Brian POV
Masih belum ada jawaban yang keluar dari mulut Bella membuatku sedikit kecewa. Padahal aku berharap kalau dia bakal bilang iya. Aku tau saat pertama kali dia datang ke rumahku aku bilang aku benci sama dia. Ya, aku memang benci sama dia.
Aku benci karna dia membuatku gak bisa berhenti mikirin dia. Aku benci dia karna dia bikin aku gak bisa melirik gadis lain selain dia. Aku benci sama dia karna membuat perasaanku hanya tertuju padanya selama hampir 8 tahun. Aku benci sama dia karna dia selalu bikin aku cemburu saat dia dekat sama cowok lain. Aku benci dia karna dia bikin perasaanku terombang-ambing. Dengan kata lain aku sangat menyukainya.
Tapi karna hal itu juga aku mengalami kenyataan pahit. Aku mengalami perselisihan karna perasaanku ke Bella. Bahkan perselisihan itu mengakibatkan permusuhan. Tapi meskipun begitu aku tetap gak bisa menghilangkan rasa ini. Dan sudah cukup rasanya aku ngalah sama dia. Terlalu lama aku diam. Terlalu lama aku mengalah. Dan sekarang gak ada lagi yang namanya mengalah. Aku gak akan melepaskan Bella gitu aja. Aku gak akan menjadi pengecut layaknya aku beberapa hari yang lalu. Aku akan mendapatkan hatinya.
"So?" Tanyaku saat Bella masih belum juga menjawab pertanyaanku.
"Ehm, ak..aku.. Aku gak tau." Jawabnya.
"Kenapa gak tau?" Tanyaku.
"Ak..aku..cuma.." Bella menggantungkan kalimatnya yang membuat jantungku serasa berhenti untuk menunggu kelanjutan kalimatnya.
Dia terlihat gugup dan selalu menoleh ke arah jendela. Lalu tiba-tiba
"Oh ya, Bri. Udah nyampe nih. Aku turun dulu ya." Ucapnya.
Aku bahkan gak sadar kalau kita sudah sampai di depan rumah. Mungkin ini efek dari menunggu jawaban Bella kali. Aku pun langsung memasukkan mobilku ke dalam garasi dan menuju kamarku.
Sempat kulihat Bella yang tadinya berdiri di ambang pintu kamarnya langsung bergegas masuk saat melihatku. Apa aku salah sampai dia langsung menjauhiku? Harusnya tadi aku bilang kalau aku suka sama dia. Harusnya!
***
Author POV
Bella menggeliat ke kiri dan kanan. Berusaha untuk mencari posisi yang pas. Tapi sepertinya kegalauan yang melanda mengambil alih seluruh rasa kantuknya. Bella tetap berganti posisi tapi dia tidak juga merasa ngantuk. Akhirnya setelah lama menggeliat layaknya cacing kepanasan Bella terduduk dan tidak ingin berusaha lagi untuk tidur.
Bella melamun memikirkan hal aneh yang terjadi padanya tadi sore. Dia terus mengingatnya bahkan sebagian dari dirinya merasa bahwa hal tadi hanyalah mimpi. Tapu nyatanya itu nyata bukan mimpi. Walaupun dalam benaknya dia ingin sekali berkata 'IYA' tapi mulutnya tak bisa berkata-kata. Hatinya terus memberontak untuk mengatakan 'IYA' tapi pikirannya melarangnya.
Hatinya sangat senang saat mendengar kalimat itu walaupun tidak didasari dengan hal romantis. Pikirannya berangan-angan jauh saat akhirnya mereka bisa bersama tapi pikirannya jugalah yang membentengi agar hal itu tak terjadi. Mulutnya meronta merapalkan kata yang ingin dikatakannya tapi mulutnya lah yang juga terkunci rapat.
Seakan kalimat itu merupakan kalimat pembawa bencana. Seperti kalimat itu akan membawa petaka. Hanya tiga huruf saja yang harus diucapkannya tapi dia tak bisa, dia tak sanggup. Dia takut. Dia ragu. Dia bimbang.
Dia berkelana jauh dalam pikirannya. Dia terus memikirkannya. Tapi apakah Brian bersungguh-sungguh? Apakah pertanyaan itu datang dari hatinya? Atau apa Brian hanya akan mempermainkannya?
Bella memutuskan untuk kembali berbaring. Dia terus berusaha untuk tidur walau dia tau itu sangat susah sekali. Tapi ajaibnya dia langsung bisa tertidur. Perlahan kelopak matanya menutup dan alam mimpi menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Love
Teen FictionKedua hati yang menyatu, menyisakan perih di lain hati. Kedua insan yang mencinta, memberi luka pada insan lainnya. Kedua rasa yang mengelilingi, menghapuskan rasa lain di sekitar. Memang selalu ada cobaan, rintangan, hambatan, halangan, di saat dim...