Bab 19 Good Bye Forever

2.9K 174 13
                                    

Bella masih mengingat dengan jelas hal yang terjadi dua hari yang lalu. Tak sedikitpun ia dapat melupakannya. Ada sedikit rasa tak rela saat ia harus kehilangannya. Tapi itu semua tak bisa di cegah. Itu semua merupakan keinginannya.

Bella kembali memasuki ruangan serba putih itu. Ia menaruh bunga yang baru ia beli ke dalam vas bunga itu. Padahal kemarin ia telah menggantinya tapi hari ini dia menggantinya lagi. Wajah yang waktu itu terlihat pucat pasi sekarang terlihat lebih cerah.

Sekarang dia tidak lagi khawatir. Sekarang ia tidak lagi bersedih. Ia cukup senang karna Allah mendengarkan doanya. Ia senang walaupun hal itu mengambil nyawa dari salah satu orang terdekatnya.

Flashback

Setelah Farid tersenyum tiba-tiba saja detak jantungnya melemah dan dirinya pingsan seketika. Bella menangis saat menyaksikan itu. Hal itu merupak hal terburuk baginya. Ia dengan matanya sendiri melihat orang tuanya dengan keadaan seperti itu. Saat itu juga ia berpikir kalau ia akan ditinggalkan saat itu juga. Ia berpikir jika setelah ini ia akan hidup seorang diri.

Dokter Keinan dan beberapa suster lainnya memasuki ruangan Papanya. Salah satu suster menyuruhnya untuk menunggu di luar ruangan. Bella keluar dengan langkah gontai. Ia sama sekali tak bertenaga saat melihat detak jantung Papanya yang melemah. Hanya air mata yang bisa keluar dari tadi. Tanpa suara. Tanpa isakan.

Sampai pada akhirnya dokter Keinan keluar yang langsung dikerubungi oleh Om Ryan dan Tante Dera. Sedangkan Brian dan Ferlan masih terduduk di seberangku dengan ekspresi yang tak menentu.

"Gimana dok?" Tanya Om Ryan.

Dokter Keinan menghela nafas. "Kita harus segera menemukan pendonor." Ucap Dokter Keinan dan segera pergi diiringi dengan Tante Dera dan Om Ryan yang mengikutinya.

Bella yang tak bisa berpikir jernih segera pergi ke arah taman. Melihat hal itu Brian sangat ingin mengejarnya tapi Ferlan menahannya.

"Biarkan dia sendiri dulu, Kak." Ujar Ferlan. Brian pun kembali terduduk sambil sesekali menoleh ke arah Bella yang mulai berjalan menjauh.

Bella telah sampai ke taman yang terletak di samping bagunan rumah sakit itu. Taman yang cukup indah dan rimbun dengan banyaknya pepohonan yang berjejer rapi. Bella terdiam. Ia tak menangis ataupun terisak. Bella diam berpikir. Papanya harus segera dioperasi dan dia harus segera mencari pendonor untuk Papanya. Tapi siapa?

"Arghhh..." Bella menggeram frustasi. Ia mengacak rambutnya dan sesekali berteriak membuat tak banyak orang-orang yang berada di situ terganggu.

Tiba-tiba ada tangan yang menghentikan aktivitas Bella saat mengacak rambutnya. Diangkatnya kepalanya dan didapatinya senyum merekah ke arahnya. Bella ingin membalasnya tapi ia tak bisa. Ia tak bisa tersenyum saat Papanya dalam kondisi kritis. Ia tak bisa tersenyum saat Papanya berjuang dalam penyakitnya.

Air mata yang sedari tadi dibendung oleh Bella akhirnya keluar juga. Isakan yang ia tahan pun juga keluar seiring dengan jatuhnya air matanya. Orang yang masih memegang tangannya terkejut dan langsung memeluk Bella. Ia tahu pelukannya pasti bisa menenangkan Bella. Ia yakin itu. Karna dulu saat Bella menangis seperti ini yang Bella butuhkan hanya dirinya. Yang Bella perlukan hanya dia.

Bella bergumam kecil yang dapat di dengar dengan jelas oleh orang yang sekarang sedang memeluknya. "Kak, aku harus gimana? Apa yang harus kulakukan? Telah banyak hal yang kulalui. Telah banyak hal buruk yang terjadi padaku. Kenapa semuanya seolah tak merasa lelah untuk memberiku hal yang begitu berat untuk dihadapi. Aku gak mampu kak. Aku gak mampu. Aku gak sanggup. Aku gak mau kehilangan orang yang paling kucinta, Kak. Telah cukup hanya Mama yang pergi tapi janganlah Papaku juga."

Tangled LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang