5. Malam Calon Pengantin🌙

65 8 0
                                    

Pernak-pernik pesta pernikahan telah terpasang di seluruh sudut istana Kadhaton Kembang Arum. Meskipun demikian, persiapan belum selesai. Semua orang di istana tetaplah sibuk. Para juru masak sibuk mempersiapkan hidangan. Para prajurit semakin memperketat keamanan.

Wulandari lebih memilih memendam semua perasaan yang mengganjal ini sendirian. Namun karena minimnya reaksi darinya, membuat semua orang di istana justru cemas. Mereka takut jika emosi Wulandari tiba-tiba meledak dan tak terkendali di saat yang tak terduga.

"Semalam Wulandari menangis sebelum tidur. Ia bilang belum siap menikah," lapor Sasikirana. Dua malam ini ia sengaja menemani Wulandari tidur. Setelah dua hari diam, akhirnya Wulandari menangis meluapkan isi hatinya.

"Kesedihanmu dan kesedihan putra-putri kita adalah kesedihanku juga, Dinda. Sejujurnya aku belum rela melepasnya secepat ini, tetapi apa mau dikata, pernikahannya sudah diatur sedemikian rupa oleh Tirta Wungu. Yang harus kita lakukan sekarang hanyalah selalu mendampingi Wulandari. Lazimnya seorang putri yang hendak menikah, orang tua akan memberi kasih sayang dan memanjakannya sebelum putri mereka pergi membangun bahtera rumah tangga bersama suaminya."

"Jadi begini rumitnya pernikahan antara putri dari kadhaton kecil dengan pangeran dari kadhaton besar. Apalah daya kita yang sama-sama berasal dari kadhaton kecil," gumam Sasikirana.

"Kita sama-sama terlahir di kadhaton kecil, tetapi kecil berarti kita bahagia. Setidaknya kita harus bersyukur karena putri kita dijadikan istri pertama, bukan selir apalagi simpanan."

Pasangan putra mahkota masih membicarakan banyak hal seputar pernikahan putri mereka yang akan dilangsungkan tiga hari lagi. Taranggana dan Sasikirana sama-sama mencemaskan keadaan Wulandari.

"Kau jangan terlalu cemas dan banyak berkegiatan, Dinda. Beristirahatlah. Jangan membahayakan dirimu dan putra kita yang ada dalam kandunganmu. Aku akan keluar menyambut Kangmas Bratadikara," pesan Taranggana.

"Aku ikut, Kanda," bujuk Sasikirana. Ia ingin menyambut Bratadikara, kakak kandungnya, yang tentu diundang dalam pernikahan Wulandari.

"Istirahatlah saja, Dinda. Kau pasti lelah setelah menenangkan Wulandari. Nanti kau bisa bertemu dengannya."

Sasikirana mengangguk patuh. Sebelum pergi, Taranggana mengelus perut buncit dan mencium kening istrinya.

Apakah setelah menikah, Wulandari akan mendapatkan perlakuan kecil namun romantis seperti ini dari suaminya?

***

"Kanjeng Prabu meminta Anda memilih tiara untuk calon istri Anda di ruang pertemuan, Kanjeng. Kanjeng Prabu juga menitipkan kunci rantai pada saya. Izinkan saya melepaskannya, Kanjeng." Kenangkali meminta izin pada Prabaswara untuk melepas belenggu di tangannya. Prabaswara harus segera ke ruang pertemuan.

Dua hari menghabiskan waktu dengan tangan terbelenggu, tampak ada bekas merah pada kedua pergelangan tangan Prabaswara.

"Apakah pergelangan tangan Kanjeng baik-baik saja? Apakah ada keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman? Saya akan memberikan kompres dahulu sebelum menuju ruang pertemuan."

"Kau ini terlalu berlebihan, Kenang. Aku baik-baik saja, tuh," pamer Prabaswara sambil menggerakkan kedua lengannya.

"Syukurlah jika Kanjeng baik-baik saja."

"Menurutmu, tiara apa yang harus kupilih untuknya, Kenang?" tanya Prabaswara, mengalihkan pembicaraan.

"Tiara apa pun pasti cocok disematkan pada kepala istri Anda, Kanjeng. Saya tidak mengetahui banyak hal mengenai perhiasan wanita. Saya percaya pilihan Kanjeng Pangeran Prabaswara tidak akan mengecewakan Kanjeng Putri."

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang