"One fine day, the day without tears. I thought it would be beautiful, but it's not. One fine day, the day that never be back. That day, that day, that day."
— Jung Yonghwa —
***
Sebulan. Rasa itu telah bertambah, bahkan di tiap detiknya. Hanya menghabiskan waktu berdua, telah membuat kedua insan itu tak terpisahkan. Hanya saling menatap tanpa kata, mencurahkan semua lewat pikiran.
Bergandengan dimana pun, berduaan kapan pun. Yang melihat mereka pasti iri atau risih. Setiap hari harus melihat pasangan yang tengah dilanda kasmaran itu. Apalagi bagi para jomblo, melihat yang bergandengan tangan aja sudah risih, apalagi yang berdempetan di setiap saat.
Bagi para jomblo, pacaran itu harus dimusnahkan. Selain membuat iri, melihat orang pacaran juga bisa memperbanyak kerutan di wajah. Kenapa? Karena bagi para jomblo yang melihat kedua orang tengah berpacaran, pasti mereka akan berpikir, kapan mereka bisa seperti dua orang itu.
Kini, Brian tengah asyik memandangi Bella yang juga berdiri di bawah teriknya matahari sepertinya. Mereka telah mendaftar kuliah di tempat yang sama, walau dengan jurusan berbeda. Awalnya, Brian mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri dan juga di luar kota. Tapi, Brian menolaknya. Ia lebih memilih satu universitas dengan Bella.
"Hei, kamu. Bola mantul. Berdiri yang benar, cewek aja yang diliatin!" Omelan dari kakak BEM kembali di dapatnya.
"Eh, bola mantul! Berapa kali sih kita bilangin, berdiri itu yang benar! Jangan ngelihatin cewek terus. Kamu mau saya hukum?!"
Meski banyak omelan yang diterimanya, Brian tak perduli. Baginya melihat Bella adalah kebutuhannya. Sehari nggak ketemu saja Brian sudah kangen berat, belum sehari, sejam saja Brian sudah nggak tahan untuk nelpon Bella. Sekedar menanyakan kabar saja. Kadang Bella sampai kesal dibuatnya. Bayangkan saja Brian menelponnya hampir di tiap menit. Sehari saja bisa lebih dari 10 telpon yang dia dapat. Dan isinya nggak terlalu penting. Mungkin hanya seperti,
"Sayang, udah makan?"
"Belum tidur kah?"
"Makan dulu, gih. Nanti sakit."
"Sayang, aku kangen. Jalan-jalan, yuk!"
"Sayang..... aku kangennnn banget sama kamu. Kamu nggak kangen aku?"
Brian selalu menelponnya bahkan sepuluh menit setelah mereka pergi berdua. Kadang Bella berpikir, apa Brian nggak bosan nelponin dia terus?
"Nah, papan triplek! Kamu ngapain ngeliatin si bola mantul balik?! Berdiri yang benar!"
***
Bella duduk di pinggir taman, ia menghapus peluh yang mulai mengucur. Ternyata masa ospek itu benar-benar mengerikan. Kakinya saja sudah nggak mampu untuk berjalan lagi. Bella memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang berhembus. Sambil memejamkan mata, Bella masih juga memijat bagian kakinya. Sampai ada sebuah tangan yang membuat pergerakannya terhenti.
Bella membuka matanya dan tersenyum lebar saat dilihatnya Brian yang melakukan itu. Brian dengan senantiasa duduk di sebelah Bella dan membantunya mengurangi sedikit rasa sakit di kakinya, walau kakinya sendiri juga sama sakitnya.
"Capek, ya?" Tanya Brian yang hanya dibalas dengan anggukan.
Bella menatap Brian dalam. Entah kenapa ia suka memandang Brian saat ini. Lalu, ia menarik kakinya dan menghentikan gerakan tangan Brian. "Kenapa?" Tanya lelaki itu.
"Nggak papa. Siniin kakimu. Kamu pasti capek juga, 'kan," perintah Bella, setelah melihat peluh yang menetes di wajah Brian. Juga baju yang ia kenakan hampir basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Love
Teen FictionKedua hati yang menyatu, menyisakan perih di lain hati. Kedua insan yang mencinta, memberi luka pada insan lainnya. Kedua rasa yang mengelilingi, menghapuskan rasa lain di sekitar. Memang selalu ada cobaan, rintangan, hambatan, halangan, di saat dim...