Bella POV
Apa sikapku memang berbeda? Kenapa yang lainnya berpikiran seperti itu? Aku ya aku. Dan sifatku tak berubah sama sekali. Aku tetap Bella yang dulu. Aku bukan orang yang berbeda.
Tapi sepertinya mereka tak berpikiran seperti itu. Bahkan perkataan Retha di toilet ini masih menggangguku. Apa memang aku tampak berbeda dari biasanya?
Sudahlah aku tak ingin terlalu berlarut memikirkan hal ini. Lebih baik aku memikirkan bagaimana caranya menolak undangan secara halus dari Mama. Ya, aku harus terbiasa dengan panggilan itu. Bahkan kemarin Papa menyuruhku untuk terbiasa memanggilnya Mama karna dia memang Mama aku. Namun, di bagian diriku yang lain aku masih tak terima saat diriku diminta untuk memanggilnya Mama. Aku hanya tak bisa menerima seseorang yang menurutku asing masuk ke dalam kehidupanku begitu saja dan mengaku sebagai Ibuku walaupun dia memang Ibuku.
Meskipun sebagian diriku yang lain menerima dengan hati riang karna sosok Mama kembali ada. Tapi itu tetap tak bisa menutupi diriku yang amat menolaknya. Sangat rumit, bukan? Di saat kau diminta memanggil seseorang yang telah lama meninggalkanmu dengan sebutan 'Mama' dan bahkan kau diminta untuk menerima kehadirannya. Bagaimana bisa?
Tentu sangat sulit, bahkan bisa dibilang mustahil. Bayangkan saja ada seseorang yang tiba-tiba masuk ke kehidupanmu, memaksamu untuk menerimanya karna semua orang di sekitarmu menerimanya. Namun, di saat kau tak bisa semua orang akan menjauhimu. Kurang lebih seperti itu yang kualami.
Brian tiba dihadapanku dengan sepeda motornya. Dijulurkannya helm padaku dan mengisyaratkanku agar menaikinya. Aku pun hanya menurutinya tanpa perduli beberapa orang yang menatap kami penuh tanda tanya. Waktu itu memang mereka tahu kalau aku telah 'putus' dengan Brian. Dan mungkin melihatku kembali bersamanya akan membuat mereka berpikiran kalau aku telah 'balikan'.
Di sepanjang jalan aku hanya berdiam begitu juga dengan Brian. Sampai di dalam rumah pun sama. Ya, aku masih tinggal dengannya karna keadaan Papa masih tidak stabil.
Aku langsung masuk ke kamar dan segera mengganti bajuku. Begitu aku turun ke lantai bawah tante Dera memanggilku dan memintaku untuk ikut makan siang dulu. Aku memang tidak lapar namun tak enak jika menolaknya. Akhirnya aku ikut duduk dan mengambil secentong nasi beserta lauknya.
Selesai makan aku bergegas pergi namun lagi-lagi tante Dera memanggilku.
"Bel, mau kemana?" Tanya tante Dera ramah.
"Mau ke rumah sakit lagi, tan."
Tante Dera mengangguk-anggukkan kepalanya, "Minta antar Brian aja," usul tante Dera yang langsung kutolak.
"Gak usah, Tan. Bella bisa sendiri kok."
Namun, tak ada kata penolakan di kamus tante Dera. "Bri, antarin Bella dulu ke rumah sakit," ucap tante Dera.
Brian turun dengan tampang malasnya. Tante Dera menggeleng-gelengkan kepalanya melihat itu. "Ckck..."
"Kenapa Mah?" Tanyanya saat ia telah sampai di depan tante Dera.
"Antarin Bella sana ke rumah sakit,"
Brian tampak ogah-ogahan. "Aih, Mah. Brian kan-"
"Gak usah gin Tan. Bella bisa sendiri kok. Lagian juga bisa minta antar Kak Deo," ujarku karna yakin Brian pasti malas mengantarku. Dan juga Kak Deo sudah sering mengantarkanku ke rumah sakit.
Mendengar hal itu Brian langsung pergi mengambil kunci mobilnya dan menarik tanganku. Aku terbengong dengan sikapnya. Tadi kan sepertinya ia tak ingin mengantarku namun sekarang..
"Tadi katanya gak mau," ujarku saat kami telah berada di dalam mobil.
"Siapa yang bilang gak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Love
Genç KurguKedua hati yang menyatu, menyisakan perih di lain hati. Kedua insan yang mencinta, memberi luka pada insan lainnya. Kedua rasa yang mengelilingi, menghapuskan rasa lain di sekitar. Memang selalu ada cobaan, rintangan, hambatan, halangan, di saat dim...