7. Tiara Pernikahan🌙

47 9 0
                                    

Pesta ngunduh mantu atau penyambutan menantu sangat meriah, apalagi dengan status Tirta Wungu sebagai kadhaton besar dan superior. Tampak dari dekorasi di tiap sudut istana serta menu yang disajikan. Tak luput pula pakaian yang mereka kenakan. Semuanya mewah.

Sepasang pengantin baru itu duduk bersandingan di kursi pelaminan, menyalami para tamu undangan. Kali ini mereka memakai pakaian berwarna emas. Wulandari harus memakai banyak perhiasan kembali. Hal ini membuatnya tidak nyaman.

"Apa kau baik-baik saja, Dinda?"

"Kepalaku sedikit pening. Aku tidak terbiasa memakai perhiasan sebanyak ini."

"Tahan sebentar ya. Ini tidak akan lama. Setelah itu kau bisa beristirahat," hibur Prabaswara, dibalas senyum simpul Wulandari.

Prabaswara juga menggenggam jemari Wulandari. Sentuhan Prabaswara memberikan kenyamanan untuk Wulandari.

Tamu pesta ngunduh mantu justru lebih banyak daripada prosesi panggih kemarin. Sebagian ada yang memuji sepasang mempelai, tak jarang juga ada yang menyayangkan keputusan pengantin yang memilih menikah muda.

"Bukankah pamali jika adik laki-laki melangkahi kakak perempuannya? Jika saya berada di posisi Putri Larasati, pasti sangat sakit hati karena dilangkahi adik laki-lakinya."

"Mau bagaimana lagi? Prabaswara sendiri yang bersikeras ingin menikah. Katanya dia jatuh cinta pandang pertama pada Wulandari dan ingin segera menikahinya. Padahal kami sudah mengingatkan melangkahi kakak perempuan adalah pamali karena ditakutkan jodohnya telat datang."

"Sangat disayangkan, di balik wajahnya yang terlihat pendiam, ternyata Pangeran Prabaswara sangat keras kepala."

"Semoga Putri Larasati dimudahkan mendapat jodoh. Kasihan sekali putri sebaik dirinya telat menikah karena dilangkahi adik laki-lakinya yang bahkan tidak memiliki eksistensi dalam pergaulan bangsawan."

Prabaswara tersenyum miris mendengar pembicaraan beberapa bangsawan dengan eyangnya. Bukankah yang bersikeras melakukan pernikahan ini adalah keluarganya? Prabaswara dan Wulandari bahkan baru dua kali bertemu. Sebenci apa pun Larasati padanya, Prabaswara juga tidak berniat melangkahi kakak perempuannya.

"Apa kau baik-baik saja?" Wulandari balik bertanya. Ia juga mendengar pembicaraan para bangsawan itu.

"Aku tidak apa-apa."

"Jangan kau dengarkan mereka. Toh mereka juga tidak mengetahui kebenarannya, bukan?" hibur Wulandari.

Prabaswara tersenyum tipis. Ia harus menulikan pendengarannya selama pesta berlangsung.

***

Tak lama kemudian, pesta berakhir. Para tamu berangsur meninggalkan aula istana, menyisakan anggota keluarga kadhaton serta para dayang dan punggawa.

"Sekarang kita bisa kembali ke puri, Dinda."

Mereka berjalan bersisian menuju puri. Puri Klawu yang Prabaswara huni terletak paling belakang dalam kompleks istana, cukup jauh dari aula. Sesekali Prabaswara menggandeng tangan Wulandari, terlebih jika tampak banyak orang di depan jalan mereka. Mereka memulai sandiwara yang telah direncanakan.

"Kita sudah tiba, Dinda."

"Purimu terlihat luas," gumam Wulandari.

"Puri Klawu justru paling kecil. Walaupun kecil tetap nyaman."

"Perkenalkan, saya Gati yang akan menjadi emban pribadi Kanjeng Putri Wulandari. Mohon bantuannya, Kanjeng Putri." Di depan pintu kamar, mereka disambut oleh beberapa dayang. Salah satunya Gati, yang akan menjadi emban pribadi Wulandari.

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang