Part 17. Kita

1.1K 135 22
                                    

Lantunan ayat suci terdengar, Bara, Amara, dan Arin bersama beberapa pelayat mengucapkan bela sungkawa pada keluarga sahabat mereka. Dari kejauhan, Arin menangkap sosok berpakaian serba hitam yang tengah berbincang dengan rekannya.

"Bar, aku ke sana dulu ya," bisik Arin.

Bara mengangguk setelah melihat ke arah mana Arin menunjuk.

"Habis ini kita ke rumah sakit, jangan lama-lama," tukas Bara.

Arin mengangguk. Matanya mengamati sosok yang tengah asik membuka bungkus permen itu.

"Eza!" sapa Arin.

"Cie, lagi cosplay jadi polisi ciee. Ganteng banget nih abang. Mau dong jadi dedek gemes Pinky," seloroh Arin.

Pria yang duduk di samping Eza menatap tajam pada Arin.

"Duh, Bu. Jangan godain saya Bu. Takut sama Bapak, Bu." Eza melirik Riko yang tengah menatap kesal pada kekasihnya.

Arin terkekeh. "Pak polisi takut sama tukang cilok?"

Riko menarik tangan kekasihnya dan memaksa Arin duduk di kursi kosong sebelahnya. Eza hanya bisa tertawa melihat wajah kesal seniornya.

"Nih makan permen aja, diem. Pake godain cowok lain," geram Riko.

Arin malah tertawa. "Cie, cemburu cie."

Riko mencebik, kesal. Arin mencubit pipi kekasihnya, seketika rasa kesal Riko menguap.

"Jangan marah-marah. Kamu diem aja udah serem, apalagi marah. Tuh, muka udah sebelas dua belas sama Pak Eijaz. Kayak bandar togel gitu."

Eza menahan tawa, dia tidak berani menertawai seniornya.

"Ntar kalau aku rapi, jangan keder. Gembel aja bisa bikin kamu bucin, gimana kalau lagi rapi." Riko mengeluarkan smirk andalannya.

"Aku sama Kayla udah sepakat. Di tim kalian itu paling ganteng Eza, gemes nggak judes kek kamu sama Pak Jaz."

Riko beringsut, mendekatkan wajahnya ke telinga Arin.

"Kamu beneran mau mancing aku di sini, Arina?"

Deep voice dengan nada sedikit mengancam membuat Arin terdiam. Bulu kuduknya meremang.

"RIKO! RIKO!"

Merasa dipanggil, Riko segera menoleh dan berdiri. Eijaz berteriak memanggilnya.

"Urusan kita belum selesai. Aku pergi dulu. Za, awasin dia," titah Riko sebelum berlari ke arah atasannya.

"Rin, jangan main-main sama Bang Riko. Bisa-bisa abis kamu dikuliti sama dia. Dia lebih sadis dari Pak Eijaz loh," seloroh Eza.

"Oh ya? Gemoy gitu dia," kikik Arin sembari melihat Riko yang tengah mendorong kursi roda milik ayah atasannya.

"Duh, segitu bucinnya sama Bang Riko? Awas jangan terlalu bucin, nanti kalau ada anu bisa sakit hati."

"Anu? Apa?"

"Nggak deh, forget it."

Eza berekspresi aneh.

"Cerita!" paksa Arin.

"Hm, tapi, tapi jangan itu ya, jangan jadiin pikiran ya?"

"Buruan cerita."

"Ada yang bilang kalau ... Bang Riko ngerusak rumah tangga mantannya. Mantannya sekarang pisah sama suaminya, gara-gara Bang Riko. Mereka sampai ribut di kantor."

"Ha? Kapan?"

"Belum lama. Habis dia pindah lagi ke sini. Suami mantannya itu sekarang ada di LP. Yang jeblosin Bang Riko."

Green or Pink (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang