30. Nikahan atau Lamaran?

65 9 2
                                    

“Bagaimana, Fay?"


Entah sudah berapa kali Diana menanyakan itu pada Fay. Matanya tak lepas dari cermin di hadapan mengamati penampilannya yang harus sempurna. Ketukan pintu dari luar membuat Fay tidak menjawab dan memilih beranjak membuka.


“Mbak Diana, sudah siap?” Adrian, lelaki itu mampu menghipnotis Fay dengan segala pesonanya. Tubuh kekarnya ada dalam balutan batik dan celana bahan, rambut lelaki itu disisir rapi sekali.

Adrian tersenyum melihat wajah merah Fay, gadis itu juga terbalut gamis batik seperti miliknya. Dipadukan dengan hijab pashmina yang .... Melilit leher, Adrian mendekat, senyumnya hilang menjadi datar. Lelaki itu merapatkan tubuh, menjangkau kepala Fay.

“Maaf, ya,” ujarnya. Beberapa jarum pentul yang Fay gunakan sudah berpindah tangan. Adrian dengan teliti membuatkan model hijab yang sekiranya menutup dada dari kerudung pashmina yang digunakan gadis tak berkutik di depannya.

Fay seolah terhipnotis, gadis itu bahkan masih anteng ketika Adrian pergi sebentar ke dalam menaruh jarum dan mengambil mahkota kecil untuknya. Gadis itu baru sadar ketika Adrian kembali ke dalam kamar dan keluar dengan Diana. Gadis itu dengan tubuh kaku mengikutinya dari belakang.

“Mbak, kamu tunggu di sini dengan Fay. Mama masih di depan, nanti dia yang bawa Mbak keluar ketika Mas Fandy sudah mengucap ijab.”

Adrian pergi meninggalkan Diana dengan Fay di tirai pembatas, yang mana di sebelah tirai itu terdapat pengantin mempelai pria. Semuanya sudah siap, tangan Ardan terulur, dibalas oleh tangan dingin Fandy. Hingga beberapa menit terdengar kata 'SAH' yang menggema di ruang tengah keluarga Adinata.

"Alhamdulillah ...." Ucapan syukur terdengar dari orang-orang yang menghadiri. Hanya tetangga terdekat dan keluarga besar mempelai saja.

Sarah membawa Diana keluar, gadis itu menjadi pusat perhatian sekarang. Ia didudukkan di sisi Fandy, mereka mulai menandatangani surat nikah. Diana menghadap sang suami dan mulai mencium tangannya sebagai bentuk bakti seorang istri. Fandy membalas dengan membacakan doa pengantin, lelaki itu merapatkan tangan dan meniup ubun-ubun Diana. Mencium keningnya.

"Mereka romantis, ya." Fay menoleh ke Adrian. Lelaki itu berbicara masih dengan pandangan yang lurus. Fay ikut tersenyum menyaksikan itu, hati kecilnya juga ada rasa ingin seperti Diana. Terbawa perasaan, pipi Fay merona. Adrian menoleh. "Kamu mau seperti Mbak Diana, tidak?"

Memutar bola mata, Fay tidak menggubris ucapan Adrian. Gadis itu mengamati Diana dan Fandy yang tengah melakukan berbagai pose dalam potret kenangan. Kini, semua keluarga ikut bergabung. Fay terbelalak ketika Adrian juga menyeretnya ikut serta.

Berbagai pose sudah dilakukan, posisinya adalah pengantin di tengah, kedua orang tua mereka di sampingnya, kemudian diikuti oleh keluarga yang lain. Fay bersisian dengan Sarah dan Adrian. Fay menoleh menatap mata Adrian, gadis itu tersenyum tanpa sadar. Detik itu juga, Adrian yang semula sudah tersenyum ke kamera menoleh ke arah Fay dengan senyuman itu.

"Yang ini romantis." Photographer itu tersenyum, rupanya Adrian dan Fay mencuri perhatian dan membuatnya salah fokus.

Pemotretan usai, semuanya sudah kembali seperti semula. Mereka menikmati hidangan yang tersedia. "Mas, apaan sih. Malu!" gertak Fay ketika Adrian menahannya mengajak foto berdua.

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now