Jogja 2021Gadis berkerudung hitam dengan kaos merah jambu dan celana kulot plisket berwarna hitam keluar dari pintu. Sejam lalu Kayla sudah pergi. Sesuai janjinya, Arin membujuk sahabatnya untuk pergi ke rumah Eijaz dengan drama yang sudah direncanakan sedemikian rupa oleh sang pria.
Arin menggumamkan doa sebelum melangkah. Dia sudah siap jika hari ini adalah hari terakhirnya di dunia. Sesuai perintah, gadis itu pergi keluar ke arah pasar tradisional yang tak jauh dari lokasi tempat tinggalnya.
Belum ada keanehan apapun. Saat membeli sayur semua juga tak ada hal yang aneh. Arin menghembus napas lega. Langkahnya lebih ringan kembali ke rumah sederhana di belakang kafe milik sahabatnya.
Ada klakson dari motor di seberang jalan, Eza, pemuda itu yang sedari tadi mengawasinya dari kejauhan memberi tanda aman. Arin mengangguk tanpa menatap Eza. Tak lama dia mendengar deru motor Eza pergi menjauh setelah memastikan tidak ada apapun yang terjadi pada Arin.
Namun, tebakan Arin dan Eza salah. Saat dia sampai di lorong antara kafe dengan rumah milik Kayla, suara ledakan terdengar membuat telingan Arin berdenging. Dia tidak tahu apapun. Kaca-kaca beterbangan menerpanya.
Dua kali ledakan terjadi. Arin hanya bisa diam berada di sana terjatuh, bersimpuh di lorong selebar satu meter itu.
Suara letusan senjata api terdengar beberapa kali kemudian, dan Arin merasa tubuhnya disambar sesuatu, membuatnya berpindah tempat di dekat pintu samping dapur kafe. Telinganya masih berdenging, matanya tidak begitu jelas.
"Arina, masuk!"
Suara tembakan kembali terdengar. Riko melepas jaket hitam tebal berlapis rompi yang dia kenakan tapi Arina menghentikan itu. Gadis itu tahu apa maksud Riko.
"Pakai! Atau aku ke sana, menyetorkan nyawaku," ancam Arin.
Riko menatap gadis yang wajahnya berdarah itu.
"Masuk, cepat," tukas Riko dengan nada tegas tetapi lembut.
Arin mengangguk, dia berlari masuk ke dalam rumah Kayla. Riko masih berada di belakang tumpukan box bekas buah dan kotak sampah yang belum sempat diambil oleh petugas kebersihan kemarin.
Gadis itu harap-harap cemas. Menunggu di sebalik meja makan. Menggelesot di lantai. Jujur saja dia takut, tapi dia harus tetap berpikir jernih. Ponselnya bergetar, ada nama Bara di sana.
"Lu diem di situ. Gue udah dikasih tahu sama Riko subuh tadi tapi sialnya baru gue buka. Lu diem dulu, tenang dulu, gue jemput kalau udah ada perintah dari dia."
"Bar ... Gue takut."
"Lu tenang, Arin kembaran Awkarin kan pemberani. Jangan takut."
"Bukan itu bego, gue nggak takut mati. Tapi, gue takut Mas Riko kenapa-kenapa."
Tangis Arin pecah.
"Lah, lu kenapa malah mikirin orang lain."
"Dia sahabat gue juga, Bego! Gue takut dia kenapa-kenapa," isak Arin.
Suara langkah berat terdengar. Arin reflek mematikan telponnya dan diam.
"Aku nggak apa-apa. Ini bukan case besar." Suara Riko terdengar.
Sedikit rasa lega menyelimuti benak Arin.
"Nguping?" tanya Arin sembari berdiri.
Riko tersenyum miring. "Kamu nangisin aku?"
Arin menggeleng. "Bukan. Nangisin suami tetangga."
"Pelakor," decih Riko.
"Rugi aku nangisin kamu! Nyebelin banget sih, Babi." Kesal Arin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green or Pink (END)
Romance"Bu, besok aku mau punya seragam hijau. Foto cantik, sama Abang." "Kenapa hijau?" "Karena Abang seragamnya hijau. Kata Abang, seragam istrinya juga hijau. Kan Arin besok gede jadi istri Abang." "Arin, Arin. Jangan suka warna hanya karena seseorang...