Bab 24 Back to Home Sweet Home

2.5K 139 3
                                    

"Hah?! Serius?!" Ujar Retha, Anya dan Dhea berbarengan. Untunglah aku membawa mereka ke dalam lab komputer, jika tidak aku yakin teriakan mereka saat ini akan membuat banyak orang penasaran.

"Iya," ujarku sambil menganggukkan kepala. Aku memang telah menceritakan semuanya. Mulai dari tinggal bersama dengan Brian sampai soal keluarga baruku.

"Ja-jadi tempat om yang kamu maksud itu Papanya Brian?" Tanya Anya memastikan. Aku kembali mengangguk.

Retha tiba-tiba saja berdiri lalu bertepuk tangan. Aku dan yang lainnya memandang bingung ke arahnya.

"Kamu ngapain tepuk tangan?" Tanya Anya bingung.

"Hebat kamu, Bel. Berarti setiap harinya kamu ngelihat Brian dong. Dan berarti kesempatanmu untuk bersamanya semakin banyak."

"Kesempatan?" Ulangku sekali lagi. Retha mengangguk. Kesempatan?

"Iyalah, Bel. Ini kesempatan yang bagus tau buat kamu deket sama Brian,"

Yang lainnya mengangguk membetulkan ucapan Retha. Aku hanya diam dan menghela nafas. Memang aku masih suka sama dia. Tapi, entahlah. Rasanya itu mustahil. Tak mungkin 'kan kesempatan itu akan datang padaku kalau selama ini saja aku gak pernah dapat kesempatan itu.

***

Hari ini aku pulang bareng tan-maksudku Mama. Sepertinya aku memang harus terbiasa dengan sebutan itu. Setelah menginap hari itu, aku sudah mulai dekat sama Fel-maksudku Kak Fella. Ternyata dia orangnya asyik juga. Walau terkadang apa yang diucapkan berbanding terbalik dengan apa yang dia pikirin.

Darimana aku tahu? Soalnya setiap aku mengobrol dengannya aku selalu melihat tatapan matanya. Dan di matanya itu seperti ada yang beda.

Tadi, sih Anya,Dhea sama Retha sempat mau mampir ke rumah. Tapi, ya kularang. Nggak mungkin 'kan aku ngajak mereka ke sana. Pikir saja apa yang akan terjadi.

Aku menunggu di halte dekat sekolah. Tadi Mama nelpon, katanya ingin mengajakku jalan. Untunglah, hanya Mama dan Kak Fella. Bayangkan saja kalau ada Om Zen. Pastinya aku nggak akan ikut.

Saat aku menunggu mobil milik Mama, sebuah motor berhenti tepat di depanku. Motor yang sudah sangat kukenal. Begitu juga pengendaranya. Brian. Brian turun dari motornya masih dengan helm yang setia di kepalanya. Ia menghampiriku dan duduk di sebelahku.

Walau sikapku waktu itu sedikit cuek dengannya namun entah kenapa sekarang aku jadi gugup saat ia berjalan ke sini. Mungkin karena kemarin aku masih agak nggak terima dengan kenyataan yang kudapat. Tapi, setelah dipikir-pikir mungkin akan sangat 'menyenangkan' memiliki keluarga lain.

Brian menghadap ke arahku, dengan senyuman tipis yang diberikannya padaku. Aku membalasnya dengan senyum yang sama. Gugup. Sangat.

"Ayo, pulang bareng," ujar Brian.

Aku menggelengkan kepalaku, "Gak bisa. Maaf. Aku ada acara sama Mamaku."

Brian mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Aku mencoba nggak melihat ke arahnya. Ia mulai pergi. Namun, entah ini hanya halusinasiku saja atau bukan. Aku sempat melihat raut kecewa yang tercetak jelas di wajahnya. Tapi, setelah dipikir itu nggak mungkin benar. Palingan hanya halusinasiku saja.

Lima menit setelah Brian pergi, Mama tiba dengan Honda Jazz kesayangannya. Di dalam sana hanya ada Mama dan kak Fella. Aku segera masuk dan Mama langsung menjalankan mobilnya menuju salah satu Mall di sini. Setelah memarkir mobilnya, kami turun dan segera memasuki Mall tersebut.

Mama langsung mengajakku ke tempat pakaian sementara Kak Fella pergi karena ada janji dengan temannya. Kami mengitari satu persatu toko yang ada di sini. Beberapa toko yang kami hampiri memiliki berbagai macam setel baju yang menurutku menarik. Hanya saja harganya yang terlampau mahal. Walaupun ya itu memang harga biasa. Tapi tetap saja mahal.

Tangled LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang