Part 7. Maaf?

1.4K 142 43
                                    

Jogja 2019

Suara bel pintu rumah Kayla terdengar, si pemilik rumah tengah sibuk dengan pesanan kue kering. Rekannya, yang sudah tiga hari menumpang di rumah itu ikut membantu, mengocok adonan sesuai imstruksi Kayla.

"Sebentar!" teriak Kayla sembari mencuci tangan dan berjalan ke ruang tamu.

Seorang pria dengan seragam loreng hijau hitam berdiri di depan pintu.

"Permisi, apa benar Arina ada di sini?"

"Arin?"

"Iya."

"Anda siapanya Arin?"

"Saya ... diutus komandan saya.  Letkol Harun. Beliau mengirim saya kemari, untuk berbicara dengan Arina."

Kayla menautkan alis.

"Pak Harun? Ah, silakan masuk. Saya panggilkan Arinnya."

"Terima kasih, Bu. Saya tunggu di luar saja."

Kayla mengangguk. Pria itu duduk di kursi kayu teras rumah Kayla.

"Rin, dicariin tuh. Mas-mas pake seragam favoritmu," goda Kayla.

"Ha?"

"Cepet sana. Imut deh mukanya, rada nggak cocok pake seragam begitu."

Arin terlihat berpikir, dia segera mencuci tangan dan melepas apronnya.

"Maaf, ada apa ya?" tanya Arin sopan.

Pria yang tengah mengamati tanaman janda bolong di dekat kursinya itu menoleh kemudian berdiri.

"Arina?"

"Om? Ngapain?"

"Saya Prabu. Saya masih dua puluh enam. Belum om-om."

Arin sedikit takut, meski wajah pria itu manis cenderung imut, tetapi tetap saja kesan pertamanya jelek.

"Bang Prabu ngapain ke sini?"

"Saya ... Minta maaf, soal kejadian kemarin. Saya tidak tahu kalau kamu adik mantan komandan saya."

Arin seketika kesal setelah mendengar ucapan Prabu.

"Oh, jadi nyesel karena ditegur sama bang Harun? Kalau aku bukan adiknya bang Harun terus Bang Prabu nggak nyesel, gitu?"

"Bukan begitu. Saya kan sudah minta maaf dan berniat bertanggung jawab. Kenapa sepertinya kamu terus memojokkan saya?"

"Karena Abang nyebelin."

Pria itu menyerukkan rambutnya.

"Lalu bagaimana caranya biar kamu mau memaafkan saya?"

Arin berpikir.

"Udah punya istri?"

"Belum."

"Pacar?"

"Tidak ada."

"Kalau gitu aman. Bantuin anter pesenan kue kerinh ke Concat. Gimana?"

"Kamu mau memanfaatkan saya?"

"Ya udah kalau nggak mau, lagian aku minta tolong karena terpaksa. Itu temenku kasian, dia lagi hamil muda, masak iya kami harus bolak balik nganter pesenan sejauh ini. Ajudan suaminya yang biasa bantu-bantu lagi sibuk juga, terus suaminya dinas luar kota."

Prabu tidak mungkin menolak jika sudah menyangkut masalah kemanusiaan.

"Baiklah. Sekarang?"

"Sebentar aku tanya Kayla dulu."

Green or Pink (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang