Part 23. BBQ Time

1.1K 116 20
                                    

Dinginnya angin laut menerpa wajah berjilbab, milik gadis yang tengah memeluk lutut.

"Ngelamun, kesambet loh."

Arin menoleh, seulas senyum ia toreh.

"Minggu depan, aku ke Timika lagi."

Gadis itu hanya mengangguk.

"Selamat berjuang," ucapnya lirih.

Prabu tersenyum kecut.

"Aku patah hati."

"Hm?"

"Ya, Riko hanya dijadikan bahan lelucon saja kamu marah dan khawatir. Sedang aku? Aku pamit perang, kamu setenang ini."

Arin tertawa kecil.

"Aku harus gimana? Dari awal aja Abang udah nolak aku kan?"

Kali ini Prabu yang tersenyum.

"Aku belum pernah jatuh cinta. Jadi, aku pikir rasaku itu bukan cinta. Sebatas suka. Suka yang bisa hilang jika tak lagi bertemu. Tapi nyata aku salah. Rasa itu tidak hilang, justru menjadi rindu yang memburu."

"Telat. Aku udah terlanjur rehat dari semua kelabilan duniawi."

"Bahasamu loh, aneh."

"Kebanyakan makan otak udang."

Lagi-lagi keduanya terbahak.

"Aku mau minta maaf, soal ketidak jujuranku dulu. Sekarang, aku lega. Aku bisa pergi dengan lapang dada."

"Arin! Rin! Cari kerang yuk, pengen," rengek Kamila.

"Kerang? Cari dimana malam-malam gini?"

"Ih, kamu kayak Riko ih, nggakau nyariin. Ya udah aku cari sendiri," rajuk Kamila.

"Ayo cari."

Suara Prabu membuat Kamila melongok.

"Nggak jadi, nggak jadi pengen," kata Kamila sembari melangkah mundur.

Tubuh Prabu tadi tertutup patung arca sehingga Kamila tak melihatnya.

"Ila, ayo."

Tangan Prabu terulur menghentikan langkah Kamila.

"Arin! Sini! Buruan!" Kayla menginterupsi.

"Eh bentar ya, aku masuk dulu. Bang, temenin Mila ya. Aku masuk dulu."

Kamila terdiam.

"Ayo, mau cari di sana?"

"Nggak jadi." Tangan Kamila menghempas genggaman Prabu.

"Kenapa kamu menghindar?"

"Nggak apa-apa. Aku capek mau tidur."

"Tanggal tiga puluh, aku berangkat ke Timika. Aku dengar kamu juga mau ke Manokwari?"

Kamila tiba-tiba tersentak karena ulah bayinya. Prabu kebetulan melihat dan segera berdiri.

"Duduk sini," ucap sang pria.

Kamila tak menolak karena tubuhnya memang semakin lama semakin lemah karena menopang dua bayi di sana. Wanita itu berusaha mengatur napas dan mengusap perutnya

"Boleh aku pegang?" tanya Prabu.

Kamila seolah menahan tangis akibat rasa sakit yang dideranya. Prabu mendekat, ia melantunkan salawat di dekat perut Kamila.

"Anakku nggak pantas denger kayak gitu," lirih Kamila.

"Jangan bilang seperti itu! Dia tidak berdosa!"

Green or Pink (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang