Part 16. Bittersweet

1.2K 131 13
                                    

Rintik hujan menyambut malam. Arin berusaha memejamkan mata, tapi tak bisa. Dia kini tinggal di rumah sewa yang letaknya tak jauh dari kediaman Bara. Kerusakan yang terjadi di kafe milik Kayla cukup parah dan membuat tempat itu akan dirobohkan sesuai perintah Eijaz.

Beruntung Bara bertindak cepat, membantu sahabatnya mencari tempat tinggal baru.

Ketukan pintu terdengar. Arin menajamkan pendengarannya.

"Kucing ya?" Monolog Arin.

Jantungnya berdegub kencang. Jam menunjukkan pukul dua belas malam dan tidak mungkin jika ada yang bertamu selarut itu. Malingpun tak mungkin mengetuk pintu jika ingin masuk.

Dering ponsel membuat sang dara terlonjak.

"Astagfirullah!"

Nama sang kekasih tertulis di layar.

"Pinky udah tidur?"

"Belum, Bi. Kenapa?"

"Bukain pintu, gih."

"Oke bentar."

Arin melempar ponselnya ke kasur sebelum meraih jilbab dan keluar kamar sembari memakai tudung itu di kepala.

Suara pintu terbuka membuat Riko menggambar senyum.

"Happy birthday, Pinky."

Arin mematung, dia meyakinkan dirinya jika tidak sedang bermimpi. Pria itu kini membawa kue berwarna dominan pink dengan angka dua dan tiga di atasnya.

"Bi ... Makasih," lirih Arin sembari menahan haru.

Riko mendekat. "Tiup lilinnya. Keburu keduluan angin."

Arin mengangguk dan memejamkan mata sejenak sebelum meniup lilin.

"Maaf, dua tahun lalu kamu mau tiup lilin, aku nggak bisa nurutin keinginanmu. Baru sekarang aku bisa kasih ini."

Tangis Arin tak tertahan lagi.

"Eh, kok malah nangis." Riko meletakkan kue di atas meja kemudian mendekap kekasihnya.

"Kamu kenapa baik banget," isak Arin.

Riko terkekeh, dikecupnya puncak kepala gadis itu.

"Aku kan nggak ngapa-ngapain. Cuma bawa kue doang. Aku aja belum sempat beli kado apa-apa buat kamu. Aku bingung mau kasih apa. Kamu pengen apa?"

Arin menggeleng, sembari berusaha menenangkan diri.

"Bilang aja, kamu mau apa?" Riko menaikkan dagu Arin, sedikit memaksa sang dara menatapnya.

Linangan air mata di pipi ia hapuskan setelah menangkup wajah sendu Arin.

"Aku nggak mau apa-apa."

Riko mengecup kening Arin.

"Bilang aja, tas? Sepatu? Baju? Liburan?"

Arin menggeleng.

"Arina ...," panggil Riko lembut.

"Oh God! Kenapa kakiku jadi jelly lagi kalau dia panggil Arina siiih!"  gerutu Arin dibatinnya.

"Kamu mau apa?"

"Aku mau ngerayain ulang tahun setiap tahunnya ... sama kamu."

Riko menatap manik yang tak berani menatapnya itu. Senyum bahagia tergambar jelas di wajah si pria.

"Oke kalau itu maumu. Setiap tahun, aku akan ngerayain ulang tahunmu kayak gini."

Arin mendekap pria itu, kali ini dia yang berinisiatif.

Green or Pink (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang