[Romance - Spiritual]
Dunia Ilana itu hanya dipenuhi luka, derita, dan air mata. Terlebih, setelah mamanya tiada, rasa sakit yang Ilana rasakan kian luar biasa. Hingga Ilana lupa bagaimana cara untuk tertawa.
Kepahitan hidup yang semakin menjadi-ja...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selamat datang kembali di bab terbaru Serambi Masjid ~~
Terima kasih yang sudah setia menunggu cerita ini update ♡
Peringatan, untuk bab ini sampai beberapa bab selanjutnya adalah bab menuju klimaks, di mana mungkin mengundang emosi pembaca. Jadi, diharapkan kalian membaca bab ini jangan dalam keadaan badmood atau sedang memiliki banyak pikiran, terlebih saat puasa. Harap sabar juga dan semoga bisa bertahan :)
Semoga kalian bisa mengambil amanat dari setiap bab.
Selamat membaca! Jangan lupa awali dengan basmallah...
Jangan lupa untuk vote dan komen di setiap paragraf juga!
Tolong tandai kalau ada typo, ya^^
“Cinta kepada manusia adalah seni menyakiti diri sendiri. Namun, bukannya menyesal, aku justru menyukai kesakitan itu."
- Ilana Adzkiya -
_________ Serambi Masjid __________
- - -
"Bu Ilana, kami telah menyelidiki kasus ini secara saksama dan menemukan bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa Andalah pelaku utama yang telah meracuni Ustazah Marwah. Jadi, bisakah anda jelaskan kenapa berbuat demikian?"
Sudah dua kali interogasi, pun lebih dari lima kali mendapat pertanyaan yang sama, Ilana tetap bungkam di depan polisi yang betugas untuk menginterogasi. Ia duduk dengan tenang sembari menunjukkan ekspresi datar dan tak terbaca. Gelagatnya pun layaknya patung yang diam tanpa bergerak. Bahkan untuk membela diri saja seperti tak sudi.
"Sebelumnya Anda sendiri mengakui perbuatan Anda, tetapi sekarang kenapa Anda diam saja?" Penyidik kembali mengajukan pertanyaan, sementara Ilana tetap bergeming dengan tatapan mata terpaku pada dinding tak bernyawa di belakang polisi, seolah-olah barisan semut yang merayap di sana lebih menarik untuk diperhatikan.
Embusan napas keluar dari mulut si polisi sebelum berkata, "Anda tahu konsekuensinya jika tetap bersikeras menyembunyikan kebenaran, Bu Ilana? Ini bisa semakin memperburuk posisi Anda."
Namun, seberapa banyak polisi bersikeras memancing Ilana untuk bersuara, perempuan itu hanya diam seribu bahasa, seolah-olah tidak terpengaruh dengan pertanyaan-pertanyaan intimidatif tersebut. Sorot matanya tajam, tetapi tidak ada yang mengerti bahwa itu menyimpan luka yang mendalam.
Akhirnya polisi menyerah sebab dirasa sia-sia saja menginterogasi satu terdakwa yang masih enggan membuka suara. Mungkin Ilana memerlukan waktu sejenak mengingat perempuan itu tidak dalam kondisi yang baik untuk dimintai keterangan. Untuk selanjutnya, pihak kepolisian akan meminta psikiater Ilana untuk membantu dalam memudahkan proses interogasi, sebab harus berhati-hati dan teliti.