Perjalanan jauh ditempuh dua insan yang kini duduk berdampingan. Sedari tadi, Arin menatap keluar jendela. Sesekali ia menyeka air mata.
Berat baginya berpisah dengan Kayla, sahabat yang sudah seperti saudara kandung itu."Udah dong, nggak usah nangis. Kamu harusnya seneng, Mbak Kayla sekarang bisa bareng-bareng lagi sama Pak Jaz."
"Aku sedih, pasti bakal sepi kalau nggak ada Kayla. Dia sama Pak Jaz udah kayak orang tua buat aku," isak Arin.
"Udah ah, jangan nangis. Ada aku yang bisa nemenin kamu."
Arin mengusap air matanya dengan tisu dan menatap tajam pada Riko.
"Ngaca, tuh ngaca. Kerjaanmu aja nggak jelas jamnya. Jatahnya pulang masih aja ngejar-ngejar orang."
Riko menggaruk tengkuknya.
"Ya, namanya juga abdi negara. Ya harus 24/7 ngabdi buat negara. Kalau pengabdi istri ya 24/7 nemenin istri."
"Serahlah, mo abdi apa kek, asal bukan pengabdi setan aja," sahut Arin.Riko terkekeh, dia mencubit pipi Arin.
"Main cubit-cubit ih," ketus Arin.
"Mampir main dulu yuk? Mau? Mumpung libur."
"Nggak usah, langsung pulang aja. Jangan mentang-mentang aku yatim piatu terus kamu seenaknya gitu. Bawa-bawa aku pergi sesukamu. Ih, lagi viral loh oknum berseragam yang jadi sorotan netijen. Mas Riko mau juga kayak gitu? Ntar dicopot dari kesatuan, nyaho lu."
Riko mendengus. "Oke, kita pulang. Nggak usah mampir-mampir."
"Bagus lah," jawab Arin.
Riko diam saja sepanjang perjalanan. Dia sebenarnya ingin membawa Arin jalan-jalan, setidaknya mampir ke beberapa tempat di wilayah Semarang, sekalian lewat, tapi apa daya, Arin menolaknya.
Tentunya dia tidak mau dibilang mencari kesempatan, benar kata Arin, sekarang sedang viral cerita tentang oknum perusak citra abdi negara yang memperlakukan kekasihnya dengan tak pantas.
"Mas, laper," rengek Arin.
"Katanya nggak mau mampir, udah terlanjur masuk tol."
"Tapi laper," rengek gadis itu lagi.
"Nanti sampai rumah masak dulu," ucap Riko sampai.
"Kalau aku mati di sini, Mas tanggung jawab ntar di akhirat. Dijewer sama Ayah sama Ibuku ntar di akhirat. Bikin anak gadisnya kelaparan, bikin anak kesayangannyㅡ"
Riko menutup mulut Arin dengan tangan kirinya.
"Oke stop, kita berhenti di rest area depan."
Riko mendengus, gadis itu benar-benar membuatnya gila.
"Kamu kenapa pinter banget ngancem sih sekarang?"
"Ketularan kamu."
"Ha?"
"Iya. Kamu kan hobi banget mengintimidasi orang. Ah bukan, mengintrogasi sih awalnya, tapi tatapan sama cara bicaramu tuh mengintimidasi banget-banget. Bikin orang jadi mau nggak mau harus nurutin apa yang kamu omongin."
Riko sesekali melirik Arin. Dia bahkan tidak sadar jika kesehariannya di kantor terbawa ke rumah.
"Mas, Mas, jangan kenceng-kenceng ih. Serem tau! Ntar kalau nabrak gimana. Lagi musim kecelakaan tunggal di tol! Dikasih jalan enak bebas hambatan tuh, nggak disalahgunakan juga. Itu loh itu udah di atas seratus," ucap Arin sembari menunjuk spidometer.
"Katanya laper, biar cepet sampai."
"Sampai akhirat? Aku tuh laper bukan mati. Belum juga kita nikah, belum juga punya dedek bayi, belum juga bahagia, mau mati aja ih, nggak seru," seru Arin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green or Pink (END)
Romance"Bu, besok aku mau punya seragam hijau. Foto cantik, sama Abang." "Kenapa hijau?" "Karena Abang seragamnya hijau. Kata Abang, seragam istrinya juga hijau. Kan Arin besok gede jadi istri Abang." "Arin, Arin. Jangan suka warna hanya karena seseorang...