi semakin menyeramkan. Siapapun tidak akan pernah berharap untuk tinggal lebih lama. Tidak ada yang ingin tinggal dalam kesengsaraan, membayar hutang pendahulu mereka yang serakah. Manusia malang ini tidak pantas mendapatkan dunia yang telah rusak sebagai tempat tinggal. Mereka berhak mendapatkan segala hal terbaik.

Dalam kesadaran yang tidak diketahui. Gambaran akan sesuatu yang asing menabrak penglihatan gadis malang ini. Awan gelap yang bergemuruh dibarengi kilatan menyilaukan mulai menyambar dari segala arah. Semua benda beterbangan kesana kemari lalu seketika tertarik pada pusaran yang perlahan terbentuk pada awan gelap yang menutupi pandangan. Gumpalan awan berwarna abu-abu itu lalu turun menjadi pusaran yang menerbangkan segala hal. Tidak ada yang mampu lepas, semuanya tersandat kesana seolah saling terhubung.

Enver tidak tahu apa yang terjadi setelah pusaran awan itu menyapunya. Mungkin menghilang secara ajaib sebagaimana yang terjadi pada kisah fantasi yang pernah dibacanya. Atau entah bagaimana karena semuanya kini telah berubah. Pemandangan kota dalam ilustrasi itu berubah menjadi padang gurun yang sangat terik.

Enver tidak tahu apa yang sedang dilakukannya saat ini. Lebih tidak tahu lagi mengapa dirinya bisa sampai kemari. Yang Enver mampu sadari adalah jejak kakinya yang terlihat sangat panjang seolah dia telah berjalan begitu jauh dari sisi dunia yang lain yang tidak mampu dilihatnya sebab sangat silau seolah matahari tidak hanya ada diatas kepalanya saja. Seolah mereka ada dimana-mana mengelilinginya. 

Kebutaan ini berakhir ketika perlahan sesuatu seolah membuat pasir keemasan ini bergetar. Arah getaran yang entah dari mana membuat atensi Enver terpecah tak tahu arah. Hingga akhirnya kaki Enver perlahan tersedot kedalam pasir halus yang semakinbergetar seiring waktu berjalan. Dalam situasi ini siapapun pasti tergerak untuk melepasakan diri dalam selimut kepanikan yang malah membuatnya semakin terjebak di dalam. Hingga akhirnya usaha sia-sia itu berakhir dengan tangisan keputusasaan.

Dalam beberapa detik berikutnya, mata Enver terbuka lebar menadapati kilatan menyilaukan yang membuat matanya seolah buta saat menatapnya. Dari langit yang sangat cerah tanpa awan yang menghiasi horizonnya, gemuruh air laut yang menyapu tepian pantai. Enver tidak tahu mengapa dirinya mendesah lega saat menatap kilauan pada permukaan air kebiruan yang tertimpa cahaya matahari siang. Setidaknya sampai gadis malang ini menyadari sebuah bola api tampak terbang di atas langit atau lebih tepatnya terjatuh dari atas langit dalam kecepatan  tinggi. Begitu kencang hingga gesekan permukaan bola yang terbakar dengan angin itu membuatnya semakin berkobar menyerupai ekor api yang menjadi semakin panjang seiring kecepatan jatuhnya. Kepanikan yang sempat menghilang itu kembali menyelimuti dirinya yang tidak berdaya. Seolah seluruh otot ditubuhnya tidak lagi bertenaga. Seolah tulangnya meluruh seperti es yang mencair. Tubuh Enver terjatuh diatas pasir halus. Berikutnya Enver tidak tahu apa yang terjadi karena sesuatu atau seseorang menepuk bahunya beberapa kali membuatnya segera menoleh.

"you have to WAKE UP!!!"

"Uwaahhhhhh!!!!!!"

Enver terbangun karena teriakannya sendiri. Gadis itu tidak begitu mengingat apa yang baru saja terjadi karena sebelum kepala cantiknya sempat mencerna semua informasi yang diterima dalam waktu singkat, pening yang tiba-tiba terasa membuatnya mengeryit kesakitan dan mengerang dalam diam. Mengaduh berkali-kali sampai rasanya Enver ingin memecahkan kepalanya untuk meringankan rasa sakit yang tidak terkira itu. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang