Respati dan Adaninggar membawa Indurasmi ke taman. Indurasmi kini telah menginjak tiga bulan dan semakin menggemaskan. Sebagai pasangan baru, mereka mulai belajar mempersiapkan diri sebagai orang tua dengan Indurasmi sebagai subjek belajarnya.
"Ahh... melihat Diajeng Indurasmi yang sangat menggemaskan, aku jadi ingin memiliki adik perempuan," gumam Adaninggar.
"Setelah menikah denganku, bukankah Dinda kini memiliki dua adik perempuan? Adikku jugalah adikmu. Lalu, daripada ingin adik perempuan lagi, mengapa tidak anak perempuan sekalian?"
Adaninggar memalingkan wajah. Respati mulai mengodenya untuk merencanakan hadirnya keturunan.
"Jika aku baru ingin memiliki anak dua tahun lagi, apakah Kanda tidak keberatan?"
"Tentu tidak, Dinda."
Indurasmi tiba-tiba berceloteh yang lebih terdengar seperti gerutuan, seakan menyindir kakak dan iparnya yang asyik sendiri dan mengabaikannya.
"Ahh... suara Diajeng menggemaskan sekali." Adaninggar kembali fokus pada Indurasmi di gendongannya. Ia mencubit pelan dan menciumi pipi Indurasmi saking gemasnya.
"Sudah pantas menjadi ibu yang baik untuk anak-anakku kelak," gumam Respati.
"Kau ini bisa saja." Pipi Adaninggar terlihat merona.
"Hmm... Dinda ingin memiliki berapa anak?"
"Terserah Kanda ingin berapa."
"Jangan katakan terserah. Yang akan mengandung kan Dinda, jadi hanya Dinda yang paham kondisi fisikmu, termasuk rahimmu. Untuk apa aku menuntutmu memberiku banyak keturunan jika itu membahayakan nyawamu sendiri?"
Adaninggar tertegun dengan balasan Respati. Tak disangka, Respati telah berpikir sejauh itu dan sangat mempedulikannya.
"Baiklah. Aku ingin memiliki tiga anak."
"Aku sepakat." Respati merangkul Adaninggar.
***
Prabaswara dan Wulandari belum kembali ke Tirta Wungu. Lebih tepatnya malas kembali karena Wulandari masih menyimpan kekesalan pada kakek mertuanya yang telah menganggu momen bahagia di hari pernikahan Respati.
Kali ini mereka mengintip dari balik pohon, melihat Respati dan Adaninggar menghabiskan waktu berdua di taman. Oh, tidak berdua saja. Ada Indurasmi dalam gendongan Adaninggar.
Pantas saja Indurasmi tidak ada di kamar. Kalau sudah begini, Wulandari harus mengurungkan niat bermain bersama adiknya karena tidak ingin menganggu kakaknya yang sedang kasmaran.
"Sepertinya mereka sedang belajar menjadi orang tua," gumam Prabaswara. Wulandari menarik bibirnya ke dalam, menahan tawa.
Tapi kasihan juga Indurasmi. Bagaikan nyamuk di antara orang yang sedang kasmaran.
"Tapi kasihan Diajeng Indurasmi jika harus menjadi bibi di usianya yang masih sangat kecil."
Kali ini Wulandari tak mampu menahan tawanya. Intonasi Prabaswara barusan terdengar lucu.
"Jadi, apakah kita harus mengganggu keromantisan mereka untuk bisa bermain bersama Diajeng Indurasmi?" tanya Prabaswara.
"Biarkan dulu, Kanda. Tidak baik mengusik pengantin baru yang tengah kasmaran."
"Baik. Tapi kita tidak bisa terus mengintip dan menguping di sini. Tapi aku juga bingung harus melakukan apa."
"Temani aku memetik bunga di taman puriku!" Tanpa menunggu persetujuan, Wulandari langsung menarik tangan Prabaswara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prabaswara [Complete√] ~ TERBIT
RomancePrabaswara adalah pangeran Kadhaton Tirta Wungu yang kehadirannya antara ada dan tiada. Prabaswara kerap mendapat perlakuan buruk dari keluarganya. Ia sangat takut tak ada putri yang mencintainya karena status dan kondisinya. Wulandari adalah putri...