03

228 23 0
                                    

Jue-Ni melangkahkan kaki nya menuju ruangan. Pagi ini ada mata kuliah yang harus Ia hadiri sebelum pergi ke Kantor Opa nya.

Seperti biasa, semua mata akan memandangnya dengan berbagai tatapan. Terutama tatapan penuh iri dan benci.

Jue-Ni tak menghiraukan tatapan itu. Ia sudah kenyang dan terlanjur terbiasa dengan semuanya. Semua sudah Ia rasakan sejak Ia memasuki taman kanak kanak.

Selain bodyguard yang selalu stanby di sekitar nya, tatapan dan wajah dingin nya lah yang menjadi pembicaraan.

"Mengapa Ia sangat dingin ?"

"Lihatlah tatapan mematikannya !"

"Dia cantik. Tapi mengapa seperti tak berperasaan ?"

"Dia pikir Dia sangat keren ?"

Dan masih banyak lagi.

"Heiii... bukankah Dia Park Jue-Ni ?" Seorang gadis manis itu memberhentikan langkah nya ketika melihat Jue-Ni dari jarak jauh.

"Hmm.... Kenapa ?" Gadis Cantik bernama Jae-Ma memandangi wajah sahabat nya penuh tanya.

"Dia tak pernah memiliki teman bukan ?" Chae-nie membuka pembicaraan.

"Lalu ?" Jae-Ma menatap penuh tanya

"Bagaimana orang bisa berteman dengan nya jika Ia sangat sombong" Julid Chae-Nie

"Kau terlalu memerhatikannya" Jae-Ma tersenyum tipis seraya melanjutkan langkah kakinya.

"Tapi benar benar tak ada yang tau tentang keluarga nya. Siapa Orangtuanya ? Selama ini Aku hanya melihat Opa nya saja" Chae-Nie seperti semakin penasaran dengan Jue-Ni.

"Kau sangat penasaran ya ? Mengapa Kau tak berteman dengan nya ?" Jae-Ma menoel pipi gempil Chae-Nie seraya tersenyum.

"Hah... Aku pikir Ia akan menjadikan ku babu nya" Chae-Nie mendecih kecil.

Mereka memasuki ruangan kelas karena perkuliahan akan dimulai.

Selama ini Park Chanyeol dan Irine memang tak pernah ikut andil dalam kehidupan Jue-Ni. Itu adalah bentuk protes dari keduanya karena dipaksa menikah oleh kedua Ayah mereka.

Setelah selesai perkuliahan Jue-Ni segera meninggalkan kampusnya. Ia memang tak pernah bergaul dengan siapa pun.

Sejak Balita dan bersekolah di Jilin, China Ia selalu di temani oleh Bodyguard dan Maid saja.

Kedua orang tuanya sama sekali tak pernah mengetahui tumbuh kembang nya.

Jue-Ni mengingat semua rasa sakit dan sedih nya dengan baik.

Sesampainya di Perusahaan menjulang milik sang Opa. Jue-Ni melangkahkan kaki jenjang nya menuju ruangan sang Pemilik perusahaan.

"Selamat Siang Nona. Silakan masuk" Siyeon sekretaris sang Opa pun memersilakan Jue-Ni masuk keruangan tersebut.

Jue-Ni masuk dan memerhatikan sekitar ruangan. Ada Opanya -Jung Yunho- dan Kakeknya -Park Andy-

"Jue-Ni~aaaa... Kemari sayang" Jung Yunho memanggil Cucu tersayang nya.

"Ada apa Opa, Kakek ?" Jue-Ni menatap kedua pria tersebut bergantian.

"Sayang.. setelah lulus. Kau akan meneruskan perusahaan ini. Kakek juga akan memberikan saham dari perusahaan kakek untuk mu" Opa Yunho menjelaskan seraya mengusap surai pirang Jue-Ni.

"Ini adalah Shindong, dia adalah asisten pribadi Opa yang akan membantu mu" Opa Yunho menangkap penasaran pada mata Jue-Ni.

"Salam kenal Jue-Ni" Shindong membungkuk yang di balas Jue-Ni dengan anggukan pelan.

"Jue-Ni~aa, Apapun yang terjadi Kau bisa bicarakan pada Shindong atau kami" Kakek Andy menatap teduh pada mata Jue-Ni yang menampilkan tatapan dingin.

"Mulai sekarang, Shindong akan tinggal bersama istri nya -Ru na- akan tinggal bersama mu di Mansion." Opa Yunho menggenggam jemari Jue-Ni.

"Opa.. Kakek. Kalian bisa menentukan apapun untuk ku. Aku berterima kasih kalian sangat memerhatikan ku" Jue-Ni menatap satu satu pada kedua Kakeknya tersebut.

"Sekarang Kau bisa pulang dan beristirahat sayang. Kami akan menghadiri rapat" Opa Yunho dan Kakek Andy berdiri dan meninggalkan Jue-Ni bersama Shindong.

"Mari kita kembali ke rumah, Nona" Ucap Shindong yang segera mengawal Jue-Ni.

Jue-Ni melangkah kan kakinya memasuki mobil pribadi nya.

"Aku ingin mampir di Cafe biasa" Jue-Ni mengintruksikan pada sang supir untuk berhenti di salah satu Cafe favorite nya.

"Baik Nona" Sang supir menjawab dengan sopan.

Selama perjalanan Jue-Ni menatap keluar jendela dengan pikirannya yang melayang.

Sesampai di depan Cafe Jue-Ni tak langsung turun. Ia memerhatikan dengan tatapan tajam pada sepasang Ibu dan Anak yang berada di dalam Cafe tersebut.

Semua gerak gerik mereka tak luput dari tatapan mata Jue-Ni. Itu semua terlihat jelas dari Kaca Cafe yang transparant tersebut.

Terlihat kebahagiaan dari keduanya. Saling suap dan bercanda. Penuh kehangatan.

Hingga terasa sangat mencekik bagi Jue-Ni. Ada gemuruh aneh di dadanya. Penuh rasa sakit dan sesak.

"Nona kita sudah sampai" Ucap sang supir karena tak ada pergerakan dari sang Nona Besar.

"Kita Pulang" Ucap Jue-Ni dengan nada penuh amarah yang ditahan.

Shindong yang menatap ke arah pandang Jue-Ni pun mengisyaratkan sang Supir untuk segera meninggalkan Cafe tersebut.

Sesampainya di rumah. Dengan perasaan kacau Jue-Ni memasuki kamarnya. Ia membanting keras pintu kamarnya.

Ia mencoba mengatur nafasnya yang semakin sesak.

Air matanya kembali jatuh.
Selama ini tak pernah sekalipun sang Mama bercanda dengan nya.

Sedangkan di Cafe tersebut sang Ibu terlihat sangat bahagia.

'Apa sama sekali tak ada yang bisa menjadi alasan bagi mu tertawa bersamaku ?' Lirih Jue-Ni tercekat. Dadanya sesak.

Jue-Ni menumpahkan tangisnya dengan menutupi wajah nya dengan bantal.

Ia berharap hari ini segera berakhir.
.
.
.
.

'Aku lelah'

Jue-Ni memejamkan matanya. Menikmati rasa sakit yang semakin menggerogotinya.

Park Jue-Ni Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang