11

150 18 0
                                    

Sinar mentari memasuki celah jendela. Menyapu wajah pucat yang terbaring di brankar rumah sakit.

Mata kecil itu mengerjap berkali kali . menyesuaikan sinar yang menusuk retina matanya. Hingga tangan kecil bertanda lahir itu bergerak pelan, berusaha menutupi sinar yang menyilaukan matanya.

"Jue-Ni.... Kau sudah bangun sayang ?"

"........."

"Jue-Ni, Kau haus sayang. Ayo aku bantu kau minum" Ru-Na yang di bantu Su-a dengan telaten membantu Jue-Ni yang masih lemas untuk minum.

"Jue-Ni~yaa......." Suara Lirih seorang Pria dan Wanita yang masuk bersamaan menarik atensi Jue-Ni.

Mata nya berkaca kaca. Masih teringat bagaimana kedua orang tersebut menghancurkan tembok kuat yang Ia pasang.

Kedua orang bergelar Orang Tua Jue-Ni berjalan pelan. kearah Jue-Ni yang sudah bersandar di kepala brankarnya.

"Jue-Ni~ya....." Berkali kali wanita muda itu memanggil nama sang putri. Mengelus lembut jemari yang terpasang infus.

"Jue-Ni..... Dimana yang sakit ?" Kali ini Pria tampan itu ikut mengambil posisi di sebelah kanan sang Putri.

Jue-Ni menatap sendu kedua Orang tuanya tersebut. Dengan lemah Ia meletakkan tangan bebasnya di dada. Mengisyaratkan kesakitan yang Ia rasakan.

Dengan cepat Irine menekan tombol pemanggil Dokter.

Dengan sigap Dokter Moon memasuki ruangan tersebut dan memeriksa kondisi Jue-Ni.

"Ada yang sakit ?" Dokter Moon menatap sendu Jue-Ni.

Jue-Ni hanya menekan dada nya dengan tangan kanannya.

Dokter Moon mengerti sakit yang di maksud Jue-Ni.

"Nona... Kau akan baik baik saja. Mulai besok Kau akan terapi bersama Dokter Yoona. Oke ?" Dokter Moon tersenyum manis pada pasien cantik nya tersebut.

Setelah selesai memeriksa dan memastikan kondisi sang Nona Muda, Dokter Moon pun pamit untuk meninggalkan ruangan tersebut.

Shindong yang melihat itu pun menghampiri Dokter Moon setelah keluar dari ruangan.

"Permisi Dokter, Boleh saya bertanya ?" Shindong menatap penuh harap pada Dokter Moon

"Anda ?"

"Saya Paman Jue-Ni" Shindong yang mengerti tujuan ucapan sang dokter menjawab cepat.

"Silakan ke ruangan saya Tuan"
Dokter Moon mengajak Shindong menuju ruangan pribadi nya.

"Jadi ?" Shindong mendudukan diri di hadapan sang Dokter.

"Nona Jue-Ni mengalami Depresi, Tuan" Ucap Dokter Moon dengan pelan.

"Kenapa bisa begitu Dok ?" Shindong yang terkejut mencoba mencari alasan di balik ucapan sang Dokter.

"Ini seperti luka batin yang terus menerus berdarah Tuan. Tapi saya tak bisa menjelaskan lebih lanjut. Saya sudah mengajukan pada Psikiater di Rumah Sakit ini untuk menangani Nona Jue-Ni" Dokter Moon tersenyum simpul.

"Bisa saya tau siapa Psikiater yang Anda rujuk Dok ?" Shindong penasaran.

"dr. Yoona , Tuan" Dokter Moon memberikan info.

"Terima Kasih Dok" Shindong menyalami Dokter Moon dengan antusias.

Setelah itu Shindong bergegas keluar dari ruangan pribadi sang Dokter dengan perasaan yang sedikit lega.

Ia merogoh saku nya dan menghubungi Donghae.
"Donghae~yaa...." Shindong tersenyum seraya memanggil nama sahabatnya tersebut.

"Ada Apa Hyung ?" Donghae merasa bingung dengan telpon dari Shindong yang terdengar bahagia di seberang sana.

"Terima Kasih. Sampaikan ucapan terima kasih ku pada Yoona. Ku mohon bantu Jue-Ni" Shindong sedikit membungkuk walaupun Ia tau Donghae tak akan melihat nya.

"Baiklah. Akan ku sampaikan pada Yoona, Hyung." Walaupun bingung, Donghae tak ingin menyurutkan kebahagiaan Shindong diseberang sana.

Setelah saling menutup ponsel nya. Shindong berjalan kearah ruangan dengan Jue-Ni.

Sedangkan Donghae dengan perasaan bingung nya. mencoba menyampaikan pesan pada sang istri yang sudah menunggunya di ruang makan.

"Yoona~ya... Shindong Hyung berterima kasih padamu" Donghae mendudukkan diri nya di samping sang Istri di hadapan kedua putra nya teesebut.

"Untuk ?" Yoona masih belum mengerti

"Entahlah. Dia hanya mengatakan bahwa Dia mohon untuk membantu Jue-Ni" Donghae menyuapkan sarapannya.

"Haa...... Aku mengerti. Mungkin ini berkaitan dengan permintaan Dokter Moon" Yoona yang sadar dengan maksud Shindong pun tersenyum.

"Tentang apa Mom ?" Kali ini si bungsu Lee semakin penasaran.

"Ibu akan menangani pasien special" Yoona kembali tersenyum pada Lee Jeno.

"Apakah sangat special sampai Mommy tersenyum begitu ?" Jeno yang semakin bingung dengan pembicaraan mereka pun mencebik kan bibirnya.

"Berhenti bersikap bahwa Kau imut Lee Jeno" Sarkas Mark membuat Jeno semakin gencar menampilkan wajah imutnya pada Mark.

Membuat Yoona dan Donghae ikut tersenyum dengan tingkah keduanya.

"Mark... Hari ini Kau pimpin rapat bersama Shanghai Grup" Donghae menginteruksikan pada si sulung.

"Aku harus menjemput Chan-Ni, Dad" Mark terlihat lesu.

"Aku akan menjemput Chan-Ni dan Nana,Hyung" Jeno mengutus dirinya sendiri untuk menjemput kedua sahabatnya tersebut.

"Oke. setelah itu Kita makan malam bersama" Mark memutuskan rencananya dan pergi ke kantor setelah berpamitan dengan kedua orang tua nya.

"Mom dan Dad akan kemana ?" Jeno penasaran.

"Kami akan kerumah sakit." Donghae memutuskan akan menjenguk Jue-Ni dan mengantar sang istri.

"Aku ikut ya. ?" Jeno merengek pada kedua orang tuanya.

"Baiklah. Kau ikut. Karena setelah itu Kau bisa membawa mobil Daddy." Donghae menyelesaikan sarapannya.

"Memangnya Daddy akan pergi kemana ?" Jeno masih dengan jiwa penasarannya.

"Daddy ada urusan bersama Paman Shindong" Ucap Donghae.

"Cha... Ayo kita berangkat" Yoona berdiri seraya berjalan kearah pintu keluar diikuti Donghae dan Jeno yang sudah selesai sarapan.

Mereka bertiga pun pergi menuju rumah sakit. Dengan sesekali bercanda dan tertawa.
.
.
.
.
.

Park Jue-Ni Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang