[My Playlist : Back & Memories (infinite), Two women hearts (Davichi) & Because It's you (Tiffany SNSD)
Enjoy!!
***
Author POV
Beberapa hari ini ia uring-uringan di rumah. Mau makan tak enak, bersantai juga tak suka. Selalu teringat memori akan hari saat dia masih ada di sini. Di sekolah pun ia jarang bertemu, mungkin karena UN yang memakan semua perhatiannya. Tapi, beberapa kali ia sempat memandang dia dari kejauhan. Ya, hanya itu yang bisa dilakukannya.
"Bri, temanin aku makan dulu ya!"
Suara perempuan membuyarkan semua pikirannya. Kini ia sedang ada di salah satu pusat perbelanjaan, dan yang bersamanya kini adalah Fella a.k.a kakak kandung Bella. Beberapa hari ini Brian memang sering menemani Fella pergi. Awalnya ia tak ingin tapi permintaan orang yang telah menolong Papanya tak bisa ia tolak begitu saja.
Om Zen, orang yang membantu perusahaan Papanya saat tiba-tiba saja omset perusahaan menurun. Papanya yang tak menyangka lalu berterima kasih dan menanyakan balasan apa yang bisa ia beri. Dan Om Zen hanya meminta agar Brian menemani Fella kemana pun, menjaganya setiap saat dan terus berada di sisinya. Masih teringat kata-kata kala itu.
"Hmm, balasan? Sebenarnya aku tak begitu masalah dengan bantuan ini. Selama saya bisa membantu saya senang. Tapi... kalau Anda memaksa, bagaimana kalau anak anda menjadi teman untuk anak perempuan saya? Siapa tahu mereka cocok dan akan melanjutkan ke jenjang berikutnya. Tapi, saya tidak memaksa. Kalau mereka tak cocok, mereka bisa menjadi teman saja."
Perkataan panjang lebar yang disetujui oleh Papanya, toh hanya menjadi teman saja tidak lebih. Tapi, beberapa hari ini sikap Fella mulai berlebihan. Ia terlalu over-protective ke Brian yang hanya temannya. Seakan Brian adalah pacarnya. Tapi, Brian berusaha menyikapi semuanya dengan biasa.
Berkali-kali hanya nama Bella yang ia gumamkan. Karena memang hanya Bella yang dapat bersemayam di hatinya, tidak yang lain.
Dan seperti hari lainnya Brian menemani Fella pergi. Entah itu karena ada yang penting atau sekedar jalan biasa saja. Tapi, bagi Fella ini adalah kesempatan terbaiknya. Brian kini telah ada di dalam jangkauannya dan ia yakin sebentar lagi Brian akan berpaling padanya.
***
"Kapan persediaan selanjutnya tiba? Bahan-bahannya sudah mulai menipis dan kalau truk itu tidak sampai pada hari ini, kami tidak yakin bisa menyelesaikannya tepat pada waktunya."
Farid memijit pelipisnya, lelah dengan pekerjaan yang semakin hari semakin menumpuk. Baru saja ia memutuskan bekerja kembali, tapi sebuah proyek kini telah ada di depan matanya. Proyek ini juga sebagai pertanda kalau kerja sama antar Zeide Group dan Wijaya Inc. telah disepakati.
Dan kini tinggallah Farid sendiri di wilayah proyek itu dibangun. Rencananya mereka akan membangun resort, sekaligus karnaval untuk sekedar hiburan saja. Menghilangkan penat dan stress yang lumayan banyak dialami oleh sebagian masyarakat. Menciptakan tempat refreshing yang dapat dijangkau tidak hanya untuk orang-orang berkantung tebal. Orang biasa pun bisa datang dan mendapatkan pelayanan yang sama.
"Kamu apaan, sih? Nggak perlu ngikutin aku terus. Aku cuma mau ketemu sama Farid!" Omelan seorang wanita terdengar di keramaian para pekerja yang sedang sibuk dengan peralatan masing-masing.
"Sudah kubilang bukan kalau aku tak suka kamu bertemu dengannya!" Suara seorang pria yang menyahutinya membuat sebagian pekerja menghentikan kegiatan mereka. Sedikit tertarik untuk melihat yang terjadi.
"Aku hanya ingin nenanyakan kabar anakku. Aku juga tak akan melakukan ini kalau kamu bersikap baik padanya. Kau tahu, karena kau Bella tak ingin lagi menginap di rumah," omel Kinan saat Zen berusaha menghentikannya.
Kinan sudah keburu kesal atas perilaku Zen. Bella itu anaknya, dan karena suaminya itu Bella tak pernah menginjakkan kaki di kediamannya. Kinan sendiri pusing bukan main, alasan Zen selalu sama. Ia selalu bilang kalau tak ingin bertatap muka dengan anaknya Farid. Tapi, bukankah Fella juga anaknya Farid, bukan anaknya.
"Tapi, aku tetap nggak suka. Pokoknya sekarang kamu pulang dan jangan pernah ke tempat ini lagi," kini Zen mulai menarik tangan istrinya, mengajaknya pergi dari tempat ini.
Sebenarnya Zen cemburu, ia tahu kalau Kinan masih menyimpan rasa ke mantan suaminya itu. Ia juga bercerai bukan karena kemauannya. Semua itu sudah lama terjadi tapi masih berbekas di hati Kinan maupun Zen. Hanya karena kekeras kepalaan seseorang sehingga membuat hidup mereka serumit sekarang.
Zen kembali menghela nafas, dengan cara apa lagi ia harus merayu istrinya? Istri yang ia yakini tak memiliki secuil perasaan pun ke dia.
"Awas!!"
Sebuah suara yang lebih mirip teriakan menghentikan langkah Zen, ia menoleh ke arah suara dan mendapati salah satu kuli tengah berteriak sambil menunjuk ke suatu arah. Dengan segera Zen menoleh ke arah tersebut dan terkejut saat menyadari kalau sebuah truk tengah melaju dengan sedikit oleng ke arah istrinya.
Istrinya!
Dengan sigap, Zen berlari. Menarik tubuh Kinan menjauh dari truk itu. Namun, takdir menuliskan hal lain. Kinan memang berhasil selamat dari truk itu, hanya saja kini truk itu memakan korban lain.
Zen, yang mencoba menyelamatkan wanita yang ia cinta kini terpelanting cukup jauh dari lokasi dimana ia yang tertabrak. Darah segar mengucur dari kepalanya. Kinan yang panik, segera berlari ke arah Zen dan memangku kepala lelaki itu.
"Ze-zen...bangun...bangun..." Kinan terisak, memanggil nama suaminya itu berkali-kali. Namun, tak ada satupun kata yang keluar dari bibir lelaki itu.
***
Ambulans datang tepat pada waktunya, sehingga Zen mempunyai kesempatan untuk terselamatkan. Meski kita tak akan pernah tahu kapan ia akan sadar, tapi Kinan tetap senang karena lelaki itu selamat.
Air matanya kembali mengalir saat ditatapnya ruangan itu. Fella, anaknya juga tak bisa menghapus air matanya. Tapi, Kinan bersyukur ada Brian di sebelahnya.
Anak itu selalu menemani Fella selama di sini. Menenangkannya dan menghilangkan sedikit pancaran kesedihan dari hatinya. Walau tak sepenuhnya tapi Kinan tetap senang. Kinan berpikir, apa lebih baik jika mereka bersama untuk selamanya?
Kinan yakin Brian pasti memendam rasa kepada Fella. Lihat saja perlakuannya, apa lagi kalau bukan karena cinta. Tak mungkin ia akan merelakan waktunya untuk sekedar menenangkan Fella, jika ia tak suka padanya. Ya, mungkin menjodohkan mereka adalah yang terbaik.
***
Dia menghapus air matanya. Baru saja ia dapat tenang kini justru hal baru membuatnya kembali bersedih. Ia menatap nanar pada kedua orang itu. Tatapannya terluka melihat sang lelaki memeluk perempuan itu.
"I love you," bisik lelaki itu di sela pelukannya kepada perempuan itu. Fella tersenyum sinis. Sekali lagi ia kalah satu langkah.
Ingin rasanya Fella menarik kedua orang itu, memisahkan mereka. Memberi pelajaran pada si perempuan dan menarik sang lelaki menjauh. Tapi, ia tahu kalau ia takkan bisa. Sekarang Fella berharap jika saja semua impiannya akan menjadi kenyataan.
Pastilah akan di dapatnya hal itu semua.
***
Haiii...
FORZA SMAGA!! FORZA SMAGA!!
SMAGA CHAMPIONE!! SMAGA CHAMPIONE!!Maaf lambat, maunya sih update pas kemaren. Tapi, badan sudah gak berenergi lagi. Suara pun serak. Gara2 habis nonton DBL, badan jadi lemes. Di sekolah pun juga gak semangat.
Tapi, saya senang SMAGA menang, walau hanya tim putri saja. Hahaaa kok jadi curhat sih. Oh ya, part ini emang pendek. Lnjutannya harap ditunggu ya!!
Mudahan aja bisa cepet selesai... see you in next part!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Love
Teen FictionKedua hati yang menyatu, menyisakan perih di lain hati. Kedua insan yang mencinta, memberi luka pada insan lainnya. Kedua rasa yang mengelilingi, menghapuskan rasa lain di sekitar. Memang selalu ada cobaan, rintangan, hambatan, halangan, di saat dim...