E m p a t p u l u h s a t u

6.9K 340 15
                                    

Pergi
_______________

Pintu ruang UGD terbuka, menampilkan sosok pria paruh baya dengan setelan jas dokter dan kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Bagaimana keadaan anak saya Dokter?" Tanya Abraham.

Untuk pertama kalinya ia mempertanyakan kabar Kara.

Abraham mungkin sedikit demi sedikit sudah tersadar akibat kesalahannya selama ini kepada Kara, anaknya.

"Anak bapak mengalami cidera otak dan penggumpalan darah akibat benturan keras. Apa anak Bapak pernah terjatuh atau terbentur?"

Abraham menelan ludahnya susah payah, selama ini kedua tangannya sendirilah penyebab Kara berada di rumah sakit dengan kondisi lemah seperti sekarang.

"Di-dia.."

"Benturan dikepalanya bukan hanya sekali, hal itu menyebabkan aliran darah di otak terganggu. Bukan hanya itu, anak Bapak juga kecanduan obat tidur. Dia sering mengkonsumsi obat tidur dalam dosis yang tinggi."

Abraham terkejut mendengarkannya, apakah Kara meminum obat tidur untuk menenangkan dirinya. Karena tidak ada yang bisa menenangkan anak itu.

"Apa saya boleh bertemu anak saya Dok?" Tanya Abraham.

Dokter Rafi menganggukkan kepalanya, "kalian boleh masuk, pasien juga sudah sadar dan ingin bertemu kalian semua."

Abraham lalu masuk, di ikuti oleh Sachi, Moza dan Bu Sri.

Kara melirik kearah pintu melalui ekor matanya, kepala bagian belakangnya terasa sangat kaku.

"Jangan pukul Kara, Yah."

Abraham menggigit bibir bawahnya menahan pilu. Kara trauma melihat Abraham jika tiba-tiba muncul di depan pintu.

Abraham memegang tangan putranya, sejak Kara bayi Abraham tidak pernah memegang dan mengelus tangan Kara.

"Kara, maafin Ayah," ucap Abraham dengan terisak.

"Kara bisa memaafkan Ayah, tapi apa Bunda akan menerima maaf Ayah?"

Abraham menenggelamkan wajahnya dibalik lengan Kara.

"Maaf Nak."

Kara tersenyum, apa ia salah dengar? Abraham memanggilnya Nak, anak.

"Apa Ayah menyesal?"

"Ayah menyesal Kara, tolong bertahanlah."

"Kara ingin bertahan Yah, tapi Bunda sudah menunggu Kara di surga."

Sachi memeluk Moza dan terisak hebat di sana.

Sedangkan Bu Sri, ia tidak kuasa menahan tangisnya.

"Kak Sachi, bahagia selalu ya sama Kak Alta."

Sachi menatap ke arah Kara, ia lalu menghampiri Kara dan mengusap lembut surai adiknya itu.

"Kakak, sayang Kara. Tolong bertahanlah!"

"Kara bahagia karena semua sudah menyayangi Kara. Kara ingin merasakannya lebih lama, tapi Bunda juga sudah merindukan Kara dan menunggu Kara pulang."

"Jangan tinggalkan Ayah, Kara!"

"Nanti kalau Kara sudah ketemu Bunda, Kara akan bilang kalau Ayah sama Kak Sachi sudah sangat sayang kepada Kara."

Kara memegang kuat tangan Sachi, menggenggamnya sangat kuat.

Bibir bawah Kara ia gigit sampai mengeluarkan darah.

Bu Sri menutup mulutnya, merapalkan doa dalam hati supaya Cahaya jangan mengambil Kara dulu.

𝓐𝓷𝓽𝓪𝓰𝓸𝓷𝓲𝓼 𝓕𝓪𝓶𝓲𝓵𝔂 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang