Yasmin Ariani ibu yang memiliki 7 anak itu terlihat sangat cantik dengan gaun hitam yang membalut tubuh indahnya.
Wah..Siapa saja pasti terpesona dengan kecantikan Yasmin pasalnya di usianya yang sudah tidak muda lagi dia masih terlihat cantik.
BRAKK
"Aw..!panas"pekik Yasmin saat teh yang ada di gelas kecil yang sedang dia minum sedikit tumpah dan mengenai tangan mulusnya.
Di usapnya tangannya itu dengan perlahan."Ceroboh banget sih"guam nya pada diri sendiri.
Sunyi dan sepi begitulah suasana rumah Yasmin yang mewah dan juga luas namun dia hanya sendiri.
"Sepi juga ya ga ada orang lain di sini"
"Apa anak-anak itu aku bawa aja lagi ya ke sini.?"tanyanya pada diri sendiri.
"Ah mikir apa sih Yas ngapain juga harus anak-anak itu"
"Harusnya kamu inget Yas karena mereka kamu jadi kaya gini sekarang"batinnya.
"Dari pada di rumah aja mending keluar deh cari hiburan"ucapnya lalu melenggang pergi.
Di sisi lain Jian sedang duduk di kursi samping bankar Nizam.
Entah kenapa Jian sangat peduli pada anak itu. Wah sepertinya Jian memang sudah harus memiliki anak sendiri. Haha mungkin nanti saat wanitanya itu sudah dia temukan.
"Nizam.."panggil Jian saat melihat tangan Nizam bergerak.
"Nizam denger om.?"tanyanya.
"Bentar ya om panggil dokter dulu"ujar Jian lagi.
Ditekannya tombol darurat di atas bangsal Nizam.
"Sebentar ya nak kita tunggu dokter"Ucapnya sembari mengelus surai legam Nizam.
"Om.."ujar Nizam parau.
"Iya sayang kenapa.?ada yang sakit.?"tanya Jian.
"A-abang mana.?"ujar anak itu.
"Mereka om suruh pulang dulu kasian udah dari pagi di sini"Jelas Jian.
Nizam tampak mengukir senyum di wajahnya.
"Permisi.."ujar dokter Bahari saat memasuki ruang rawat Nizam.
"Bang kok lama.?"kesal Jian.
"Maaf ya tadi saya sudah yakin Nizam pasti baru sadar makanya saya tadi cek pasien lain dulu"ujar Bahar.
"Untung tua"cibir Jian.
"Nizam gimana ada yang ga enak rasanya.?bilang aja kalau ada apa-apa jangan di tahan"ujar Bahar sambil mulai memeriksa keadaan Nizam tanpa memperdulikan cibiran dari Jian.
"Pusing dikit dok tapi sebenernya sejak kemaren Nizam udah beberapa kali mimisan"Jelas Nizam tak ingin menutupi rasa sakitnya lagi.
"Nizam mulai sekarang harus sering dapat transfusi darah ya supaya kuat"ujar Bahar berusaha menyemangati pasiennya itu.
"Dengerin ya Zam kata dokternya..jangan bandel"ujar Jian mengingatkan.
"Iya om tapi Nizam ga janji"sahut Nizam.
"Kalau semuanya baik saya keluar ya"pamit Bahar pada Jian dan Nizam.
"Yang bener periksa pasien nya pak dokter"ujar Jian dengan aksen kekanak-kanakannya.
"Ada-ada aja udah tua juga"heran Bahar pasalnya sudah cukup berumur Jian masih saja kekanak-kanakan.
"Om.?Makasih ya udah mau perhatian sama Nizam sama abang-abang Nizam"Ujar Nizam selepas dokter Bahari hilang dari jarak pandangnya.
"Ga perlu makasih Zam om yang seneng banget karena sekarang ada kalian jadi om ga sendirian lagi"ujar Jian sambil menatap bocah itu.
"Hehehe om baik banget"sahut Nizam
"Nizam juga anak baik makanya semua yang di dekat Nizam juga orang baik"ujar Jian.
"Kira-kira nih ya om ayah Nizam sayang ga ya sama Nizam.?"tanya Nizam pada Jian.
"Pasti sayang lah Zam..mana ada orang tua yang ga sayang sama anaknya"Jelas Jian.
"Berarti mama juga sayang Nizam dong..Wah seneng banget"polos Nizam andai saja dia tau Ibunya itu sama sekali tak pernah menaruh rasa empati sedikitpun padanya.
"Iya mama Nizam juga pasti sayang"ujar Jian sembari mengacak rambut Nizam.
"Telfon abang om"pinta Nizam.
"Oh iya ya om lupa"ujar Jian yang menepuk dahinya.
"Sebentar ya"lanjut Jian.
Jian kemudian berdiri agak menjauh dari Nizam yang kepo dengan pembahasan antara Jian dan abangnya.
"Halo"ujar Jian dalam sambungan telepon.
"Om..kenapa om.?Nizam udah sadar ya"itu Hessa yang bicara.
"Iya ini si bontot udah sadar"ujar Jian.
"Syukur deh om..tapi dia gak papa kan om.?"tanya Hessa.
"Sehat kok anaknya malah udah ketawa-tawa dari tadi"ujar Jian sembari melirik Nizam yang masih penasaran dengan pembicaraan yang Jian lakukan dengan Hessa.
"Yaudah deh om kita nyusul abis makan nanti"ujar Hessa.
"Em,sama bawain ganti Nizam ya"pinta Jian pada suara dibalik telepon genggamnya.
"Siapa om"sahut Hessa.
Tut..tut..tut
"Hessa protektif banget ya sama kamu"ujar Jian setelah panggil telepon itu diakhiri olehnya.
"Maklum aja sih om soalnya bang Hessa itu udah kaya orang tua buat kami semua"ujar Nizam.
"Nizam ga usah kerja lagi ya nak ya biar bisa istirahat yang full"Pinta Jian.
"Tapikan Nizam baru trainee masa udah mau berhenti aja"Protes Nizam.
"Demi kebaikan Nizam juga..Nizam ga kasian sama abang Nizam mereka suka khawatir sama Nizam"bujuk Jian siapa tau anak itu menurutinya.
"Yaudah deh terpaksa"jawab Nizam.
"Jangan ngambek"ujar Jian.
"Tau deh sebel"ujar Nizam sambil memalingkan wajahnya. *Gemes banget
"Makin marah makin gemes tau"ujar Jian sambil mencubit pipi Nizam dengan spontan.
"Ihh om mah jahat"ujar Nizam yang semakin kesal.
"Kalo ngambek gini om malah makin gemes tau"ujar Jian lagi.
"Ihhhh dasar tua"cibir Nizam.
"Yaudah kalo masih mau ngambek om tinggal nih"ujar Jian yang mengambil ancang-ancang untuk coba beranjak.
"Jangan.!iya udah ga marah"Cegah Nizam yang tak mau ditinggal.
Jian gemas sekali melihat tingkah si bungsu ini.
"Orang tua kamu pasti nyesel banget Zam udah sia-siain anak kaya kamu"batin Jian.
Hai semuanya.!Ara up lagi nih.
Semoga suka
Connect🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Looking for Family
FanfictionKeluarga yang utuh dan harmonis adalah idaman setiap orang begitu juga dengan Nizam dan ke-6 saudaranya yang lain. Bagaimana perjalanan Nizam dalam membangun keutuhan dalam keluarganya.? Akankah usahanya berhasil atau malah hanya jadi sia-sia.? "Niz...
