1. Dua Sisi Berbeda🌙

104 10 0
                                    

Kadhaton Tirta Wungu

Seorang remaja putra yang mengenakan pakaian bangsawan berlari di koridor istana. Bahunya memanggul busur dan anak panah. Ia harus mengejar seseorang di depannya.

"Kangmas! Tunggu aku!"

Pemuda di hadapannya tak mendengarkan panggilannya. Dilihat dari perawakannya, ia lebih tua dari sosok yang mengejarnya. Ia tetap berjalan cepat, seakan menghindari kejaran remaja itu.

"Kangmas Pramudhana, aku ingin ikut berlatih memanah."

Pemuda yang dipanggil Pramudhana itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Sosok yang mengejarnya juga berhenti beberapa meter darinya. Pramudhana membalikkan badan, menatap orang itu dengan ekspresi kesal.

"Kenapa kau ingin ikut berlatih memanah denganku, Prabaswara?"

Remaja bernama Prabaswara itu masih berusaha menetralkan deru napasnya. Tapi melihat tatapan Pramudhana yang mulai tak bersahabat, ia harus segera menjawab pertanyaan.

"Hanya ingin mengisi waktu luang, Kangmas. Aku juga ingin belajar bersama Kangmas."

"Kau belajar saja sendiri!" Pramudhana membalas ketus, kembali melenggang meninggalkan Prabaswara.

"Tapi, Kangmas...."

"Kau akan mengacaukan latihanku jika kau ikut serta! Kemampuanmu masih jauh di bawahku. Sudahlah, didikan di padepokan dengan kau yang hanya belajar di istana sangatlah beda. Aku tak yakin kau bisa mengikuti ritme latihanku." Pramudhana sempat menoleh sekilas. "Sudahlah! Kau mengganggu waktuku!"

Mendengar penolakan Pramudhana, Prabaswara menunduk sedih. Hingga usianya sekarang yang sudah 16 tahun, ia tak pernah memiliki kesempatan untuk sekadar bermain dengan Pramudhana, kakak sulungnya. Saat mereka bertemu, Pramudhana biasanya hanya melontarkan sindiran padanya.

"Baiklah, Kangmas," desis Prabaswara lirih, saat punggung Pramudhana sudah menghilang.

Prabaswara berbalik arah. Dia akan berlatih sendirian di taman belakang purinya. Entahlah kemampuan memanahnya bisa dikatakan meningkat atau tidak, karena tidak pernah ada yang melihatnya berlatih.

"Lama tidak berjumpa, Mbakyu Larasati. Apa kabar?" Dalam perjalanan kembali ke purinya, Prabaswara berpapasan dengan Larasati yang merupakan kakaknya.

Sayangnya Larasati tak membalas sapaannya. Justru berlalu sambil mendengus.

"Bagaimana pendidikan Mbakyu di padepokan?"

Larasati baru saja kembali ke istana setelah tiga bulan menempuh pendidikan lanjutan di padepokan. Ia memilih pergi ke padepokan untuk memperdalam ilmu kanuragannya.

"Yang pasti menyenangkan karena aku tidak perlu bertemu denganmu," balas Larasati ketus.

Prabaswara hanya tersenyum mendengar balasan kakaknya. Entah sampai kapan ia bisa tahan dengan sikap kedua kakaknya. Prabaswara sangat berharap ia bisa dekat dengan kakak-kakaknya walau hanya sesaat.

***

Pada saat bersamaan, di sebuah kadhaton kecil yang terletak tak jauh dari Tirta Wungu.

"Posisimu memegang busur kurang tepat, Diajeng."

"Iya, iya. Begini bukan, Kangmas?"

"Benar."

"Aku tahu itu." Gadis itu menoleh, mengerlingkan mata pada pemuda di belakangnya yang ia panggil kangmas.

"Sekarang coba arahkan anak panah pada target."

Gadis itu memfokuskan pandangannya pada target. Targetnya hanya sederhana, sebatas tumpukan kaleng. Ketika merasa bidikannya telah tepat, ia menarik busur panah.

Prabaswara [Complete√] ~ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang