Happy Reading Guys..
Jangan lupa VOTE and COMMENT nya..
CMIIW Ya^^
------------💜BRAKKK
"Eh monyet!"
"Setan loncat!"
Latah Bian dan Lio bersamaan ketika Aksa dengan kasar mendobrak pintu apartemen milik Bian hingga membuat kedua lelaki yang tengah fokus pada benda pipih mereka terkaget.
"Aksasu." Maki Lio sambil mengelus dadanya.
"Lo kenapa sih? Kalo ada masalah jangan bilang bilang, pendem aja sendiri." Ucap Bian dengan laknat.
“Tau lo! Jantung gue limited edition tau gak, kalo copot kan berabe.” Sahut Lio.
Aksa yang baru saja tiba hanya acuh, ia langsung mendudukan dirinya di sofa samping Lio sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan, penampilannya yang acak acakan dan juga rambut yang kusut membuat lelaki itu nampak sangat kacau.
"Eh, Yan.” Cicit Lio dengan pelan.
“Kenapa?” Tanya Bian sambil menaikan satu alisnya.
“Kayaknya temen lo gejala kelainan jiwa deh." Bisiknya.
Bian yang memang lulusan mahasiswa psikologi dapat mengenali tingkah Aksa yang seperti tengah stres dan banyak beban pikiran, seketika lelaki itu beralih menjadi mode serius sambil membenarkan duduknya menghadap lurus pada Aksa.
"Ada masalah apa lagi?" Tanya Bian dengan tenang.
Aksa yang di tanya langsung mengangkat kepalanya dan menatap Bian dengan dalam.
Lelaki itu lantas paham dan mengangguk, tapi bukan berarti ia dapat membaca pikiran Aksa, akan tetapi karena ia sudah mengerti kalau masalah lelaki itu tak jauh jauh dari masalah rumah tangganya. "Kalo emang udah gak nyaman dan gak cocok kenapa lo gak pisah aja? Sorry Sa, gue bukan bermaksud mau ngerusak rumah tangga lo, tapi karena sejak awal gue tau lo nikahin dia bukan karena unsur cinta." Nasihatnya.
"Dari awal juga udah gue kasih tau, janga nikahin tuh nenek lampir." Sahut Lio sambil bersender pada sofa. “Mending juga lo duda seumur hidup dari pada nikah sama dia.”
Aksa hanya diam membisu mendengar ucapan kedua sahabatnya, wajahnya nampak memerah dengan mata yang nampak kosong.
"Udah cerein aja." Kompor Lio dengan entengnya.
"Sebenernya gue setujuh sih sama Lio, karena ini demi kebaikan dan kenyamanan lo berdua yang dari awal nikah gak pernah akur." Ucap Bian yang sebenarnya juga bingung mengenai masalah rumah tangga, sebab kini ia juga belum menikah dan sama seperti Zella, lelaki itu juga hendak melanjutkan S2 nya untuk meraih gelar M.Psi.
"Gini deh Sa, gue pernah baca filosofi sepatu yang isinya ‘jika sepatu itu menyakiti lo, berarti dia bukan ukuran yang pas buat lo’ sama halnya kaya pasangan, kalo dia emang bukan yang terbaik buat lo berarti dia bukan di takdirin untuk lo, karena yang terbaik pasti akan pas pada takarannya.” Tutur Lio yang mendadak bijak.
“Makanya kalo udah nemu sepatu yang pas gak usah di tuker sama sepatu lain yang belum tentu ngasih kenyamanan buat kaki lo.” Sahut Bian dengan melanjutkan makna filosofi sepatu dari Lio.
“Apa mau gue wakilin lo buat nalak Dian?” Tawarnya dengan baik hati. “Gue sih gak masalah, jangankan talak tiga, talak seratus pun gue sanggupin kalo buat nyerein tuh titisan nenek lampir.”
“Jadi gimana? apa keputusan lo?” Tanya Bian.
"Gue gak bisa." Lirih Aksa.
Lio lantas menegapkan tubuhnya. "Gabisa kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR BABY [Sudah Terbit]
Teen Fiction"Dia bukan anak gue bangsat!, Lo urus aja sendiri, kalo perlu lo gugurin tuh bayi!." Sentak Aksa membuat hati Zella mencelos. Dengan wajah datar dan berkesan dingin Zella menatap tajam mata Aksa. "Lo inget kata-kata lo barusan, dan jangan pernah nye...