Part 37. Persiapan

1K 116 24
                                    

Suara mixer terdengar seiring aroma harum gurih adonan tercium.

"Kak plastiknya dimana?"

Arin menjawab pertanyaan Christy sembari menatap lekat pada adonan yang tengah dikocoknya. ia memastikan jika tekstur adonannya harus pas, tidak padat tapi juga tidak lembek.

Empat hari ini, Arin mengajari Christy banyak hal. Meski belum bisa maksimal, tapi semangat juang gadis itu membuat Arin mengapresiasinya.

"Mamaku seneng banget roti pisang gini. Kalau kakakku sukanya chiffon cake. Abangku sukanya kue kering, sama kayak ayah."

Arin mendengarkan dengan seksama, meski matanya tak terarah pada lawan bicaranya.

"Kapan kamu mau coba cari info ke Solo?"

"Nunggu punya uang, Kak." Ekspresi wajah Christy berubah.

"Eza udah menawarkan diri, kan, buat nganterin kamu."

Christy mengembus napas. "Aku udah banyak ngerepotin dia, Kak. Mana bisa aku nerima bantuan dia lagi dengan cuma-cuma."

Arin paham dengan kondisi Christy, meski setiap wanita senang untuk ditanggung dan dicukupi biaya hidupnya, tetapi tetap saja punya harga diri dan rasa malu.

Suara batuk terdengar dari luar. Arin melongokkan kepala. Dua pria berseragam putih hitam masuk.

"Loh, udah pulang? Kok nggak denger suara mobilnya?"

"Kami terbang," jawab Eijaz.

Sementara pria yang satu masih terbatuk-batuk.

"Wah, sejak kapan pindah kesatuan jadi polisi udara?"

"Sejak sering diajakin Kayla terbang ke awang-awang."

Pria berjuluk manusia triplek itu berusaha melontarkan candaan. Arin menyonggol kaki Christy dan keduanya seketika terbahak. Seolah lelucon Eijaz lucu.

"Saya lucu ya? Udah upgrade dong." Pria itu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang di sana.

"Nih, buat jajan."

Christy dan Arin seketika bersorak dan berterima kasih pada Eijaz.

"Unch Uuuunch, Pak Kasat, i lap yuuuu puuul... Cintak deeeeh...," seru Arin sembari membagi uang dengan Christy.

Eijaz hanya mengibaskan tangan dan tersenyum elegan, melangkah ke arah tangga.

"Nah, bener, kan? Setiap Pak Jaz ngelucu, kita ketawa aja. Ntar kita disawer. Seeneg apapun leluconnya, ketawa aja. Oke?"

Christy mengangguk sembari menyimpang uang.

"Mas, kamu kenapa?" Arin baru menyadari jika kekasihnya sedang terkulai di atas meja.

Riko terbatuk-batuk.

"Mbak Rin, bawa Mas nya istirahat aja. Ini biar aku yang beresin. Kasian."

Arin seketika khawatir. Ia menggiring Riko untuk masuk di kamar yang dulu pernah digunakan Riko ketika sering menginap di rumah Eijaz.

Segelas teh hangat dengan madu disajikan Arin.

"Mas kenapa? Mau dianter periksa?"

Riko menggeleng.

"Mau makan apa?"

Lagi-lagi hanya gelengan lemah yang ia dapat. Melihat kekasihnya yang tak pernah terlihat lemah, kini tergolek tak berdaya, membuatnya iba.

"Udah sana, lanjutin kerjaanmu. Jangan deket-deket aku dulu. Nanti ketularan."

Arin menggeleng. "Aku mau di sini."

Green or Pink (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang