Jogja 2019
"Jadi beneran dia pelakor?"
"Iya, lakinya tuh udah beristri dan dia masih aja nempel gitu."
"Nggak tau malu banget."
"Iya, mana dia dilabrak sama adik ipar laki-laki itu."
Telinga Arin menangkap pembicaraan dari dalam bilik toilet. Dengan santainya Arin keluar dari toilet. Dia mendapati Sashi, sahabatnya tengah berbicara pada dua teman lainnya.
"A-arin?" Sashi terkejut mendapati Arin berdiri di sana.
"Hei, Sas," jawab Arin santai sembari mencuci tangan dan bercermin.
"Lu jadi pelakor dibayar berapa perbulan, Rin?"
Pertanyaan itu membuat Arin menoleh.
"Dibayar kenikmatan. Kenapa? Mau juga?" tanya Arin sembari mengoles tipis lip balm di bibir.
Gadis yang bertanya pada Arin tadi berdecih.
"Cih, bangga banget jadi pelakor? Neraka nungguin elu."
"Pelakor sama tukang adu kira-kira dosanya sama nggak sih?" Arin menyemprotkan parfum di leher dan kedua pergelangan tangannya.
Arin menyindir Sashi yang kini ketakutan karena tertangkap basah tengah menggunjingnya.
"Perek, nggak usah sok ngalihin pembicaraan deh."
Arin tak mau ambil pusing, dia merapikan kuncirnya dan pergi dari toilet.
"Pelakor! Wih, ada pelakor lewat."
Cemoohan terdengar nyaring di sepanjang koridor. Arin tak mengira jika berita mengenai dirinya telah tersebar luas.
"Arina, boleh dong make. Berapa sih sejamnya?"
"Rin, skidipapap yuk."
"Rin, main bareng yuuk. Kosan gue bebas kok."
Arin menggigit bibir, menahan diri agar tidak meledak saat itu.
"Sorry gue cuman suka sama yang berseragam. Kalau sama kalian, nggak napsu," jawab Arin.
"Songong lu! Gaya-gayaan segala. Sok cakep."
"Kagak seksi aja belagunya selangit."
"Perek wih, perek."
Arin yang awalnya berniat untuk mengikuti kuliah seminar, memutuskan untuk membatalkan niatnya. Dunianya tiba-tiba runtuh.
Lemparan kertas dan kardus tiba-tiba mendarat di kepala Arin."PELAKOR! MATI AJA LU!"
"Kena laknat lu!"
"Masuk tempat sampah sono!"
Arin yang tidak siap dengan serangan itu terjatuh. Tidak ada yang menolongnya, satupun. Mereka semua menatap pada Arin sembari berbisik.
"Arina?!"
Arin yang tengah melindungi kepalanya mendongak. Sosok berkemaja putih dengan celana hitam menghampirinya.
"Pak Jaz?"
"BERHENTI! ATAU SAYA PERKARAKAN KALIAN!" bentak Eijaz sembari mendongak melihat ke arah lantai dua tempat rekan-rekan Arin berada dan siap melemparinya.
"Arin, ikut saya."
Arin mengangguk. Eijaz menelpon istrinya, mengabarkan jika sahabat baik sang istri tengah dalam masalah.
"Kamu tunggu di mobil saya, nanti Kayla datang sama kakak saya. Kamu tenangkan diri dulu. Maaf, saya harus balik ke dekanat."
Arin hanya mengangguk. Kepalanya basah dilempar plastik berisi air dan kertas-kertas sampah. Dia yang dipersilakan Eijaz menunggu di dalam mobil, lebih memilih menunggu di luar. Duduk di depan mobil berlambang penegak hukum itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/289643499-288-k35303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Green or Pink (END)
Romantizm"Bu, besok aku mau punya seragam hijau. Foto cantik, sama Abang." "Kenapa hijau?" "Karena Abang seragamnya hijau. Kata Abang, seragam istrinya juga hijau. Kan Arin besok gede jadi istri Abang." "Arin, Arin. Jangan suka warna hanya karena seseorang...