54: Usaha yang Dikerah

2.9K 309 403
                                    

Selamat datang kembali di bab terbaru Serambi Masjid ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat datang kembali di bab terbaru Serambi Masjid ~

Terima kasih yang sudah setia menunggu cerita ini update ♡

Yuk biasakan vote dulu sebelum membaca! 4000-an kata ini, lho!

Tolong komen di setiap paragraf, serta tandai jika ada typo!

Bab ini masih menuju klimaks, jadi disarankan kalian membacanya dalam keadaan emosi yang baik. Semoga juga bisa sabar dan bertahan. Ambil baiknya, buang buruknya.

Selamat membaca!
Jangan lupa awali dengan basmallah.

“Sejatinya, fitrah manusia yang tidak pernah merasa puas dan selalu mencari yang sempurna sengaja Allah tempatkan agar kita selalu mencari-Nya.”

— Kalam Guzelim —

_________ Serambi Masjid __________

-
-
-

Berhasil. Sekiranya itu kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang dilakukan Cakra setelah berjam-jam lamanya. Seluruh persendian tubuh sudah kaku seperti mayat sebab tidak banyak bergerak. Matanya pun memerah lelah akibat terlalu lama berhadapan dengan monitor komputer.

Guna memberi hadiah kecil pada usahanya, Cakra beranjak dari kursi yang diduduki, lantas berjalan ke arah jendela kamar. Kaca tembus pandang ukuran 50 cm × 50 cm itu dibuka, mempersilakan embusan angin malam untuk berinvasi ke ruang kamar yang mulanya terasa sumpek. Kemudian cahaya bintang-bintang yang mampu menepis gemerlapnya langit, terpantul di kedua iris cokelat milik Cakra.

Katanya, orang yang telah tiada akan menjelma jadi bintang. Itu memang hanya sebuah kalimat penenang agar yang ditinggalkan tak larut dalam kesedihan. Namun, Cakra genggam kalimat itu untuk mengenang mamanya. Ia yakin Mama telah menjadi bintang yang berpendar paling terang, bergabung dengan gugus bintang lainnya untuk memperindah langit.

"Mama ...." Laki-laki itu bergumam. "Cakra ada di titik sekarang karena Allah dan juga pesan Mama untuk jagain Ila. Cakra akan berusaha semampu Cakra untuk memenuhi peran Mama dan Bapak, meski harus mengorbankan masa depan Cakra."

Menjadi seorang anak sulung memang tidak mudah, terlebih jika merangkap sebagai pengganti peran kedua orang tua. Masa depan terpaksa digadaikan, kebahagiaan sering kali dikorbankan. Ia menjaga yang termuda tanpa memikirkan dirinya sendiri akan dijaga oleh siapa. Namun, Cakra sendiri sadar, jika tidak ada Ilana yang menemani, tidak akan ada kata bangkit dalam kamus hidupnya.

"Cakra nggak akan biarkan Ila tersakiti lagi. Kalau Cakra nggak bisa menyelamatkan Mama waktu itu, Cakra harus bisa menolong Ilana kali ini," katanya kala kenangan tentang Mama berkelebat di dalam benak. Ia masih saja merasa bersalah sebab empat belas tahun yang lalu tidak dapat mengusahakan apa pun untuk Mama, bahkan sekadar bercakap-cakap untuk terakhir kali sebelum tiada.

Serambi MasjidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang