Pracimantoro 2019Dua hari setelah pria itu pergi, Arin sama sekali tak mendengar kabar apapun darinya. Tidak ada juga tanda-tanda pria itu mengecek sosial media Arin. Pesan pun tak terkirim, hanya centang satu, pertanda pesannya tak tersampaikan.
"Adek, kenapa?"
Arin menoleh, pria yang sibuk membakar singkong itu bertanya pada snag gadis.
"Enggak apa-apa. Kangen Ibu. Pengen ke Semarang, tapi kata ibu disuruh nunggu sampai lahir dulu."
Prabu tersenyum, dia mengambil daun jati yang sudah dipersiapkannya dan meletakkan singkong bakar di sana.
"Nggak usah cemberut gitu. Makan aja, yuk."
Arin mengangguk dan tersenyum. Pria itu dengan telaten membelah singkong menjadi dua dan meniupnya sebelum menyodorkan ke Arin.
"Ah! Panas!" pekik Arin saat dia mengambil potongan singkong dari tangan Prabu.
Prabu dengan sigap meletakkan singkongnya dan meniupi tangan Arin.
"Kan emang panas."
"Tapi, Abang kok biasa aja pegangnya?"
Pria itu tersenyum. "Badanku udah kebal sama panas dan dingin."
Arin menatap pria itu lekat. Sementara yang ditatap masih meniupi tangannya.
"Abang kenapa kuat banget?"
"Karena menjadi pasukan garda depan negeri, kalau lemah, mana bisa aku jadi bagian dari tembok negara?"
Bukan jumawa, tapi itu nyata. Prabu mengatakannya beriring tawa, menandakan dia tengah bercanda.
"Bang, apa Abang pernah nangis?"
Arin seperti orang bodoh, bertanya hal yang tidak penting.
"Tentu. Aku manusia."
"Abang pernah marah?"
"Tentu saja iya."
"Abang pernah sedih?"
"Tentu saja iya."
"Abang pernah bahagia?"
Prabu terkekeh. "Tentu saja iya."
"Abang sayang sama aku?"
"Tentu saja, enggak."
Arin mendengus, jebakannya tak berhasil. Prabu justru terbahak.
"Mau mencoba mengacau fokusku? Coba saja kalau bisa."
Mood Arin terlanjur rusak.
"Kamu kapan wisuda?"
"Belum tau, kenapa?"
"Udah punya gandengan?"
"Hm?" Arin menatap Prabu dengan seksama.
Pria itu mengupas kulit singkong yang hitam karena terbakar.
"Maksudnya apa nih? Menawarkan diri jadi gandenganku?" tanya Arin.
Prabu bukannya menjawab malah mengoleskan arang kulit singkong di wajah Arin.
"Abaaaaaang!" pekik Arin kesal.
Pria itu terbahak dan berlari menjauh. Dia tahu jika Arin akan mengejarnya.
"AWAS YA!"
Prabu terbahak dan menertawai gadis yang kini mukanya cemong hitam itu.
"Ya Allah Gusti, aku udah dandan cantik-cantik, masak iya malah diloreng-loreng begini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Green or Pink (END)
Romantizm"Bu, besok aku mau punya seragam hijau. Foto cantik, sama Abang." "Kenapa hijau?" "Karena Abang seragamnya hijau. Kata Abang, seragam istrinya juga hijau. Kan Arin besok gede jadi istri Abang." "Arin, Arin. Jangan suka warna hanya karena seseorang...