39

1K 96 8
                                    

Setelah makan malam, satu keluarga diminta berkumpul diruang keluarga oleh Raya dan Fajri, orang tua Fajri juga diundang. Sebagian dari mereka sudah ada yang tau apa yang akan disampaikan pasutri ini.

"Jadi gini, kita berdua punya kabar gembira," ucap Fajri mengawali pembicaraan.

"Apa? Jangan setengah-setengah Ji, bunda kepo nih," jawab Gia penasaran. Ia belum membuka aplikasi media sosialnya.

"Raya hamil," ucap Fajri diikuti senyuman.

"Oh hamil, APA HAMIL?!" teriak Gia saat menyadari kata-kata Fajri.

"Bunda, kebiasaan deh," tegur Ayah.

"Beneran nak?" ucap Alma memastikan, Raya mengangguk pelan.

"Alhamdulillah," ucap seisi ruang keluarga.

"Akhirnya, El ada temennya," ucap Fira.

"Selamat ya, kalau kamu butuh apa-apa, bilang aja. In Syaa Allah umi bisa bantu nak."

"Iya bilang aja, kalau misal Fajri ga bisa memenuhi, ada umi sama bunda kamu," ucap Gia sambil sesekali melirik putranya.

"Ya elah bun, Fajri ga semiskin itu," jawab Fajri, seakan tau maksud lirikan bundanya.

"Raya mau apa? Biar Bang Iky sama Bang Fen beliin?"

"Iya Ray, bilang aja. Jangan sungkan," balas Fenly.

Raya tersenyum sambil meneteskan air matanya. Ia tak menyangka dikelilingi oleh orang-orang yang amat menyayangi nya. Bahkan umi nya tak pernah membenci dirinya, padahal Alma tau kebenarannya.

"Kenapa? Ada yang sakit?" lirih Fajri, Raya menggeleng.

"Makasih ya, udah mau perhatian sama Raya, padahal-"

"Kamu ngomong apa sayang? Kamu ga usah ngomong gitu, kamu anak umi, udah sepatutnya umi perhatian sama kamu," potong Alma, sebelum Raya melanjutkan kalimatnya. Raya langsung memeluk tubuh Alma.

"Makasih ya umi, maafin Raya juga, kalau Raya punya salah."

"Ga perlu berterima kasih, Ray," ucap Alma membalas pelukan Raya.

*:..。o○ ○o。..:*

Pagi kembali menyapa, Fajri dan Raya baru saja selesai menunaikan ibadah Sholat Subuh. Fajri tengah sibuk melipat sajadah, sedangkan Raya hanya memperhatikan saja.

"Kak, pengen rujak buah," ucap Raya dengan sedikit tersenyum. Fajri melirik jam dinding, baru pukul 5 pagi, mau cari rujak dimana?

"Campur atau tertentu?" tanya Fajri.

"Apa aja deh, yang penting buah bukan sayuran, apalagi daging," Fajri menaikan salah satu alisnya.

"Emang ada rujak daging?"

"Ada dong, makanan orang Padang," jawab Raya dengan muka tanpa dosa.

"Rendang," batin Fajri sambil menarik napas kasar. Kali ini ia harus ekstra sabar menghadapi istrinya.

"Ya udah, kakak cari dulu ya," Raya mengangguk pelan.

Setelah siap dengan style nya, Fajri mulai meninggalkan area rumah dengan sedikit ngedumel, kemana dia harus mencari rujak buah? Memangnya pagi-pagi begini ada yang jualan?

Cukup lama ia menyusuri jalanan, namun belum juga membuahkan hasil apapun. Tiba-tiba saja pandangannya jatuh pada sebuah toko buah, suatu ide muncul dibenak nya, kenapa ia tak membuat nya saja? Kenapa harus repot-repot cari?

"Mba, beli buah yang biasa buat rujak ya," ucap Fajri pada penjual buah.

"Ini mas, totalnya jadi 50 ribu."

"Makasih," Fajri berlalu, dia mengendarai motornya menuju rumahnya, untuk meminta bantuan kepada bunda.

"Assalamu'alaikum, bunda!" teriak Fajri.

"Waalaikumsalam, ada apa sih," jawab bunda dengan celemek yang biasa digunakannya.

"Bun, bantu Aji please," ucap Fajri memohon. Ia tak tau harus minta bantuan kepada siapa lagi. Kalau ke umi, nanti Raya tau lagi.

"Apa?"

"Buatin rujak buah, udah Aji cari kemana-mana ga ketemu," Gia tertawa pelan. Rupanya putra bungsu nya ini sedang menjalankan tugasnya.

"Iya bunda bantu, yuk kedapur," Fajri bersyukur didalam hatinya. Akhirnya masalah terselesaikan.

*:..。o○ ○o。..:*

Bosan rasanya menunggu Fajri yang tak kunjung datang. Untuk menghilangkan kebosanannya, Raya duduk ditepi kolam renang dan mengayunkan kaki nya di air.

"Raya..."

"Iya umi," Raya tersenyum kearah Alma. Namun pandangannya jatuh pada wanita yang ada dibelakang Alma.

"Ngapain tante kesini?" tanya Raya. Sakit rasanya, jika anak yang kita lahirkan memanggil kita dengan sebutan tante.

"Raya, dia Mama kamu," tegur Alma.

"Raya udah ada umi, Raya ga butuh yang lain. Cukup Umi Alma," jawab Raya dengan pandangan kearah bawah.

"Raya, Mama minta maaf ya," ucap Lina penuh kelembutan. Ia beruntung, kali ini Alma mengizinkan nya untuk bertemu Raya.

"Apa dengan maaf, luka Raya terobati?" ucap seorang pemuda yang tak lain adalah Fenly.

"Tante tau ga, gimana rasanya dianggap benalu oleh orang lain? Dan coba tante pikir, gimana jadinya kalau saat itu abi ga nemuin Raya sama sekali, penyesalan tante akan lebih dari ini," lanjut Fenly. Ia yang selalu menjadi benteng jika Raya disebut anak pembawa sial oleh keluarga dari umi nya, termasuk Ricky. Ia tau apa yang dirasakan Raya saat itu.

"Fen," tegur Alma.

"Kenapa umi, bener kan yang Fen ucapin? Raya menderita umi, sangat menderita, semua kesalahan abi dan wanita ini dilimpahkan ke Raya, enak digituin? Cape, Raya ga tau apa-apa tapi harus menanggung semua kesalahan orang tuanya," tegas Fenly.

"Ji, bawa Raya masuk kekamar," ucap Fenly saat seorang pemuda baru saja berdiri disebelah nya.

"Lah kenapa?"

"Gua ga mau, adik gua ketemu sama wanita ini," Fajri hanya mengangguk. Ia membawa Raya kekamar dengan iming-iming rujak buah yang ia bawa.

"Tante pergi dan jangan pernah temui Raya lagi, silahkan bersenang-senang dengan harta warisan itu," Fenly memberi jalan Lina agar segera pergi dari kediamannya.
















Kira-kira Raya bakal mau nerima Lina ga ya?

Badboy My Husband : End✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang