Jogja 2019
Alunan musik terdengar memanjakan telinga. Pria berkaos abu-abu dengan celana jeans hitam masuk ke dalam kafe yang sudah beberapa kali ia kunjungi bersama sang kekasih.
"Maaf, reservasi atas nama siapa?"
Bukannya menjawab Riko malah mengeluarkan tanda pengenalnya.
"Istri saya ada di atas," kata Riko dengan wajah tak bersahabat membuat pramusaji di sana menelan ludah.
"Si-silakan Pak, tapi saya mohon selesaikan dengan baik-baik. Nama kafe kami bisa kena imbas."
Riko tak menanggapi hanya menghembus napas dan berjalan ke arah tangga lantai dua. Pria itu menimbang-nimbang, langkahnya seolah berat. Hampir sebulan setelah dia mendengar dugaan perselingkuhan yang dilakukan oleh kekasihnya dari Arin, Riko akhirnya memberanikan diri untuk menangkap basah Kamila.
Langkah tegap pria itu terhenti di samping sebuah meja. Tak jauh dari tempatnya berdiri, kekasihnya tengah bercumbu dengan seorang pria.
Suasana kafe masih sepi karena baru saja buka. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi.
"Darl, lanjutin di apart aja."
"Seru di sini, sensasinya beda. Lagian jarang yang sarapan di sini."
Riko melanjutkan langkahnya.
"Baby," panggil Riko.
Kamila menoleh, matanya membulat sempurna. Dia terkejut Riko ada di sana.
"Bukannya kamu tugas ke Pacitan?"
Riko tersenyum.
"Aku bisa jelasin."
"Darl, dia siapa?" tanya pria yang bersama Kamila.
Riko menarik kursi di depannya.
"Saya Enriko Zein. Dua tahun ini saya mengawal hati wanita di samping anda ini. Boleh tahu anda siapa?"
Pria tadi menuntut penjelasan pada Kamila yang menunduk dan kini terisak.
"Saya Hendery, pacar Kamila."
Riko tersenyum. "Oh, pekerjaannya, kalau boleh tahu?"
"Saya dokter mata, dinas di RS Mata."
Riko mengangguk-angguk. Pria itu kemudian mengulurkan tangan pada Hendery.
"Baiklah kalau begitu, saya serahkan Kamila Nuraini pada anda, Dok. Tolong jaga dia."
Hendery masih bingung tetapi dia tetap menjabat tangan Riko.
"Riko ...," lirih Kamila.
"Semoga kamu bahagia. Terima kasih sudah menemaniku dua tahun ini."
Kamila menatap Riko yang tersenyum padanya.
"Ko ...." Kamila berusaha menahan Riko.
"Aku relain kamu, dia jauh lebih mampan dari aku. Dia pasti bisa bahagiain kamu. Dia nggak perlu nunggu dua kali gaji buat bisa beliin kamu tas, sepatu favoritmu."
Riko berpamitan pergi. Entah dari mana dia punya kekuatan untuk melakukan semua itu. Padahal, sebelumnya dia hampir saja meledak.
Langkah tegapnya tadi kini lunglai. Dia bahkan setengah menyeret kakinya. Pandangannya kosong.Riko mengemudikan mobilnya, membelaj jalanan Jogja sebelah selatan sebelum berbelok ke timur, ke arah Playen. Perlahan tanpa sadar dia sudah berpindah provinsi. Suara klakson menyadarkan dia, sejauh itu dia berkendara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green or Pink (END)
Romance"Bu, besok aku mau punya seragam hijau. Foto cantik, sama Abang." "Kenapa hijau?" "Karena Abang seragamnya hijau. Kata Abang, seragam istrinya juga hijau. Kan Arin besok gede jadi istri Abang." "Arin, Arin. Jangan suka warna hanya karena seseorang...