"Rasa cinta itu terbentuk ketika dua insan saling percaya, berbagi kenyamanan, dan saling berjuang."
•°•°•°•°•Serambi Masjid•°•°•°•°•
-
-
-Fillah pernah mengatakan, dalam waktu empat puluh hari adalah masa-masa di mana pasangan yang baru menikah, saling mengenal, mengungkap kelebihan dan kekurangan, serta memahami karakter masing-masing. Biasanya dalam proses itu, bibit-bibit cinta akan muncul.
Namun bagi Ilana, waktu empat puluh hari tidaklah cukup. Baik ia maupun suaminya tak merasakan apa pun seperti rasa cinta. Masih ada benteng tak kasat mata yang harus mereka hancurkan perlahan-lahan.
Kendati demikian, bukannya Ilana semakin mendekat kepada Fillah agar hubungan mereka semakin dekat, tapi ia malah berusaha menjauh. Ia terus dirundung rasa bersalah setiap harinya. Kenyataan membuatnya berkali-kali kecewa kepada dirinya sendiri.
Perempuan itu semakin merasa dirinya hancur ketika kala itu melihat Fillah bersama dengan Tyas di taman pesantren. Bukan lantaran Ilana cemburu, melainkan ia justru merasa sangat bersalah.
Senyum dan tawa yang dilontarkan kedua orang yang adalah sepasang sahabat itu seolah membuatnya semakin merasa buruk. Senyum lebar yang yang belum pernah ia lihat, juga tawa yang belum pernah ia dengar dari seorang Muhammad Fillah Sahef al-Anshari.
Jadi, untuk menenangkan diri, Ilana memilih untuk menghindari suaminya sementara. Sudah hampir seminggu ia tidur di asrama dengan dalih merindukan teman-temannya. Pulang hanya pada pagi hari untuk memasak yang saat itu pun Fillah masih belum pulang dari masjid. Ia juga pernah menghindari laki-laki itu saat mereka bertemu di halaman masjid seusai shalat isya.
Hal tersebut ia lakukan karena tidak mau menghancurkan persahabatan— atau bahkan percintaan Fillah dengan Tyas. Ia tidak mau semakin dekat dengan laki-laki itu.
"La, kamu serius malam ini tidur di sini lagi?" tanya Yesi yang baru kembali dari masjid bersama dua temannya, mendapati Ilana masih ada di dalam asrama seperti seminggu terakhir.
Ilana menoleh ke arah mereka, lalu mengangguk mengiyakan.
Yesi menghampiri Ilana setelah menyimpan mukenanya. Duduk di sebelah temannya itu, lalu membantu melipat beberapa pakaian yang ia produksi bersama Ilana ke dalam plastik bening.
"Apa nggak sebaiknya kamu kembali ke rumah saja, La?" saran Yesi sembari melirik sekilas ke arah Ilana. "Lagipula, proyek kita sudah selesai, tinggal diserahkan saja ke Bu Lina," sambungnya.
"Kayaknya, nggak. Aku pengin di sini dulu untuk beberapa hari lagi," jawab Ilana.
"Apa kamu nggak kasihan sama Gus Fillah?" tanya Hanum yang baru keluar dari kamar mandi, kemudian duduk di ranjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serambi Masjid
Teen Fiction[Romance - Spiritual] Dunia Ilana itu hanya dipenuhi luka, derita, dan air mata. Terlebih, setelah mamanya tiada, rasa sakit yang Ilana rasakan kian luar biasa. Hingga Ilana lupa bagaimana cara untuk tertawa. Kepahitan hidup yang semakin menjadi-ja...