Suara bising khas bandara terdengar. Sosok berperut buncit itu terlihat cukup segar dengan tatanan rambut bob barunya.
"Cantiknya, beneran ini berdua aja? Nggak dianter gitu sama Mas Riko?" tanya Arin pada Kamila.
"Kami berangkat berlima kok."
"Berlima?"
"Aku kan bawa tiga nyawa, terus mami, sama mmm, itu dia."
Riko dan Arin menoleh ke arah seorang pria yang menyandang tas ransel sembari menarik koper.
"What?! Bang Prabu?"
"Nggak usah lebay," sindir Riko.
"Kalian berangkat bareng?" tanya Arin memastikan.
"Hai, Adek. Abang tugas dulu ya."
Arin mencebik. "Tugas apaan, biasanya juga pake heli. Kenapa ikut penerbangan komersiil?"
"Tim lain berangkat besok. Hari ini, tugasnya nganter Ibu dan calon Ibu dulu."
"Hmm... Begini nih, definisi kalah sama orang dalam," seloroh Arin.
Kamila mengernyit, sedang Prabu terbahak.
"Kamu loh udah punya pengawal sendiri sekarang."
Arin menghembus napas. "Berapa lama tugasnya?"
"Lima belas bulan."
"Kalau si kembar lahir, aku nyusul ke sana ya," cetus Arin.
Kamila mengangguk senang. "Tentu, silakan. Nggak perlu pusing soal akomodasi."
"Nah itu aku baru seneng. Ah, senengnya sahabatan sama anak jenderal!"
Mulut lemes Arin membuat Prabu dan Kamila tak henti tertawa. Seorang wanita paruh baya tak lama datang.
"Halo, Arin kan?" sapa wanita itu.
"Iya Tante, apa kabar?" Arin mencium tangan wanita yang menyapanya.
"Baik, sangat baik malah. Riko, apa kabar? Sibuk banget ya sekarang?"
"Ya, lumayan, Mi. Agak sibuk," jawab Riko sembari mencium tangan wanita yang hampir menjadi ibu mertuanya itu.
Pengumuman dari terminal keberangkatan membuat lima orang itu akhirnya saling mengucap perpisahan.
"Sehat-sehat ya, anak-anak mama Arin, kalian baik-baik ya. Jangan nakal. Sering-sering telpon mama Arin yaa," ucap Arin sembari memeluk Kamila.
Kamila tak bisa menahan tangis.
"Rin, ah jadi sedih. Padahal aku nggak mau nangis."
Sementara itu Prabu memeluk Riko dan menepuk bahu sang rekan.
"Titip Arin ya."
"Titip Kamila juga."
"Jangan angin-anginan terus. Kalian sama-sama alay, repot kalau berantem. Misal kamu serius, seriusin. Kalau enggak, balikin ke aku," canda Prabu.
Riko menghadiahkan bogem di perut Prabu. Candaan itu membuat keduanya tertawa.
"Jaga diri. Selamat berjuang, Bang prajurit."
Arin dan Kamila tersenyum melihat dua orang yang dulu tak akur itu kini menjadi bersahabat.
"Jaga diri, jaga anak-anak."
"Iya Papa Riko," ucap Kamila.
"Peluk ih peluk," seru Arin sembari mendorong Riko yang ragu-ragu mendekati Kamila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green or Pink (END)
Romantizm"Bu, besok aku mau punya seragam hijau. Foto cantik, sama Abang." "Kenapa hijau?" "Karena Abang seragamnya hijau. Kata Abang, seragam istrinya juga hijau. Kan Arin besok gede jadi istri Abang." "Arin, Arin. Jangan suka warna hanya karena seseorang...