Tiga hari berlalu. Akhirnya Raya bisa menghirup udara segar. Rasa suntuk kerap menghinggapi nya, apalagi Fajri melarangnya melakukan ini itu. Menyebalkan sekali. Seperti saat ini, ia dan Fajri tengah cekcok, pasalnya ia ingin pergi ke kampus namun dilarang oleh Fajri, dengan alasan baru semalem pulang dari rumah sakit.
"Tapi aku pengen berangkat, pengen ketemu cogan basket," ucap Raya, lebih tepatnya menggoda Fajri.
"Ga usah ngampus aja sekalian, aku pasung dirumah."
"Emang aku ODGJ? Boleh ya, suamiku kan baik."
"Ga Raya! Nurut ya, aku juga dirumah kok, nemenin kamu," Raya memanyunkan bibirnya.
"Iya deh, iya nurut," Raya kembali merebahkan tubuh nya. Bosan banget kalau harus berdiam diri di kamar.
"Marah?" tak ada jawaban dari Raya.
"Ya udah, yuk ngampus. Tapi jangan diemin aku ya," ucap Fajri selembut mungkin. Lebih bahaya kalau Raya tak mau berbicara dengan nya. Ga ada bahan buat digodain.
Raya masih saja tak berkutik, bahkan ia menarik selimut hampir menutup semua tubuhnya.
"Cantik, katanya mau ngampus. Yuk, aa anterin."
"Ga usah kalau ga ikhlas," ketus Raya.
"Ga kok, aku ikhlas kamu pergi ke kampus."
"Ga jadi, udah ga mood."
Terdengar helaan napas dari Fajri. Apa salahnya, jika ia ingin menjaga kesehatan istrinya?
"Ya udah, istirahat ya. Butuh apa-apa, telfon. Aku ke markas dulu," Fajri beranjak dari duduknya. Ia mengambil jaket kebanggaan nya. Sepertinya sebentar lagi ia akan turun jabatan.
"Cowo gitu ya, cewe nya lagi ngambek malah ditinggal," ucap Raya tanpa menatap Fajri sedikit pun. Ia fokus pada ponselnya.
Fajri meletakkan kembali jaketnya. Serba salah jadinya. Pengen marah, tapi ga bisa gitu. Ia bersandar di lemari dengan melipat kedua tangan nya.
"Lama-lama gua bawa ke hotel mampus," lirih Fajri. Namun masih bisa didengar Raya. Sontak saja Raya menatapnya horor.
"Siapa?"
"Silvi," jawab Fajri seadanya.
"Gue laporin Bang Han mampus," Raya kembali masuk kedalam selimut. Bisa-bisanya bahas mantan didepan nya.
"Cepu,"
"Udahlah sono pergi, temui masalalu lo yang cakepnya melebihi Rayana tukang ngadu."
"Huft, serba salah kan gue."
Sebuah panggilan berasal dari ponsel Fajri yang kebetulan lagi dipegang sama Raya. Jadi mereka tukeran HP gitu.
"Tuh kan udah janjian," rengek Raya. Fajri menatap Raya bingung, maksudnya apa?
"Udahlah, gue mah apaan. Istri yang ga berguna dimata lo. Urusin mantan pacar lo sana, kalau perlu talak gue."
Raya beranjak pergi meninggalkan Fajri yang tak tau apa-apa. Ia mengambil ponselnya, ternyata Silvi menghubunginya. Ia melempar ponselnya ngasal dan lari mengejar Raya.
"Ray- mampus," lirih Fajri saat mendapati Fenly dihadapan Raya.
"Kenapa lagi?" tanya Fenly pada Fajri, karena percuma kalau tanya Raya, ga akan dijawab jujur.
"Abang kepo, ini urusan aku sama Kak Fajri."
"Ntar lo kayak kemaren gimana?"
"Ketemu malaikat lebih indah daripada ketemu mantan."
"Hust, kalo ngomong ngada-ngada. Kita selesaiin masalah kita dikamar," ucap Fajri seraya mengulurkan tangannya. Raya enggan menerima uluran tangan Fajri, ia memilih berlalu ke taman belakang.
"Lo apain adik gua lagi? Udah bosen hidup?"
"Cuma salah paham, bang," Fajri menurunkan volume nya ketika menyebut kata terakhir. Fenly menaikan salah satu alisnya, apa dia tak salah dengar?
Sebuah tangan menahannya saat ia hendak mengikuti Fajri.
"Mau kemana? Ga usah kepo kalau adiknya lagi sama pacar halalnya."
"Dih siapa juga yang kepo."
"Siipi jigi ying kipi, nikah sono."
"Lo pikir gampang?"
"Gampang lah, ucap hijab kabul selesai."
"Selesai pala lo, bang," Ricky terkekeh mendengar perkataan adik laki-laki nya itu.
"Ada Hanum di depan sama Gryan dan ga tau siapa bocil," Fenly langsung berlari menuju ruang tamu. Mau apa ketua Lucky Gray kesini bersama Hanum? Apa yang dia lakukan kepada gadis nya?
"Fen," Gryan mengulurkan tangannya, berniat salaman. Fenly menerima uluran tersebut.
"Duduk, ada apa? Lo ga macem-macem sama Hanum kan?"
"Ga kok kak ganteng, om ini baik sama aku sama Mama," Anis membuka suara. Ia sudah berada dipangkuan Fenly.
"Beneran dia ga jahatin Anis sama Mama?" gadis kecil itu menggeleng.
"Fen, gua mau ngomong serius sama lo," Fenly beralih menatap Gryan. Dari sorotan matanya, sepertinya Gryan benar-benar ingin berbicara serius.
"Eh El, kebetulan. El ajal Kak Anis main gih," ucap Fenly pada ponakannya yang kebetulan lewat dengan bola di tangannya. El mengangguk pelan.
"Ayu tita ain ola,"
(Ayo kita main bola)"Ayok,"
Setelah memastikan tak ada anak kecil, Fenly menatap serius kearah Gryan. Hanum, yang ada disebelah Gryan hanya bisa menundukkan kepala.
"Gue mau nikahin Hanum," ucapan Gryan membuat Fenly mengubah posisinya. Tadi Fenly sempat menyandarkan tubuhnya.
"Maksud lo apa?!"
"Gua cuma pengen deket sama Anis, gua pengen dipanggil Papa sama Anis. Tapi Anis nolak itu semua, dia bilang dia bakal manggil Papa keorang yang nikah sama Hanum. Gua harap lo ngerti."
"Tapi ga gini juga, lo tau kan sekarang status Hanum apa? Dia pacar gua," ucap Fenly dengan sedikit penekanan.
"Lagian, kenapa lo ga nikahin aja kakaknya? Dia kan mama nya Anis,"
"Kaila nya ga mau, Anis itu anak gua, gua cuma mau menuntut hak gua," lirih Gryan.
"Hak apa? Sebagai ayah? Selama 5 tahun ini lo kemana aja? Baru sekarang lo ngakuin Anis anak lo? Ck gini ternyata kepribadian seorang Gryan Sachsen, pengecut," Fenly menyeringai di akhir kalimatnya.
Brakk
"Gue bukan pengecut," Gryan sudah berdiri dari duduknya.
"Terus apa? Apa yang cocok buat seorang ayah yang nelantarin anaknya dan tiba-tiba dateng minta haknya sebagai seorang ayah," kini Fenly sudah berdiri berhadapan dengan Gryan.
"Kak stop, jangan berantem," Hanum mencoba menenangkan kedua. Akhirnya mereka berdua kembali duduk.
"Kak, sebelumnya aku minta maaf. A-aku nerima lamaran Kak Gryan demi Anis," ucap Hanum sambil menundukkan kepala. Ia tak mau melihat kekecewaan Fenly.
"Tapi Num-"
"Demi Anis kak."
"Congrats kalo gitu, pintu keluar ada disamping lo, silahkan keluar. GUE MUAK LIAT KALIAN," Ricky menghampiri adiknya. Sedari tadi ia memperhatikan mereka.
"Fen," Fenly beranjak dari sana dan ntah pergi kemana dengan motor nya.
"Sebaiknya kalian pulang aja ya, gue mau ngejar Fenly dulu."
Tega banget sih Num, kalau author jadi Hanum, pasti bakal milih bang ganteng.
Sabar ya bang, rencana Tuhan lebih indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badboy My Husband : End✅
FanfictionMenikah diusia muda bukanlah keinginan Fajri, apalagi melalui jalur perjodohan. Menjengkelkan memang. Namun, ia tak ada pilihan lain selain menerimanya. Tapi siapa sangka, gadis yang dijodohkan dengannya merupakan gadis yang dari dulu ia klaim sebag...