L i m a b e l a s

2.6K 253 4
                                    

Kurangnya keberanian
_________________________________

Ibu Delvika memijit kepalanya, dihadapannya sudah ada Hazel, Kara dan juga Elena. Akibat perkelahian antara Hazel dan Elena yang tak kunjung berhenti mengakibatkan mereka berakhir di ruang BK.

''Masih pagi tapi kalian berdua sudah membuat keributan," ucap Bu Delvika.

"Ini karena Kara Bu, Kara rusakin ponsel saya." Elena masih saja menyalahkan Kara akan nasib buruh yang menimpa ponselnya.

"Emang dasar ya lo. Bu, Kara nggak salah! Ibu bisa bertanya ke murid-murid yang lain sebagai buktinya."

"Ponsel gue rusak karena Kara yang tiba-tiba datang."

"Kan lo yang jatuh sendiri, Elena?"

"Ini semua karena Kara."

"Lo yang salah!"

"Gue nggak salah."

"STOP!"

Ibu Delvika berdiri dan merentangkan tangannya diantara Hazel dan Elena.

"Kara, apa benar kamu yang merusak ponsel Elena?"

Kara menunduk dan meremas seragam sekolahnya. Bukan Kara yang merusak ponsel Elena, ponsel itu terjatuh karena kesalahan Elena sendiri yang sudah kehilangan keseimbangannya.

"KARA?"

"BU!"

Kara semakin menunduk takut, apalagi saat mendengar teriakan Ibu Delvika dan juga Hazel yang beriringan.

Beberapa siswa yang menonton di luar pintu ruangan BK juga ikut terlonjak kaget.

"Ibu jangan mendesak Kara seperti itu, dia tidak bersalah!"

"Jika Kara tidak bersalah kenapa dia terdiam?" tanya Elena, ia juga semakin mendesak Kara.

Padahal Elena tau sendiri, Kara tidak bersalah. Mely menginjak tali sepatu Elena yang terlepas dan membuat Elena terjatuh pada saat ingin berjalan.

Akan tetapi Elena tidak ingin terlihat salah, ia akan tetap bersikukuh bahwa Kara adalah penyebab keruskaan layar ponselnya.

Kara menunduk dan semakin gelisah, bahkan seragam sekolahnya yang sedari tadi Kara remas sudah sangat berantakan.

Hazel tau, Kara tidak memiliki rasa percaya diri untuk mengatakan yang sebenarnya. Kara terlalu penakut untuk mengatakan sebuah kebenaran.

Hazel memegang bahu Kara sehingga membuat Kara mendongak. "Ka, lo harus berani nyampaiin kebenaran. Lo nggak salah, gue ada disamping buat bela lo."

Kara terdiam, ia menatap kedua mata Hazel yang memiliki pancaran harapan kepada Kara.

"Kara...?"

"Ayooo, lo pasti bisa!"

Kara mengangguk lalu menatap Ibu Delvika. Akan tetapi kedua mulutnya serasa kaku dan sulit untuk berbicara.

"Apa benar kamu membunuh temanmu sendiri, Ha?" tanya Abraham emosi.

Kara terdiam, ia masih sangat syok akan kematian temannya. Darah dan pisau, Kara ingat itu.

"Jawab saya!"

Kara masih saja terdiam, apalagi  teriakan dari teman-temannya yang menuduhnya sebagai pembunuh masih terngiang-ngiang di kepalanya.

"Anak sialan," ucap Abraham lalu mendorong Kara sampai terbentur di tembok.

Abraham lalu melepas ikat pinggangnya dan memberikan cambukan kepada Kara tapa rasa iba sedikitpun.

𝓐𝓷𝓽𝓪𝓰𝓸𝓷𝓲𝓼 𝓕𝓪𝓶𝓲𝓵𝔂 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang