39. Menantu Kesayangan🌙

38 5 0
                                    

Prabaswara tak bisa melawan perintah Prabu Gandarwidura yang memaksa Wulandari untuk mengobati Pramudhana. Terpaksa ia melepas Wulandari keluar sendirian untuk melaksanakan panggilan tugas mulia tetapi sangat berisiko.

Wulandari juga tak kuasa menolak permintaan sang prabu, meskipun dirinya takut. Takut tidak bisa memberikan hasil terbaik, takut pula jika Pramudhana kembali menerkamnya ketika sadar. Namun puncak ketakutannya adalah takut terjadi apa-apa pada Prabaswara selagi ditinggal mengobati Pramudhana.

"Kami menjemput Kanjeng Putri Wulandari untuk segera ke Puri Abang."

"Sekarang?"

"Pergilah. Aku bisa menjaga diri." Prabaswara menangkupkan telapak tangannya pada pipi Wulandari.

"Aku segera kembali jika tugasku selesai."

"Tentu. Aku percaya Dinda selalu kembali padaku." Sebelum Wulandari beranjak, Prabaswara mengecup kening istrinya.

Dengan langkah berat, Wulandari keluar dari rumah barunya selama beberapa hari belakangan. Meninggalkan Prabaswara sendirian yang masih setia tersenyum meyakinkan.

Semoga ia bisa melakukan tugasnya. Semoga saja tak terjadi apa-apa pada Prabaswara.

***

"Sekarang laksanakan tugasmu. Aku sengaja tak memberimu waktu untuk menyembuhkan Pramudhana, tapi bukan berarti kau bisa bersantai. Hidup mati Prabaswara ada di tanganmu. Jika kau berhasil, nyawa Prabaswara selamat, meskipun ia harus meninggalkan istana. Namun jika kau gagal, seperti yang kukatakan dalam sidang, Prabaswara harus meninggalkan dunia dan kau akan menjadi janda. Kau tak ingin menjanda di usia muda, bukan?"

Ucapan Prabu Gandarwidura membuat Wulandari merinding. Nasib dua nyawa berada dalam tangan Wulandari.

Setelah mengancam, Prabu Gandarwidura meninggalkan kamar Pramudhana. Hanya ada seorang tabib yang tinggal, membuat hawa makin mencekam.

"Silakan, Kanjeng Putri."

Wulandari takut-takut mendekati ranjang Pramudhana. Dalam kondisi tidak sadar saja aura Pramudhana begitu kuat.

"Bagaimana kondisi terakhirnya, Tabib?"

"Pendarahannya memang sudah berhenti sejak beberapa hari lalu. Namun kami tidak bisa menebak apa yang membuat Pangeran Pramudhana tak kunjung siuman."

"Apakah ada luka dalam?"

"Sejauh yang kami lihat, tidak ada, Kanjeng."

"Apakah kebutuhan cairannya terpenuhi?"

"Maksud Kanjeng?"

"Pangeran Pramudhana mengalami pendarahan, sehingga mungkin keseimbangan cairan dalam tubuhnya terganggu. Kita harus menggantikan cairan yang hilang dengan cairan baru agar cairan tubuh kembali seimbang."

Tabib tersebut kagum dengan penjelasan Wulandari. Selama ini mereka tidak memberikan asupan cairan yang cukup untuk Pramudhana karena dirasa sulit memberikannya dalam kondisi tidak sadar.

"Apa yang perlu kita lakukan?"

"Saya membutuhkan air kelapa muda."

"Baik, Kanjeng. Akan kami carikan."

Tabib keluar kamar, meninggalkan Wulandari sendirian. Kamar terasa sunyi. Wulandari berusaha meyakinkan dirinya akan baik-baik saja.

Untunglah tabib cepat kembali membawa dua buah kelapa muda. Tabib membantu Wulandari membuka mulut Pramudhana dan menyuapkan airnya.

"Syukurlah Kanjeng Pangeran tidak menolaknya."

Sembari melihat reaksi tubuh Pramudhana, Wulandari menyentuhkan tangannya pada bahu Pramudhana yang dibebat karena patah tulang.

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang