Sirine dua buah ambulance menggema di sepanjang jalan. Keduanya sama - sama dalam keadaan yang tak berdaya. Ambulance itu melaju membelah jalanan yang cukup sepi.
Deo masih setengah sadar, ia menatap sekeliling dan melihat wajah mantan sahabatnya. Mantan. Deo tersenyum kecil mengingat saat dimana mereka masih bersahabat.
Bola basket itu memantul mengikuti ritme yang diberikan pemainnya. Dua orang yang saling berebut sebuah bola. Deo menatap Brian remeh. Sedari tadi Brian mencoba merebut bola dari genggamannya tapi tak pernah berhasil. Deo cukup bersyukur karena tingginya sedikit melebihi Brian.
"Bri, sopan dikit kek kalo di sekolah. Aku tuh kakak kelasmu!" Protes Deo di tengah aksi bermainnya.
Brian hanya menatap Deo sekilas lalu kembali merebut bola dari genggaman Deo yang mulai tak fokus. Brian melempar dan bolanya masuk pas ke ring.
"Yes, kamu kalah!"
Deo menatap Brian sebal, lalu pandangannya teralihkan ke arah lain. Perempuan itu, Bella sedang berjalan melewati lapangan basket tempatnya bermain dengan Brian. Ini adalah lapangan umum yang bersebelahan dengan taman kota. Jadi maklum saja ia bisa ketemu dengan Bella disini.
Deo berhenti bermain saat tatapannya terus mengikuti perempuan itu. Brian melempar bola basket itu asal lalu mencari tahu arah pandangan Deo. Dan Brian merasa bingung, kesal, marah saat itu juga.
Apa mereka menyukai orang yang sama?
***
Fella mencoba membuka kedua bola matanya, tapi semua itu terasa berat untuk dilakukan. Seolah kelopak matanya telah dilapis dengan perekat. Suara erangan lolos dari bibirnya. Bella yang berada di sana langsung menggenggam tangan milik Fella. Bella sekarang kalut. Kakaknya berada dalam kondisi yang..
Fella tersentak saat sebuah tangan memegangnya. Ia tak tahu itu tangan siapa namun jauh di dalam benaknya ia berharap itu adalah tangan milik Brian. Ingin Fella balas menggenggam tangan itu, tapi saat ia memegang sebuah benda di salah satu jarinya Fella terdiam. Itu bukan Brian.
"Kak..."
Rintihan seseorang terdengar memenuhi indera pendengarannya. Ia kenal suara itu. Tapi, kenapa suara itu penuh... kesedihan?
"Kak... bangun..."
Wangi dedaunan hijau mulai tercium, tidak terlalu kental tapi cukup menyejukkan pikiran. Ia sempat berpikir kalo dirinya terlalu bodoh untuk kembali ke tempat itu, berharap ia akan bertemu lagi dengan cowok bernama Brian. Jujur, cowok itu sudah melekat di otaknya. Senyumnya terlalu manis untuk disingkirkan begitu saja.
Fella duduk di bangku yang sama. Tatapannya lurus ke depan. Matanya melirik sekeliling, mencari satu orang di antara banyaknya orang. Tatapannya pun terhenti di satu tempat. Itu sebuah pohon. Pohon besar dimana di belakangnya terdapat seseorang. Orang itu terlihat mengintip dari balik pohon.
Fella mengikuti arah pandang cowok itu dan mendapati cowok itu memandangi bangku yang diduduki oleh perempuan lain. Perempuan itu membelakanginya jadi ia tak bisa melihat dengan jelas wajah perempuan itu. Tapi hal itu sudah cukup untuk membuat hatinya berdenyut nyeri.
Fella hendak berdiri, pergi dari tempat itu. Namun, cowok itu terlihat berjalan ke arahnya. Fella mengurungkan niatnya. Ia kembali duduk dan tatapannya fokus ke cowok itu. Cowok itu terlihat kebingungan dan sesekali menengokkan kepalanya ke belakang.
"Hmm, aneh. Kok dia nggak make kalungnya ya? Apa nggak cocok sama dia?" Gumam cowok itu saat melewatinya.
Mendadak ulu hatinya kembali nyeri. Apalagi cowok itu hanya melewatinya. Dan yang lebih parah, hadiah yang ia terima memang bukan untuknya. Dan apa ia harus mengembalikan hadiah itu?
***
Ini extra part yang pertama. Entah mau bikin berapa. Sengaja dibikin pendek. Nanti kalo panjang ngebosenin lagi.. maaf kalo udah buat kalian menunggu ✌✌
See you in another extra part!!
Anyeong, 델라
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Love
TienerfictieKedua hati yang menyatu, menyisakan perih di lain hati. Kedua insan yang mencinta, memberi luka pada insan lainnya. Kedua rasa yang mengelilingi, menghapuskan rasa lain di sekitar. Memang selalu ada cobaan, rintangan, hambatan, halangan, di saat dim...