44

133 16 0
                                    

Jisung terduduk lesu di kursinya. Entahlah beberapa hari ini Ia merindukan sosok Jue-Ni. Ia merasa sangat khawatir dengan kondisi sang Kakak.

Hingga Ia tak menyadari kehadiran sang Ibu yang memerhatikan nya di ambang pintunya.

"Apa ada yang mengganggu pikiran mu Jisungie ?" Wendy menghampiri sang putra yang hanya melamun.

"Eoh... kapan Eomma datang ?" Jisung mengalihkan pembicaraan sang Ibu yang memerhatikannya.

"Kau terlalu lama melamun, hingga tak menyadari kehadiran Eomma" Wendy mengelus lembut kepala Jisung.

"Aku hanya memikirkan pekerjaan ini Eomma" Ucap Jisung mencoba kembali membuka berkas laporan yang ada dihadapannya.

"Kau tak bisa membohongi Eomma Jisungie" Wendy menatap dalam mata Jisung.

"Eomma..... Aku merindukan Noona" Jisung berkata sangat pelan hingga hanya Ia dan Wendy yang mendengarnya.

"Putraku... Kau harus bisa menerima dan menunggu keputusan Appa mu. Eomma juga sangat mengkhawatirkan Noona mu." Wendy menarik nafas panjang seraya duduk di sofa yang berada di seberang meja kerja Jisung.

"Apa Eomma tidak bisa membujuk Appa ?" Jisung berjalan kearah sofa dan mendudukkan dirinya di samping sang Eomma.

"Hmmm... Bukan tidak bisa. Tapi kita benar benar harus menunggu Appa mu mengambil keputusan. Tapi Eomma berjanji padamu, jika keputusan Appa mu mengecewakan. Eomma yang akan menyanggahnya." Ucap Wendy seraya tersenyum hangat.

"Hmm.... Aku percaya pada Eomma. Aku mencintai Eomma !" Jisung memeluk Wendy dengan setengah berteriak.

Keduanya hanyut dalam pelukan hangat dan pembicaraan Ibu dan Anak. Tak menyadari bahwa di balik pintu Chanyeol mendengar ucapan mereka.

Chanyeol merasakan hatinya menghangat. Ia benar benar kagum pada Wendy yang bisa menerima Juni dan segala masa lalunya.

Wendy tak pernah sekalipun meminta Chanyeol meninggalkan Juni sendirian. Bahkan Ia selalu membujuk Chanyeol untuk membawa Juni bergabung dengan keluarga mereka.

Wendy dan Irine memiliki sifat berbeda. Bukan berarti Irine tak menyayangi Juni. Ia hanya takut. Rasa takut akan kehadiran Juni yang bisa membuatnya ditinggalkan oleh Suho dan Nana.

Wendy tau keberadaan Juni sudah sejak Ia masih berpacaran dengan Chanyeol. Awalnya Wendy memilih untuk memutuskan hubungannya dengan Chanyeol, karena merasa tak pantas merusak kebahagian keluarga mereka, karna kala itu Ia tau Chanyeol sudah menikah dengan Irine dan memiliki seorang putri.

Namun Irine sendiri lah yang meminta Wendy untuk kembali pada Chanyeol karena mereka tak bisa bersama. Dari sinilah Wendy sering meminta Chanyeol untuk membawa Juni dan ingin merawatnya.

Chanyeol mulai bimbang dengan keputusannya untuk melupakan Juni.
.
.
.
.
.
.

Sedangkan Juni yang masih berada di rumah sakit menatap nanar pada luar jendela. Badan nya sudah terasa sedikit membaik.

Perasaan kosong yang begitu semakin terasa membuat Juni semakin tenggelam dalam sifat dingin nya.

"Nona... ?" Yangyang memasuki ruang rawat Juni perlahan.

Juni hanya melirik kearah kedatangan Yangyang.

"Bagaimana keadaan mu Nona ?" Yangyang mencoba mengajak bicara sang Nona Muda yang semakin minim bicara.

"Yangyang... Mulai sekarang panggil aku Juni saja." Pernyataan Juni membuat Yangyang begitu terkejut.

Sejak kapan Nona Muda ini meminta hal sepele seperti panggilan.

"Bagaimana jika kita berkencan ?" Ucap Juni seraya membalik badannya menghadap Yangyang yang masih terpaku dengan ucapan sang Bos.

"Nonaa.. Aaa... maksud ku Juni~ya. Ada masalah apa ?" Yangyang menangkap kekosongan di mata Juni.

"Kau sudah memiliki kekasih ya ?" Juni menatap manik kelam Yangyang.

"Hah ?" Yangyang menampilkan wajah konyol dan bingung nya.

"Baiklah... Aku mengerti. Aku hanya menggoda mu." Juni tersenyum tipis dan kembali menatap keluar jendela.

"Juni~ya... Aku bisa membantu mu jika ada yang ingin kau ceritakan. Kita masih berteman kan ?" Yangyang mencoba menatap pundak sempit Juni yang terlihat kembali melamun.

"Aku bosan. Aku ingin segera bekerja" Suara lirih Juni dengan kesan manja dan merengek kembali membuat Yangyang bingung. Pasalnya Juni bukanlah wanita dengan kepribadian itu.

"Apa Kau mendengar keluhanku ?" Juni kembali dalam mode dingin nya.

"Aku akan menanyakannya pada dr. Luhan. " Yangyang segera melangkahkan kakinya meninggalkan Juni yang masih setia dengan posisi nya.

Yangyang bergegas menemui dr. Luhan yang kebetulan sedang berada di ruangannya.

"Dokter, bisakah Aku bicara ?" Yangyang berucap seraya mengetuk pintu ruangan dr.Luhan yang sedikit terbuka.

"Masuklah Tuan Yangyang. Ada apa ?" dr. Luhan tersenyum seraya memersilakan Yangyang untuk duduk.

"Dok, aku ingin menanyakan keadaan Nona Juni. Emm... Apakah Dia bisa segera pulang ?" Yangyang sedikit ragu menanyakan hal yang sebenarnya Ia sudah tahu.

"Tuan... Nona perlu penanganan tambahan. Boleh Aku bertanya sesuatu ?" dr. Luhan menatap hangat Yangyang.

"Ada apa dok ?" Yangyang penasaran

"Apa Nona sedang dalam pengobatan dengan Psikiater ?" dr.Luhan bertanya lembut.

"Yang ku tau Dia beberapa kali mengikuti terapi psikis bersama dokter Yoona di Korea" Yangyang menjelaskan yang Ia tau.

"Aku bukan seorang ahli psikis. Namun Aku melihat gangguan dalam diri Nona Juni. Aku akan mencoba menghubungi teman ku. Dia seorang Psikiater. Tapi aku akan bertanya dulu pada Nona Juni" dr. Luhan menjelaskan maksud nya.

"Apa ini parah ?" Yangyang terlihat cemas.

"Aku tidak bisa memastikan tingkat keparahannya. Namun secara kesehatan itu akan mengganggu hidup nya jika dibiarkan" dr. Luhan kembali menjelaskan.

"Dokter... Apa dia akan baik baik saja ?" Yangyang merasa sangat khawatir pada kondisi Juni.

"Saya hanya bisa membantu menyemangati dan memberikan obat untuk nya. Mungkin Tuan sebagai rekannya akan lebih Ia perlukan" dr. Luhan tersenyum manis.

"Baiklah dok. Aku harap bisa segera bertemu dengan psikiater yang Anda rekomendasikan. Trima Kasih. Aku permisi" Yangyang pun meninggalkan ruangan dr. Luhan dengan perasaan kacau.

Yangyang bingung, apa yang harus Ia lakukan dan pada siapa Ia harus meminta saran.

Yangyang berjalan pelan hingga tak sadar akan langkah nya.
"Liu apa yang kau pikirkan hingga tak melihat ku ?" Suara pria itu membuat Yangyang menghentikan langkahnya dan menoleh kearah suara tersebut.

"Tuan Guan, Maafkan aku. Aku terlalu sibuk dengan pikiran ku. Apa kau ingin menemui Nona Juni ?" Yangyang menyamai langkah nya dengan Guanlin yang baru datang.

"Hmmm.... Ku harap dia masih mau menemui ku" Guanlin terlihat sedih. Namun masih bisa menampilkan senyum manis nya.

Yangyang menggangguk kecil dan kembali dengan pikirannya. Guanlin pun demikian.

Banyak hal yang Ia pikirkan dan cemaskan tentang Juni. Rasa khawatir yang menjalar di benak Guanlin adalah rasa bersalah nya karena tak bisa melindungi Juni dan malah meninggalkan Juni.

Rasa cemas sebagai sahabat lama yang sangat menyayangi sahabatnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Note :
Maaf Book ini semakin membosankan yah...

Semoga kalian tetap suka dan masih setia membaca tulisan aku...

Yang sudah vote dan baca makasih banyak ya....

😁😁😁😁

Park Jue-Ni Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang