"Jika ada kata yang melukaimu, menunduklah dan biarkan ia melewatimu. Jangan dimasukkan ke dalam hati agar hatimu tidak lelah."
-Ali bin Abi Thalib-
•°•°•°•°•Serambi Masjid•°•°•°•°•
-
-
-"Nyebelin banget Si Nasya. Bisa-bisanya dia ngomong yang nggak-nggak ke Ilana, apalagi bawa-bawa nama orang tua. Astaghfirullah."
Perempuan berkacamata itu menggerutu sembari memainkan sedotan pada gelas es tehnya. Setelah kejadian beberapa saat yang lalu, ia dan kedua temannya membawa Ilana ke kantin. Mengompres pipi lebam Ilana menggunakan es batu.
"Tapi, aku puas banget lihat Ila balas menampar Nasya," ucap Yesi yang duduk di samping Muna. Sepertinya ia yang paling geram kepada Nasya. "Kenapa kamu nggak sekalian gaplok dia pakai sepatu? Ah, pasti lebih mantap."
Ilana yang mendengar itu hanya tertawa kecil, membuat pipinya terasa perih lagi.
"Seharusnya kamu sudah balas Nasya semenjak dia ganggu kamu," saran Hanum.
Ilana hanya tersenyum. Tangannya masih menempelkan es batu ke pipinya. "Percuma aku ladenin dia. Nasya nggak akan berhenti mengganggu sebelum dirinya lelah sendiri."
Yesi, Muna, dan Hanum berpikir sejenak, lalu mengangguk perlahan. Ilana saja hafal dengan sifat Nasya, apalagi mereka yang sudah lebih lama mengenal Nasya. Heran saja, kenapa Tyas bisa bertahan menjadi roommate Nasya.
"Tapi, setidaknya kamu beritahu kejadian tadi ke Gus Fillah. Beliau berhak tahu."
Ilana menggeleng menanggapi ucapan Hanum.
"Kenapa?"
"Cuma hal sepele, Han, Gus Fillah nggak perlu tahu." Ilana menjawab dengan santainya. Seolah apa yang ia hadapi hanya masalah kecil dan tidak perlu diketahui oleh orang yang sekarang mengemban tanggung jawab sebagai suaminya.
*
*
*Ilana memilih pulang ke rumah setelah shalat isya di masjid. Awalnya, ia khawatir jika santri yang merupakan mahasiswa akan membicarakan tentang kejadian tampar-menampar di kampus tadi pagi. Namun, ia bersyukur sebab para santri tidak membahasnya. Ia tidak mau keluarga pesantren sampai tahu dan permasalahan menjadi semakin panjang.
Ketika membuka pintu kamar, Ilana sedikit terkejut mendapati suaminya tengah berkutat di depan layar laptop yang menampilkan zoom meeting.
"Gus... Assalamu'alaikum."
Mendengar suaranya, Fillah langsung mematikan microphone dan video zoom agar dirinya tak terlihat oleh orang-orang yang ada di zoom. Laki-laki itu mengalihkan pandang, melihat Ilana yang memasuki kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serambi Masjid
Novela Juvenil[Romance - Spiritual] Dunia Ilana itu hanya dipenuhi luka, derita, dan air mata. Terlebih, setelah mamanya tiada, rasa sakit yang Ilana rasakan kian luar biasa. Hingga Ilana lupa bagaimana cara untuk tertawa. Kepahitan hidup yang semakin menjadi-ja...