22

633 107 17
                                    

Bab 22

.

liontin

.

"Pa, dua Minggu ini.. Deluna boleh ya, nggak ikut lomba?"

Suara dentingan dari piring dan sendok yang beradu itu terhenti, Braja menoleh ke arah Deluna, menatapnya lamat-lamat.

"Kenapa?"

Deluna menelan ludah, "Mama.."

"Bukannya Mama kamu tetep seperti biasa?"

Ily yang duduk di seberang Deluna menghela nafas, "udah deh, Pa, cuman dua Minggu nggak bakal bikin Deluna jadi bodoh."

Braja menoleh ke arah Ily dengan tajam, "ini bukan masalah bodoh atau tidaknya, tapi kalo sekali dia nggak ikut lomba, dan nanti sekolah menemukan pengganti, maka seterusnya dia tidak akan lomba lagi."

Deluna menggeleng, "Luna pastiin, setelah dua Minggu terlewati, nggak bakal ada yang lain, yang gantiin Luna."

Braja mendengus, "bukannya jika dua Minggu terlewati, lalu setelah itu tidak ada perubahan dalam keadaan Mentari, itu malah memperburuk suasana? Kamu nggak akan fokus jika mengikuti lomba setelah kehilangan-"

"Mama nggak bakal pergi."

Untuk yang satu itu Deluna menyahut dengan cepat, matanya tajam seolah menegaskan.

Setelahnya Deluna menarik nafas, kembali menetralkan wajahnya, "Papa kayak berharap banget Mama pergi? Kenapa?"

Pertanyaan itu membuat Braja mengeratkan genggaman sendoknya, "Papa nggak pernah ngajarin kamu buat nggak sopan seperti itu, Deluna!"

Deluna tertawa kecil, "memangnya selama ini apa yang Papa ajarin sama aku? Sikap semena-mena Papa?"

Aku.

"Deluna."

Ily ikut angkat bicara, menegur Deluna yang sudah melewati batas.

Deluna memandang lelaki di hadapannya, "kenapa? Ada yang salah?"

Ily menatap tangan Deluna yang mengepal, "Kamu nggak seharusnya ngomong gitu sama Papa."

"Bener kan? Selama ini Papa selalu nyepelein kesehatan Mama, nggak peduli kondisi Mama mau stabil, mau kritis, mau mening-"

"Kamu nggak tau apa-apa," nadanya menusuk, seolah mengeluarkan sesuatu yang menyakiti sudut hatinya lewat ucapan itu, "kamu nggak tau apa-apa, Deluna."

Deluna juga menoleh dengan kelewat cepat, menatap Papa nya dengan pandangan paling menghunus yang pernah dia lakukan, "apa yang aku nggak tau, Pa?"

Dia tertawa kecil, "Papa yang diem-diem mau nyabut alat Mama?"

Braja tertegun, pun dengan Ily, dia menatap tidak percaya ke arah pria yang paling di hormatinya.

"Papa beneran pengen Mama cepet ninggalin Luna ya, Pa?"

Braja menggeleng, "Papa nggak tau berapa banyak kesalahpahaman yang kamu tau, tapi Papa tekanin semua itu nggak bener."

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang