[My Playlist : I'm a woman too (Minah/Girls day) & Moonlight, up to you, be mine (infinite) & you're beautiful (yun seungwoo)]
Enjoy
***
"Fella, dia harus kita balas."
"Apa maksudmu?" Aku menatap tak mengerti padanya. Apa maksudnya dengan hal itu?
Mili meraih tanganku lalu memegangnya, "Pertama aku mau minta maaf atas perbuatanku yang lalu.."
Aku menepis tangannya perlahan, "Soal yang dulu, aku udah maafin kamu kok."
Ia tersenyum sesaat, "Kedua, balas dendam."
"Balas dendam untuk apa?"
"Untuk Fella yang busuk."
Pertemuan dengan Mili tadi membawa hal baru masuk ke dalam pikiranku. Ia mengajakku untuk membalas dendam. Tapi, sayangnya aku bukan orang yang suka membalas dendam.
Sebenarnya aku masih meragukan perkataan Mili. Tidak percaya saja kalau ini semua ulahnya. Tapi, raut wajah Mili saat berkata itu semua terlihat, terdengar dan terasa nyata, jujur tanpa ada celah untuknya berbohong. Kembali kurenungkan perkataannya.
Jika kukaitkan semua kejadian itu, memang saling berhubungan satu sama lain. Coba kupikir ulang, tak baik jika aku berprasangka buruk ke dia yang statusnya sekarang adalah kakak kandungku.
Saat Mili mengajakku buat ketemuan itu menurutku agak aneh. Pas Mili memakiku ia diam saja, bahkan aku sempat melihat senyumnya walau itu tipis. Juga wajahnya mengesalkan saat Mili menyiramku dengan air minumnya. Ia terlihat diam saja, bahkan hampir tertawa. Lalu, ia mulai menolongku saat Brian datang. Agak aneh, bukan?
Juga waktu dia datang ke sekolah dan meminta maaf atas kesalahan Mili, itu terlihat tak ikhlas. Senyumnya pun palsu. Lalu, ia langsung mengajakku jalan tanpa berbasa-basi. Langsung sok dekat gitu. Tipe cewek yang mencurigakan.
Keningku berkerut mencoba mengaitkan itu semua, mulai pusing juga sih. Sedikit tak yakin jika kak Fella sengaja melakukan itu seperti yang dibilang Mili. Handphoneku berbunyi membuyarkan pikiranku.
"Halo?"
"Bel, ke rumah sakit. Sekarang!"
Telepon terputus detik itu juga. Kembali kulihat id callernya dan hanya nomor tak dikenal yang terpampang. Suaranya memang agak familiar, tapi aku tak terlalu ingat. Ya sudahlah, aku datang ke sana saja.
Aku ke kamar dan mengambil tas selempangku. Turun ke garasi dan mengambil motor kesanyanganku. Kuputar kunci dan berniat melaju namun aku berhenti lagi. Aku lupa, rumah sakit mana yang dimaksud?
***
Dari sekian banyaknya rumah sakit yang kukunjungi hanya ini yang benar. Aku juga salah, kenapa tak bertanya terlebih dahulu. Nomornya juga langsung tidak aktif. Baru lah saat aku sampai di rumah sakit kedua, nomor itu baru aktif dan memberitahukan lokasinya.
Kenapa tidak dari tadi aktifnya? Bikin orang susah saja. Mana bensin sudah mau habis lagi. Biarlah, pulangan saja aku membelinya.
Aku masuk dan bertanya ke resepsionis letak kamar VIP nomor 14. Aku melirik tangga sampai ke atas. Tinggi banget. Harusnya aku bisa naik lift, hanya saja terlalu lama. Apalagi, banyaknya orang yang juga ingin menaikinya.
Satu persatu anak tangga kunaiki. Dengan tenaga yang tersisa, kupercepat langkahku. Lantai 8 tinggal sebentar lagi. Nafas yang telah ngos-ngos'an membuatku mau tak mau berhenti sesaat untuk beristirahat. Harusnya aku naik lift saja tadi. Tapi, karna lama dan handphoneku terus-menerus berbunyi, aku harus cepat deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled Love
Teen FictionKedua hati yang menyatu, menyisakan perih di lain hati. Kedua insan yang mencinta, memberi luka pada insan lainnya. Kedua rasa yang mengelilingi, menghapuskan rasa lain di sekitar. Memang selalu ada cobaan, rintangan, hambatan, halangan, di saat dim...