23.Malam

637 90 5
                                    

Angin malam berhembus menyapa hiruk pikuk dunia.
Sosok remaja SMA tampak sedang bergulat dengan pikirannya.
Hari ini cukup menyenangkan seperti biasanya dia jalani tidak ada yang spesial.
Di malam hari melamun di balkon sambil di temani secangkir coklat panas memang menyenangkan.

"Dek..ngapain disitu.?"ujar Arkan yang berhasil memecah lamunan Nizam saat itu juga.

"Ga ada bang cuma melamun aja"sahut Nizam dengan tingkat kejujuran yang bisa dibilang tinggi.

"Lagaknya udah kaya orang banyak utang tau ga pake ngelamun segala"ujar Arkan lalu berdiri di samping Nizam.

"Nih ya bang Nizam tuh sebenernya penasaran banget sama banyak hal di hidup Nizam"ujar Nizam.

"Penasaran soal apa.?"tanya Arkan.

"Tentang kemana Ayah kita.?Gimana kita bisa bertahan sampai sekarang.?Gimana bang Hessa yang banyak tanggungan.?Gimana rasanya jadi bang Jean.?Kenapa kok kita bisa jadi deket sama om Jian.?Banyak deh bang"Oceh si bungsu.

"Masih bocah tu jangan banyak pikiran entar stres lagi"ujar Arkan yang berniat menakut-nakuti Nizam.

"Ya kan penasaran bang"sahut Nizam.

"Tapi bener sih kenapa ya kita kaya gini.?"ujar Arkan yang ikut penasaran.

"Nah itu dia bang adek bingung"ujar Nizam.

"Tapi ya Syukuri aja dek semuanya udah kejadian"ujar Arkan sembari menepuk bahu Nizam.

"Adek pengen sekali aja bang bisa kaya anak lain yang punya keluarga lengkap"guam Nizam.

"Abang juga mau kalo itu mah tapi kaya gini aja udah bersyukur dek"sahut Arkan.

"Emang mama ga butuh kita ya.?"tanya Nizam.

"Mungkin aja nanti suatu saat Mama pasti bakal nyariin kita"sahut Arkan lagi.

"Nizam harap di saat Mama butuh kita di saat itu juga kita masih butuh Mama"ujar Nizam.

Setelah kedua kakak beradik itu membahas tentang Ibu mereka keduanya memandang gugusan bintang di langit malam di selingi hembusan angin dan secangkir coklat panas.
























Di sisi lain Hessa tengah menghitung pundi-pundi rupiah yang di milikinya. Peluh keringatnya sangat berarti bagi dirinya sendiri dan adik-adiknya. Walau masih pas-pasan tapi harus di syukuri.

4 adiknya kini sedang berusaha membantu Hessa dalam mencukupi kebutuhan mereka. Jean memang tidak bekerja tapi dia mendapat nafkah dari Ayahnya.

Adam adalah seorang guru yang baik dia tidak menyia-nyiakan kelebihan daya pikirnya itu.

Lutfi juga sangat handal dalam memperdayakan wajah tampan nya selain itu bakat spesialnya juga sangat berguna.

Sedangkan Arkan sebisa mungkin ingin membantu abang-abangnya mulai dari kerja paruh waktu sampai berlatih taekwondo seperti arahan om Hyunjin.

Lelah.?tentu saja tapi semuanya demi kelangsungan hidup mereka.
Hessa tidak pernah keberatan dengan Randa dan Nizam yang tidak bisa bekerja berat.

Hessa tidak bisa menggambarkan betapa sayangnya dia pada adik-adiknya.
Hessa masih ingat bagaimana dia dulu di asuh oleh sang nenek yang telah tiada.

Ingatannya yang tak begitu jelas dimiliki Hessa saat Jean lahir tak sampai selang satu tahun darinya.
Begitu juga saat Adam, Lutfi, Randa dana Arkan lahir masih ada nenek yang merawat mereka.
Lain halnya dengan Nizam si bungsu tidak sempat mendapat kasih sayang nenek. Hessa lah yang merawat ke-6 adiknya setelah kepergian nenek.

Mengenai Mama, Hessa sendiri tidak bisa menyalahkan mama karena dia tau bahwa mama pada awalnya masih terlalu muda dan belum siap menjadi seorang ibu.

Bayangkan bagaimana seorang gadis yatim menjadi seorang ibu di usianya yang masih 19 tahun saat itu.
Di tambah lagi kondisi keuangannya yang tidak bisa dibilang baik saat itu.
Tanpa sadar air mata Hessa menetes dari pelupuknya saat kenangan masa kecilnya memenuhi rongga memori yang sudah di kubur dalam-dalam.

"Bang.."ujar Jean yang hendak memasuki kamar.

Dengan segera Hessa menghapus air matanya jangan sampai ada yang melihat sisinya yang lemah seperti ini

"Kenapa Jean.?"ujar Hessa seraya menoleh kearah Jean.

"Gapapa gue cuma mau tidur aja udah ngantuk"ujar Jean sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Capek ya.?"tanya Hessa.

"Harusnya gue yang nanya abang capek atau enggak"ujar Jean dengan lantang.

"Abang biasa aja kok"sahut Hessa.

"Pasti susah ya bang jadi anak sulung.?"tanya Jean.

"Enggak kok abang seneng malahan punya adek"ujar Hessa sambil ikut merebahkan tubuhnya.

"Kalo ada ayah sama mama pasti lo dan kita semua ga akan kaya gini bang"ujar Jean lagi.

"Udahlah jangan di bahas"sahut Hessa, membahas mengenai orang tua mereka tidak akan ada habisnya.

"Kalo lo capek bahu gue kuat kok bang buat lo bersandar"ucap yang lebih muda sambil menepuk pelan bahunya sendiri.

"Iya nanti kalau abang perlu sandaran Jean jangan kabur"ujar Hessa.

"Gue sama adek-adek semuanya di sini bang lo ga sendirian"sahut Jean.

"Em,abang bakal usahain yang terbaik buat kalian"guam Hessa.

"Semoga nanti beban lo bisa hilang ya bang..gue ga tega liat lo kerja banting tulang tiap hari belum lagi harus kuliah sama urus rumah..maaf gue belum bisa banyak bantu"batin Jean.












______________________________________




"Jian..nanti kalau udah gedek mau jadi apa.?"tanya seorang pria dewasa pada anak remaja SMP di sampingnya.

"Mau jadi orang baik aja deh yah"jawab si anak.

"Apapun itu nak kamu harus ingat kalo kamu itu laki-laki jadi tanggung jawabnya besar sama keluarga dan anak-anak Jian nanti"Nasehat itu keluar dari mulut ayahnya Jian.

"Hahaha ayah mah kecepetan ngomongnya Jian masih SMP ayah"sahut Jian.

"Siapa tau nanti ayah ga sempat ngomong kaya gitu makanya ayah bilang sekarang"Sang ayah tampak mengulas senyum sambil menatap anaknya itu.

"Iya ayah Jian janji bakal jadi anak baik dan bertanggung jawab"





















Jiandra Abymanyu tidak menyangka bahwa nasehat itu adalah nasehat terakhir dari sang ayah.
Begitu singkat namun sangat bermakna bagi Jian.

"Ayah..Juan belum bisa yah bertanggung jawab sama perbuatan Jian"ucapnya sambil menatap langit malam.

"Jian gagal ya.."

"Maaf.."

Andai saja waktu itu Jian tidak mengelak tentang apa yang baru saja dia lakukan pasti sekarang dia sedang bahagia bersama wanitanya itu dan juga mungkin saja dia sudah punya anak. Yang namanya penyesalan memang selalu datang di akhir.

Jian hanya berpikir bagaimana nasib wanita itu sekarang..Apa dia bahagia?ataukah dia sedang sengsara?.
Sungguh Jian menyesali kejadian malam itu. Bayangan wanita itu masih saja lekat di pikirannya.

"Ayah malu ya punya anak kaya Jian"Guam Jian di kesendirian.

"Ayah pasti marah ya sama Jian"
Air mata menetes keluar dari sudut mata sipit Jian.

"Aku bakal cari kamu"batinnya.



































Hai semuanya.!Ara Up lagi nih.

Semoga Suka

Connect🖤

Looking for FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang