30 Just Trust Me

19.3K 3.2K 1K
                                    

Hey Guyss...!!! Welcome back to my storyy..!!!!

Hai.. Ayo ikutan PO Saving The Male Lead sebelum ketinggalan ‼️

Cuma sampai tanggal 20 Januari 2024 aja 🔥

*
*
*

Shailene melepaskan pelukannya dengan Fabian. Mendongak ke atas, menatap wajah sempurna yang sedang menatapnya penuh kasih. Ia merasakan sapuan jari Fabian di pipinya berusaha menghapus jejak air mata di sana.

"Udah lega?" tanya Fabian lembut.

Shailene tersenyum mendengar suara merdu Fabian. Suara itu benar-benar mampu menghiburnya. Ia mengangguk perlahan sebagai jawaban.

"Kamu di sini," ucap Shailene serak.

"Aku di sini," balas Fabian menangkup kepala Shailene.

Cup.

Mencium dahi gadis itu perlahan dan kembali menatap wajah sembab itu. Memperhatikan wajah Shailene yang baru saja membuka matanya setelah dicium.

"Kita pulang?" tanya Fabian setelah beberapa saat.

Shailene pun mengangguk kecil. Ia mulai menoleh ke kanan dan kirinya. Menemukan tidak ada siapapun di sana. Hanya ada dirinya dan Fabian di depan pemakaman ini.

"Nggak ada orang," gumam Shailene.

"Semuanya udah pulang," jawab Fabian.

"Semuanya? Maya juga?" tanya Shailene.

"Dia diangkat tadi, kayaknya pingsan," jawab Fabian lagi.

Shailene hanya menampilkan huruf o di bibirnya. Sepertinya lama sekali ia menghabiskan waktu hanya untuk menangis di pelukan Fabian. Mengingat ia memeluk Fabian selama itu membuatnya malu. Padahal kan ceritanya ia masih marah dan mendiami Fabian, tapi malah hancur dengan semua kelakuannya hari ini. Tapi ia senang karena setidaknya hubungannya sudah membaik bersama Fabian. Cowok itu ada di sini, datang menjemputnya, dan menemaninya.

***

Kruyuuuk.

Bunyi suara perut Shailene yang tiba-tiba membuat Fabian yang sedang mengemudi di sebelahnya langsung menoleh.

"Kamu laper?" tanya Fabian.

"Enggak kok, itu emang suka bunyi aja perutku," jawab Shailene dengan pipi memerah yang terlihat sangat imut.

"Serius? kamu belum makan ya," tebak Fabian tidak mempercayai jawaban Shailene.

"Ah udah kok," Shailene tetap mengelak.

Kruyuuuuk.

Mereka mendengar bunyi perut lagi, tapi bukan milik Shailene. Gadis itu sontak menoleh dan menatap Fabian.

"Aku laper, dan belum makan," ucap Fabian sebelum Shailene sempat bertanya.

Jadilah mereka berhenti di pinggir jalan karena Shailene yang memaksa Fabian berhenti. Gadis itu membuka tas bekal yang disodorkan Fabian padanya.

"Kenapa nggak dimakan?" heran Shailene melihat isi bekal yang masih utuh.

"Kamu nggak ada," jawab Fabian seadanya.

Shailene menyipitkan matanya. Ia menatap Fabian kesal.

"Jadi kalo aku nggak ada kamu nggak bakal makan?" kesal Shailene.

"Itu kan bekal kita, mommy kamu yang siapin," jawab Fabian pelan.

Jawaban Fabian membuat Shailene menghela nafasnya. Fabian begitu manis kalau sudah bersikap begini. Ia mulai mengambil sendok dan mengambil makanan itu, menyuapkannya untuk Fabian.

"Mommy aku baru dateng kemaren malem, aku ngobrol dan cerita sepanjang malam sama mommy," ujar Shailene memulai percakapannya.

"Jadi karena itu kamu nggak ngabarin aku sama sekali?" tanya Fabian menanggapinya.

"Iya, Mommy udah pergi selama 2 taun, pas ketemu lagi aku nggak akan ngalihin perhatian aku ke hal lain," jawab Shailene.

Fabian hanya diam mendengarkan ucapan Shailene saat gadis itu mulai bercerita tentang pertemuannya dengan ibunya lagi setelah 2 tahun.

"Dia tenang banget, nggak ada ekspresi marah sama sekali, seolah-olah kedatangan mereka bukan apa-apa, padahal aku udah kesel banget sama mereka," ucap Shailene setelah bercerita panjang lebar.

"Aku jadi mikir, apa Mommy nggak peduli sama sekali ke Daddy, tapi Daddy juga keliatan nggak merasa bersalah sama sekali, aku heran sama mereka," lanjut Shailene lagi.

"Kamu kok diem aja sih Bi," protes Shailene saat menyadari Fabian yang hanya diam saja sepanjang dirinya bercerita.

"Aku dengerin kamu cerita," respon Fabian tenang sambil memberikan botol minuman untuk Shailene. Gadis itu pasti sakit tenggorokan setelah berbicara panjang lebar.

"Hmm.. menurut kamu kenapa mereka begitu ya Bi?, aku gak tau Mommy tidur di kamar aku apa pindah ke kamar Daddy tadi malem, soalnya aku udah ketiduran duluan pas kami cerita-cerita," tanya Shailene.

"Setiap tindakan pasti ada alasannya," jawab Fabian yang membuat Shailene mendengus.

"Iya sih, tapi aku nggak bisa mikir kenapa mereka pisah sampe 2 taun lamanya, dan kenapa Daddy harus bawa Vania sama ibunya ke rumah, padahal cara buat balas kebaikan mereka nggak cuma itu, nggak masuk logika," ujar Shailene.

"Mungkin mereka ngelakuin itu karena mereka saling mencintai," ucap Fabian yang membuat Shailene mengerutkan keningnya bingung.

"Maksud kamu? kalo mereka saling cinta nggak mungkin dong pisah 2 taun Bi, lagian aku curiga sama tante Sukma, kenapa dia kayak akrab banget sama Daddy aku ya, manggilnya 'Mas' segala loh, jangan-jangan dia itu...," Shailene tidak melanjutkan lagi perkataannya, wajahnya sudah murung dan lesu. Meskipun ia mengelak akan pikirannya, tapi bukan tidak mungkin itu terjadi.

Fabian menyentuh bahu Shailene dan mengangkat dagu Shailene yang sudah menunduk. Dilihatnya mata gadis itu yang biasanya bercahaya terang kini tampak redup.

"Hey, nggak usah mikir yang aneh-aneh. Buang jauh-jauh pemikiran negatif kamu," ucap Fabian lembut menatap lekat manik hazel Shailene.

"Tapi Bi, semua ini tu masuk di akal aku, aku nggak bisa nutup mata dan pura-pura nggak tau gitu aja, mikir kalo sebenernya aku sama Vania itu...,"

"Shhttt, udah," potong Fabian membuat Shailene yang pandangannya tidak fokus kini memandang mata Fabian yang menatapnya dengan sorot teduh.

"Apapun yang ada di pikiran kamu, nggak usah dijadiin beban, percaya sama aku, semua itu bukan hal yang perlu kamu pikirin," lanjut Fabian.

Shailene menatap Fabian dalam diam. Ia tidak tahu harus percaya atau tidak dengan cowok di depannya ini. Hal-hal yang terjadi di kehidupan ini terlalu berbeda dari alur yang diketahuinya. Ia memang ingin mengubah alurnya, tapi semua perbedaan ini terlalu banyak. Apakah semua perbedaan ini karena ulahnya yang mengubah alur atau memang sudah ditakdirkan begini, ia juga tidak tahu.

"Kamu percaya kan sama aku?" tanya Fabian sambil menatapnya lekat.

Shailene menatap Fabian balik dengan berbagai pikiran yang menyatu di kepalanya. Ia menyentuh tangan Fabian yang kini membelai lembut pipinya. Merasakan hangat telapak tangan yang seakan menyalurkan kehangatannya hingga ke seluruh tubuhnya.

"Just trust me," ucap Fabian lagi dengan tatapan tak lepas dari mata Shailene.

Mau tau kelanjutannya??

[Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan. Jika ingin membaca versi lengkapnya bisa ikut PO di bulan januari 2024. Kalo udah gak sabar bisa baca lewat eBook di Google Playbook dengan judul yg sama atau bisa klik link yg ada di bio profil. Terimakasih]

Saving The Male Lead (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang