L i m a

3.7K 311 7
                                    

Kakak Kandung
___________________________

Senyum itu tidak pernah luntur, Kara sedikit merasakan dianggap hidup oleh dunia setelah kedatangan Hazel. Sudah bertahun-tahun tidak ada yang bisa mengobrol dengan Kara karena ia dianggap tidak berguna.

Tetapi berbeda dengan Hazel, walaupun respon gadis itu terbilang cuek akan tetapi menurut Kara itu sangat menggemaskan.

Kara berjalan melewati ruang keluarga, karena terlalu senang Kara tidak melihat bahwa ada kakaknya yang duduk di sofa sambil menonton televisi.

"Tunggu!"

Kara berhenti dan menatap Kakaknya dengan tersenyum, walaupun semua orang membenci Kara tapi senyum cowok itu tidak akan pernah luntur untuk orang-orang terdekatnya.

Dengan tetap tersenyum maka orang akan mengira ia baik-baik saja, walaupun orang lain tau Kara hanya menutupi segala rasa sakit itu.

"Ambilin gue susu kotak di dapur," perintahnya dengan angkuh.

Kara mengangguk dan berjalan ke dapur, ia mengambil susu kotak besar dan satu gelas dan ditaruh diatas nampan.

"Ini kak," ucap Kara.

Baru saja Kara ingin pergi, tetapi perkataan Kakaknya membuat Kara terdiam di tempat.

"Gue mau susu cokelat, bukan putih!"

Kara berbalik, "susu cokelat habis kak di kulkas, tinggal susu putih!"

Tanpa rasa iba, Kakak Kara menuangkan segelas susu putih dan menyiram wajah Kara.

"Setidaknya jadi manusia yang berguna dikit."

Kara membuka matanya yang sempat tertutup karena mendapat siraman susu.

"Gue salah apa sama Kak Sachi?"

"Lo udah buat gue berantem sama Alta, lo itu memang benalu. Parasit, sampah."

Kara menelan ludahnya keluh, mendengar hinaan dari saudara kandung sendiri itu sangatlah menyakitkan.

Kara fikir ia akan mendapat kasih sayang dari Kakaknya, tetapi itu hanya angan-angan semata dari Kara.

Sachi Aurellia juga membencinya. Bahkan sangat membenci Kara.

"Kak-"

Sachi menampar Kara, "jangan panggil gue Kakak. Lo bukan adik gue, ngerti!"

"Tapi itu sudah hukum alam Kak, gue juga lahir dirahim sama dengan Kakak."

"Gue nggak sudi punya hubungan darah sama lo, gue benci lo Kara. Kapan lo mati?"

Sachi memegang kerah seragam Kara dan memukul adiknya itu. "Lo pembunuh, pembunuh!"

Kara menitikkan air matanya, mau sampai kapan Kara katakan bahwa ia bukanlah seorang pembunuh.

Semua itu terjadi karena kehendak Tuhan, Kara juga tidak ingin mendapat nasib yang seburuk ini.

"Kara bukan pembunuh."

"Lo pembunuh, lo udah ngebunuh Bunda. Bunda gue!"

"Itu takdir kak, Kara juga tidak ingin Bunda pergi."

"Tapi gara-gara lo Bunda meninggal. Kenapa lo harus lahir? Kenapa bukan lo aja yang mati?"

Sachi terduduk dibawah, ia sampai pada titik terlemahnya. Kara yang melihatnya ikut berjongkok di depan Kakaknya dan ingin memeluknya.

Akan tetapi dengan berusaha keras, Sachi mendorongnya kuat sampai punggung Kara mengenai ujung meja.

"Kara sayang Kak Sachi," ucap Kara.

𝓐𝓷𝓽𝓪𝓰𝓸𝓷𝓲𝓼 𝓕𝓪𝓶𝓲𝓵𝔂 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang