29 I'm Here

21.1K 3.2K 1K
                                    

Hey Guyss...!!! Welcome back to my storyy...!!!

Hai.. Ayo ikutan PO Saving The Male Lead sebelum ketinggalan ‼️

Cuma sampai tanggal 20 Januari 2024 aja 🔥

*
*
*

Shailene memandangi jalanan di depannya dalam diam. Di sampingnya Fabian sedang mengemudi sambil melirik Shailene beberapa kali. Sejak tadi tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut gadis itu. Sikapnya berubah sejak kemarin. Fabian bukan orang yang tidak peka untuk tidak menyadari kalau gadis di sampingnya ini sedang mendiamkannya sejak kemarin.

Sudah cukup Fabian melewati malam dengan suram karena gadis itu sama sekali tidak mengiriminya pesan atau memberinya kabar. Fabian hampir tidak tidur semalaman karenanya, ia hanya menutup mata satu jam sebelum ia memimpikan gadis itu yang berkata akan menjauhinya, membuatnya tidak lagi dapat menutup matanya.

Fabian meraih tangan Shailene yang sedari tadi hanya berada di atas pangkuannya. Menggenggam tangan itu dan tidak melepaskannya, membiarkan dirinya mengemudi hanya dengan satu tangan.

Shailene yang mendapat perlakuan seperti itu pun mendadak jadi gugup. Ia tidak menyangka Fabian akan menggenggam tangannya begini. Shailene merasa tangannya akan berkeringat sehingga memilih melepaskan genggaman itu, tapi tangannya jelas ditahan oleh Fabian.

"Kamu nggak suka tangannya aku pegang?" tanya Fabian akhirnya.

Shailene tidak menjawab apapun. Sebenarnya ia tidak bermaksud mengabaikan Fabian, tetapi karena kedatangan ibunya kemarin malam membuatnya menghabiskan seluruh malam bercerita panjang lebar bersama ibunya, tidak sempat memikirkan Fabian. Lagipula ia masih kecewa dan kesal dengan Fabian yang tidak mengatakan apapun terkait hubungan mereka kepada Ryan kemarin.

"Tu tau," jawab Shailene ketus.

Fabian menghela nafasnya lelah. Benar dugaannya kalau Shailene masih menghindarinya. Dilihat dari sifatnya, sejak dulu gadis itu memang mudah merasa kesal dan senang. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu agar gadis itu tidak marah lagi padanya.

"Aku nggak akan lepasin," balas Fabian sambil mengeratkan genggamannya di tangan Shailene.

Shailene hanya membiarkannya saja. Toh hal ini bagus juga karena ada Vania di dalam. Ia bukannya tiak tahu kalau semenjak tadi Vania memandangi interaksi mereka dengan wajah suram. Setidaknya hal itu dapat menghiburnya.

Semua itu tak luput dari pandangan Vania yang kini hanya bisa meremas-remas jarinya dengan kepala tertunduk. Ia tidak merasa mual saat Fabian yang mengemudikan mobil, tapi ia justru merasakan sakit lain karena melihat interaksi kedua orang yang duduk di kursi depan.

***

Fabian menahan tangan Shailene yang hendak pergi meninggalkannya tanpa sepatah katapun. Lelaki itu menatap Shailene lekat, memandangi setiap inchi wajah cantik gadis di depannya.

"Aku tunggu di jam istirahat ya," ucap Fabian.

"Aku masih kenyang, tadi pagi sarapannya banyak," jawab Shailene.

"Istirahat ke-dua," ujar Fabian lagi.

"Hm iya," balas Shailene.

"Kamu nggak mau kasih aku senyum?" tanya Fabian pelan.

"Buat apa?" Shailene balik bertanya.

"Aku butuh," jawab Fabian pelan.

Shailene tidak membalas. Ia melirik ke belakang mereka dimana Vania masih ada dan berdiri di sana. Membuatnya semakin kesal saja. Kenapa Vania masih saja ada di sana? benar-benar tidak tahu diri seperti ibunya.

"Aku nggak ada kewajiban ngasih kamu senyum tuh," sarkas Shailene.

Fabian yang mendengarnya tidak merespon apapun. Hanya saja matanya terlihat lebih sayu dari biasanya. Cowok itu membelai wajah Shailene, menatapnya lekat.

Cup.

Sebuah kecupan mendarat di dahi Shailene, membuat gadis itu melebarkan matanya menatap Fabian yang berdiri di depannya.

Deg.

Cup.

Satu kecupan lagi mendarat tepat di bawah matanya, di dekat hidung. Shailene tidak mampu mengucapkan apapun. Ini begitu mendadak dan tiba-tiba untuknya.

"Selamat belajar, sampe ketemu nanti," ucap Fabian setengah berbisik.

Shailene tidak merespon apapun karena yang ia dengar hanya suara detak jantungnya yang berdentam di seluruh tubuhnya. Gadis itu hanya memandangi Fabian beberapa saat sebelum kemudian berbalik dan segera pergi meninggalkan cowok paling jenius di sekolah itu.

"Jangan menjauh Lin," gumam Fabian seraya menatapi punggung Shailene yang semakin lama semakin mengecil. Melihat gadis itu pergi menjauhinya membuat perasaan sesak menyerangnya di dada, rasanya sulit bernafas.

[Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan. Jika ingin membaca versi lengkapnya bisa ikut PO di bulan januari 2024. Kalo udah gak sabar bisa baca lewat eBook di Google Playbook dengan judul yg sama atau bisa klik link yg ada di bio profil. Terimakasih]

Saving The Male Lead (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang