45

1K 93 9
                                    

"Dia udah buat adik lo keguguran dan lo diem aja? Abang macam apa?"

"Gua juga terpukul, Ji, tapi saat ini Raya butuh lo, Raya butuh penyemangat, kalau lo ngelawan Dymasius sekarang, Raya tambah terpukul," jelas Fenly.

"Tapi, Fen,"

"Temui Raya sekarang atau sampai kapanpun lo ga akan gua ijinin ketemu Raya," ancam Fenly.

"Lo lupa, mental Raya pernah terganggu, disaat itu ga ada yang peduli sama dia. Lo mau, Raya yang dulu balik lagi? Raya yang penuh dengan tangisan, yang penuh dengan bayangan senapan, lo mau itu terjadi lagi? Temui Raya," jelas Fenly. Mendengar penjelasan Fenly, Fajri bergegas kembali masuk rumah sakit untuk menemui Raya. Raya butuh dirinya untuk sandaran.

"Assalamu'alaikum," hal pertama yang ia lihat saat memasuki ruangan adalah kesedihan diwajah Raya.

"Waalaikumsalam, umi tinggal dulu ya," tersisa Fajri dan Raya. Tangis Raya pecah kala Fajri duduk disamping brankar.

"Sstt, ga papa ya," ucap Fajri

"Ma-maaf, aku ga...." ucapan Raya terpotong oleh gelengan Fajri.

"Ikhlas, mungkin Allah pengen kita ngabisin waktu berdua dulu," walaupun sebenarnya dia belum ikhlas atas kepergian calon anaknya, tapi sebisa mungkin ia harus terlihat kuat didepan istrinya.

"Kamu mau apa? Nanti kakak beliin," ucap Fajri. Sebisa mungkin itu harus mengalihkan perhatian Raya agar tak terlarut dalam kesedihan.

"Ga ada," jawab Raya.

Sementara itu, seorang pemuda tengah melempar semua yang ada disekitarnya. Hal ini karena, anak buahnya begitu bodoh, sampai-sampai membuat perempuan yang ia sayangi terkapar dirumah sakit.

"BODOH KALIAN SEMUA!" cercanya.

"Gua suruh kalian neror, bukan nyelakain Raya, kalau Raya kenapa-napa habis kalian semua," ucap nya sambil berlalu.

Pagi kembali menyapa, kondisi Raya semakin membaik. Namun, tidak dengan hatinya. Bagaimana ia bisa ikhlas sepenuhnya, orang yang membuat nya kehilangan calon anaknya adalah temannya dulu. Orang yang mengajarkan tentang bertahan dalam hutan dan keadaan apapun, rasa marah bercampur kecewa berkecamuk dihati nya.

"Kak, kenapa sih aku ga pernah bahagia?" ucap Raya.

"Jangan ngomong gitu Ray," tegur Fajri.

"Dari aku lahir, mama ga mau nerima aku, sampai-sampai aku dibuang. Waktu kecil, aku trauma sama penembakan Bang Fen, bukannya dibawa ke psikiater malah ke padepokan. Begitupun Bang Iky, dia selalu nyalahin Raya atas semuanya. Dijodohin, pula," Fajri hanya menyimak saja. Ia tau Raya sedang dalam posisi down, ia akan membiarkan Raya mengeluarkan semua keluh kesahnya.

"Disaat aku udah bahagia akan kasih sayang kakak, perhatian kakak, dan kehadiran calon anak kita. Tapi ga lama, kebahagiaan terbesar Raya hilang gitu aja. Aku cuma pengen bahagia kak," ucap Raya dengan air mata yang ikut meluruh.

"Sstt, udah yah. Semuanya itu atas kehendak Allah, ada saatnya kamu bahagia Ray, kayak sekarang, kamu bahagia kan punya kakak? Diluar sana banyak yang ngantri loh," ucap Fajri dengan nada gurau.

"Pede banget," ucap Raya sambil menyeka air matanya.

"Makasih ya kak, kakak udah buat aku nyaman. Dulu, cuma Bang Fen sama umi yang perhatian sama Raya, sekarang ada kakak, ayah, bunda, bahkan semua temen-temen kalian perhatian sama Raya, makasih ya," ucap Raya diikuti senyuman manisnya.

"Ya Allah meleleh," ucap Fajri. Raya terkekeh menanggapi ucapan Fajri, menggemaskan.

"Eum, kakak ijin keluar sebentar ya," ijin Fajri.

"Kemana?"

"Keluar bentar, boleh?" Raya mengangguk sebagai jawaban.

Setelah berpamitan dengan Raya, Fajri bergegas menuju motornya. Diparkiran, ia bertemu Ricky dan Fira. Ricky tersenyum kearahnya, namun hanya dibalas dengan senyuman tipis Fajri.

"Mau kemana Ji?" tanya Ricky basa basi.

"Mau bales orang yang udah buat Raya kayak sekarang, termasuk lo," ucap Fajri seraya berlalu. Ricky mengangkat salah satu alisnya, apa maksud Fajri?

Motor Fajri mulai membelah jalanan, ia melaju dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia ingin segera sampai di markas Dymasius, dari kemarin ia ingin menghajar wajah mulus Saga.

Beberapa saat kemudian ia telah sampai di markas Dymasius, ia disambut beberapa anak Dymasius, termasuk Saga.

"Welcome Maulana Fajri," sambut Saga.

"Berani juga ya, dateng kesini seorang diri," ucap salah seorang dari mereka.

"Lo harus tanggung jawab atas kematian anak gua," tegas Fajri.

"Bini lo aja yang ga bisa jagain, ya ga gays?" bukan Saga, melainkan Robby.

"Berani banget kalian usik anak Rexsan," ucap seorang pemuda yang baru saja datang. Saga membulatkan matanya kala mengetahui siapa yang datang.

"Tu-tuan," lirih Saga.

"Bang? Ngapain lo-" ucapan Fajri terhenti kala pemuda tersebut mengangkat satu tangannya, isyarat berhenti berbicara.

"Lo mau, sekarang juga gua hancurin perusahaan bokap lo? Atau gua balik nama aja ya, biar jadi milik gua, kan bokap lo dipenjara," jelas orang tersebut.

"Ja-jangan tuan," lirih Saga.

"Lo tau kan, Rexsan adalah geng gua, geng kebanggaan gua, dengan beraninya lo ngusik salah satu junior gua, junior kebanggaan gua pula, susah payah gua rekrut dia biar jadi ketua, seenaknya lo buat dia kacau," ucap pemuda tersebut dengan penuh penekanan, pemuda tersebut adalah Boim, pendiri Rexsan.

"Siapa yang buat anak lo meninggal?"

"Gua ga tau pasti bang, soalnya malam itu mereka rame-rame, ada lima motor," ucap Fajri.

"Ngaku," datar Boim.

"NGAKU BANGSAT ATAU GUA HANCURIN TEMPAT INI," tegas Boim setelah beberapa saat tidak ada yang menjawab.

"Gua yang nendang motor Fajri," ucap salah satu dari mereka.












Siapa hayo....
Bakal diapain Ji?

Bunuh~ Fajri

Badboy My Husband : End✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang